Yang membuat Jihan tidak mau ikut ketika ada acara kumpul keluarga adalah dirinya bagai orang asing yang berada di tengah-tengah meraka.
Sedari tadi dia hanya diam dan menjawab seperlunya jika ditanya. Sepupu-sepupunya juga tidak ada yang mengajaknya berbicara. Mereka seperti punya dunia sendiri.
"Jihan sekarang kelas berapa?" Wanita bertubuh bongsor duduk di dekat Jihan.
Bibir Jihan mengulas senyum tipis.
"Kelas dua belas tante,""Bentar lagi lulus dong, mau kuliah dimana nak?" Tante Hana memang tantenya yang paling baik diantara yang lain. Wanita berhijab itu tidak pernah mau ikut bergosip.
"Maunya di Korea, tapi gak tau belum nanya Papa." Ucapnya malu-malu.
Tante Hana bertepuk tangan. Jihan terkenal akan kepintarannya. Bahkan, Kakeknya saja selalu membanggakannya.
"Bagus itu, tante dukung pokoknya. Papa kamu juga pasti seneng tuh."
Jihan tersenyum lebar. Dia senang saat ada yang memberinya energi positif.
"Yakin lo mau kuliah di Korea? Gak takut di bully lo?" Sindir Tasya. Sepupunya yang bekerja sebagai model.
Air muka Jihan berubah keruh. Datang juga ini siluman dakjal.
"Yakin. Aku pintar jadi gak ada yang gak mungkin. Terus, kalau nanti di bully aku operasi plastik aja biar lebih cantik dari Mbak." Sarkas Jihan. Dari dulu dia gedeg sama Tasya yang selalu merendahkan dirinya meski di depan keluarga besar mereka.
Tasya memutar bola matanya, "Muka kok plastik."
"Sepertinya otak Mbak emang bermasalah. Plastic surgery bukan berarti pake plastik, tolong nanti kalo sempet, buka gugel biar nggak dikira norak."
Wajah Tasya terlihat seperti marah. Tangan telunjuknya menunjuk wajah Jihan, "Lo iri 'kan sama gue yang cantik makanya selalu cari masalah sama gue?!" Tudingnya.
Jihan tersentak. Lho? Kok malah dia yang disalahkan. Dasar nenek lampir taunya playing victim.
"Mbak lho yang cari masalah sama aku. Yang rendah-rendahin aku 'kan Mbak. Kok mbak yang kebakaran jenggot." Pertengkaran Jihan dan Tasya membuat para keluarga memisahkan keduanya.
Semua tampak berpihak pada Tasya. Keluarga Jihan yang memang sedang di halaman belakang tidak bisa membantu.
"Lo yang paling muda disini, harusnya lo gak mulai pertengkaran."
Jihan diam saja. Seberapa banyak pun dia berkoar mana ada yang peduli. Good looking tetap yang menang.
"Lo kalo dateng pasti nyari masalah mulu, harusnya lo gak usah dateng." Bentak sepupu lainnya.
Jihan mengusap dadanya berusaha menguatkan dirinya. Dia tidak boleh terlihat lemah.
"Pulang deh lo! Jijik gue liat muka lo," Seharusnya yang dilakukan Jihan sekarang adalah memukul wajah songong itu namun dia masih ingat dengan Mamanya yang selalu bilang bahwa jangan membalas orang dengan kejahatan juga.
"Aduh, kenapa ini?' Tante Hana yang tadi berada di dapur ikut nimbrung.
"Ini Si Jihan mulutnya kasar banget sama yang tua."
Tante Rita datang sambil menatap sinis Jihan. Di keluarga Papanya yang memihak padanya hanya Tante Hana dan Kakeknya. Yang lain? Hanya menjilat saja karena Papanya kaya.
"Jihan kalo dateng suka ngerusuh ya?" Suara bernada ejekan itu membuat Jihan mengepalkan kedua tangannya.
"Aku juga gak mau dateng kalo gak dipaksa sama Papa. Juga, karena Kakek nyuruh dateng aku dateng." Suaranya bergetar.
Thomas, Kakek dari pihak Papanya masuk ke ruang keluarga. Mengerutkan keningnya saat melihat Jihan seperti ketakutan.
"Kalian kenapa?"
Tasya menggandeng Thomas begitu lelaki baya itu mendekati mereka.
"Kek, Jihan kasar banget ngomongnya sama Tasya." Adunya.
Thomas menatap mata Jihan yang menyiratkan kesedihan.
"Bener itu Jihan?"
"..."
"Irma, panggilkan Ruben dan yang lainnya. Ada yang mau Papa beritahu sama kalian." Thomas duduk di single sofa. Sementara Jihan tetap berdiri karena tidak ada yang mau memberinya tempat.
"Jihan, sini di samping Kakek. Duduk disini aja." Lelaki itu menepuk tangan sofa.
Jihan menurut. Sepupunya pada ngelihatin sinis dia, padahal menurutnya tidak ada yang salah.
"Eh, udah pada ngumpul. Mau bicarain apa Pa?" Ruben tersenyum. Dia ikut duduk bersama dengan yang lain.
Thomas menatap mereka semua tenang. Matanya tertuju pada Tasya yang duduk disamping Ayah dan Ibunya.
"Tasya gimana pekerjaannya ada masalah?" Tanyanya.
Tasya tersenyum manis, "Gak ada Kek. Cuma Tasya ingin pindah kerja ke Eight Eleven," Thomas menjentikkan jarinya, "Nanti Kakek coba hubungin mereka."
"Makasih kek. Aku menyanyangimu,"
"Kakek menyayangimu juga,"
Setelah ditanya apa yang dibutuhkan oleh mereka dia beralih pada Jihan.
"Jihan gak butuh sesuatu?"
Jihan menggeleng, "Gak ada Kek." Balasnya.
Seorang cowok masuk tanpa mengucap apa-apa. Dia langsung mencomot macaron yang berada di atas meja.
"Jaga sikap kamu Cello!" Teriak tante Hana.
Cello menatap Ibunya, dia mendekat lalu mengecup pipinya.
"Cello dateng Ibuhanda," Tante Hana memukul cowok itu keras.
"Cello duduk," Perintah Thomas.
Cello memutar bola matanya. Dia memilih berdiri daripada harus berdekatan dengan mereka.
"Kek, Cello gak butuh apa-apa." Ujarnya langsung. Dia sudah menebak Kakkenya pasti akan menanyakan kesusahannya.
"Bukannya kamu sedang kesusahan?"
Tasya tertawa mencemooh.
"Lo kalau butuh gak usah malu-malu. Kasihan lo kayak gembel di jalan,"Cello tertawa, "Well. Gue gak terlalu suka menjilat kayak kalian. Selama gue bisa berdiri sendiri gue gak bakalan minta tolong sama Kakek."
"Jaga mulut kamu Cello!" Bentak Om Barta.
Cello mengacak rambut Jihan, "Coba Jihan beritahu mereka kalau tingkah menjilat mereka itu sangat menjijikkan."
"Mas..."
"Lho Jihan juga takut? Padahal warisan Kakek sepenuhnya milik Jihan lho," Ucapannya membuat yang ada di dalam ruangan mengamuk.
"Dasar lo bajingan! Keluar!"
"Keparat!"
Bukannya marah Cello malah tertawa terpingkal-pingkal.
"Tunggu aja nanti kalau Kakek mati. Gue bakalan bagikana warisan gue kalau gue salah,"
"Jihan. Lo harus hati-hati sama mereka. Mereka jahat," Bisiknya yang tentu bisa didengar Thomas.
"Kek, Cello mau pergi dulu. Love you. Muaacchh..."
Tante Hana menepuk jidatnya. Punya salah apa dia sampai punya anak macam Cello.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Splendor King
Подростковая литератураCerita tentang Raja yang bertemu kemegahan. "Raja dan kemegahan tidak bisa dipisahkan itulah mengapa kamu tercipta untuk aku. Selamanya Raja akan selalu bersama Kemegahannya." -Braga Raja Mahardika. --- "Kemegahan akan selalu bersama Raja. Kalau...