Chapter 4

2 0 0
                                    

Jihan memarkirkan Vespanya sembari mencuri dengar gosip dari dua orang cewek yang berbicara.

"Namanya Raja cuy, gue sempet tanya Poppy. Ganteng parah!"

"Gue juga liat sih, kemarin dia turun dari mobil pas gue mau masuk gerbang juga."

Kepala Jihan mengangguk-angguk. Tidak melanjutkan acara menguping ia pergi dari parkiran.

Kemarin memang sempat ada kabar bahwa ada murid pindahan tapi hingga pulang sekolah si murid baru tidak menampakkan batang hidungnya.

"Jihan!" Risa berlari lalu merangkul pundak Jihan yang lebih tinggi darinya.

Jihan terkekeh, "Gak usah deh sok rangkul aku. Kamu pendek,"

Risa mengerucutkan bibirnya kesal. Selain tinggi Jihan punya body yang bagus hanya tertutupi dengan seragam yang kebesaran.

"Ampun deh yang tinggi. Btw, udah denger belum ada murid baru?"

"Denger,"

"Katanya sih ganteng. Duh, nggak sabar banget pengen liat." Risa geregetan sendiri.

"Kamu kalau ada cowok ganteng dikit aja matanya berbinar banget." Kali ini Jihan yang memilih merangkul Risa. Kasihan juga Risa yang badannya pendek berusaha merangkulnya.

Mereka memasuki kelas yang sudah berisi anak-anak. Para cewek tampak touch up, Jihan merasa iri pada mereka yang cocok dengan produk-produk apa pun.

"Gak usah liat kalo lo cuma mau membandingkan mereka sama lo. Lo itu istimewa," Risa mengajak Jihan duduk.

Jihan menatap Risa lembut, "Makasih Risa. Aku beruntung punya temen kayak kamu."  Risa menepuk dadanya bangga.

"Disini kelas berapa?" Suara berat itu membuat kelas yang tadinya ribut menjadi hening. Mereka menatapi cowok yang berdiri di depan kelas.

"Kyyaa, ganteng banget!"

"Itu yang namanya Raja bukan? Gue harus deketin,"

"Hai, kamu Raja ya? Minta nomor telepon dong."

Raja menggaruk kepalanya, dia agak risih dengan tingkah bar-bar cewek disini. Waktu di Manhattan, cewek disana tidak sampai begininya. Mereka bermain cantik jika tertarik dengan cowok. Ada juga yang bar-bar namun masih bisa diterima sih.

Matanya beralih pada seorang gadis yang membaca novel tanpa meperdulikan dirinya. Senyum jahil tercetak di wajahnya.

"Disini bukan kelas IPS ya?" Tanyanya lagi. Cowok bertubuh tambun menggelengkan kepalanya.

Sebelum pergi Raja sempat melirik pada gadis yang duduk di bangku paling belakang dekat tembok.

"Ah, ternyata dia sekolah disini juga." Gumamnya.

--

Raja menguap beberapa kali pertanda dia mengantuk berat. Pelajaran disana dan disini tentu berbeda, menurutnya pelajaran disini lebih mudah dan membosankan. Dirinya bahkan malas melihat papan tulis.

"Lama banget elah!" Kesalnya. Tangannya mengetuk-ngetuk meja.

"Itu yang dibelakang kenapa ribut? Bisa kerjain soal ini?" Pak Yono menurunkan kacamatanya agar bisa melihat Raja yang sudah suntuk.

Raja mendengus. Soal yang sangat sulit dipecahkan pun dia bisa. Tanpa berucap apa pun dia maju lalu menyelesaikan soal Matematika di papan tulis. Hanya soal yang diulang dari kelas sepuluh sebelas ini.

"Ya, bagus. Siapa nama kamu?"

"Braga Raja Mahardika," Jawabnya setengah malas.

"Sana duduk. Jadi, setiap kalian menjawab soal bakalan Bapak tulis di buku nilai."

Raja kembali duduk di tempatnya. Bisa dia dengar beberapa murid cewek membicarakan dirinya. Dia tau bahwa wajahnya begitu tampan tapi mereka berbicara dengan sangat berlebihan membuatnya mual.

Sambil menunggu jam istirahat dia memainkan game. Untungnya dia sempat mencuri airpods Pangeran tadi pagi. Soalnya punyanya entah dia buang dimana, lupa.

Tangannya bergerak lincah di layar ponsel. Beberapa kali matanya melihat ke papan tulis agar tidak dicurigai meski sebenarnya tidak terlalu perduli.

Ketika kelas hanya tersisa sedikit orang pun dia tetap memainkan gamenya. Dia akan ke kantin saat sudah lenggang. Malesin banget denger jeritan false anak cewek.

"Lo gak ke kantin?" Raja melirik orang yang menegurnya. Dari bagde nama tertulis Andika Pratama.

"Lo artis?"

Cowok bernama Andika melongo, apakah wajahnya terlihat seperti artis?

"Nama lo kayak namanya artis 'kan?"

Andika terkekeh, "Goblok sia."

"Woy Dik, kantin kuy," Ajak cowok bertubuh besar bukan gendut ya tapi kayak kekar begitu.

Andika menaikkan alisnya. Dia mengajak Raja keluar dari kelas.

"Cewek-cewek pada heboh pas lo masuk kesini,"

''Gue pusing denger jeritan mereka, kayak tikus kejepit pintu." Keluh Raja.

Andika tertawa keras. Awalnya dia mengira Raja itu cowok nakal yang sombong. Ternyata sableng.

"Gue aja heran kok bisa-bisanya suara mereka gak habis," Timpal cowok kekar.

Raja memberikan kepalan tangannya, "Raja."

"Gue Sapta," Balasnya menubruk kepalan tangan Raja.

"Lo sering boxing?" Raja cukup suka dengan bentuk badan Sapta yang kekar untuk seukuran anak SMA.

"Yoi, lo mau join?"

"Bisa, nanti lo kirimin aja tempatnya. Gue belum tau jalan-jalan disini."

"Lo di Manhattan suka minum-minum gak?" Tanya Andika.

Raja mengangguk, dia tidak menampik bahwa dia sering meminun minuman haram itu disana. Awalnya dia hanya penasaran lalu jadi kecanduan.

"Bisa lah lo ikut sama kita. Sekalian gue kenalin sama anggota yang lain." Ajaknya.

Raja menyeringai, "Kalian anggota geng?"

"Bukan geng sih kayak perkumpulan gitu,"

"Gue sih yes. Bosen juga di rumah mulu,"

"Oke, nanti malem gue jemput lo."

***






Splendor KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang