Chapter 3

3 0 0
                                    

Suara geretan koper dan sepatu beradu di lantai. Seorang lelaki jangkung berjalan sambil menggeret koper berwarna hitam.

Outfitnya berwarna hitam. Mulai dari celana jeans robeknya, baju polos berwarna hitam, sepatu hitam, topi dan juga kacamata hitam.

"Tuan Raja, saya datang menjemput anda." Pria berpakaian hitam menghampirinya.

"Yo," Balasnya.

Dia mengikuti suruhan Papinya. Di dalam mobil dia memperhatikan jalanan yang cukup lenggang karena masih dini hari. Ya, bagaimana pun Indonesia berbeda dengan Manhattan.

Begitu sampai di rumah dia disambut oleh pekerja yang bangun demi menyambutnya.

"Kalian bukannya tidur malah nyambut gue," Ucapnya begitu melihat mereka berdiri berbaris.

"Karena Tuan Raja sudah pulang. Kami antusias dengan kedatangan Tuan," Hisyam—kepala asisten tersenyum pada Raja.

Raja melepas kaca matanya, "Gue kayak presiden aja. Gak usah lah kalian begitu, yang dateng ini bebannya Papi-Mami." Begitu mencapai anak tangga dia melambaikan tangannya agar mereka semua bubar.

Dia membuka kamarnya yang serba monokrom. Sepertinya kamarnya dirawat dengan baik.

Para pelayan di rumahnya sampai bangun untuk melihat kedatangannya sedangkan orang yang memaksanya datang malah tidur dengan lelap. Sangat menakjubkan.

Tubuhnya ia baringkan di peraduan. Sepertinya dia harus membiasakan diri dulu sebelum masuk sekolah.

--

Pagi menyambut, matahari menyinari bumi diiringi dengan suara gedebukan panci.

Tunggu? Panci?

Raja terbangun dari tidurnya begitu sadar bahwa suara berisik itu berasal dari luar kamarnya.

Siapa yang berani-beraninya menggebuk panci sepagi ini?! Ah, sialan kalau dia tau bakal dia bejek.

Kaki jenjangnya melangkah lebar membuka pintu besar. Oke, ralat ucapan Raja yang membejek orang yang membangunkannya dengan sangat 'Manusiawi'

"Mami saking senengnya Raja dateng sampe mukul-mukul panci?" Baru sehari di Indonesia dia sudah disuguhkan tingkah nyeleneh sang Ibu.

Namanya Mala, Ibu dari Raja dan Pangeran serta suami dari Bapak Rendy terhormat.

"Iya, seneng banget liat Raja dateng lebih seneng lagi kalo Raja gak dateng."

Raja mengerutkan keningnya. Padahal yang menyuruhnya pulang sambil menangis-menangis masih orang yang sama lho. Dasar emang Maminya itu pura-pura lupa.

"Terserah Mami dah, Raja mau tidur lagi masih jet lag." Saat hendak menutup pintu Mala melemparkan panci pada Raja, beruntung cowok itu memiliki refleks yang bagus.

Mala berkacak pinggang. Punya anak yang tidak peka ya begini.

"Turun makan atau gak usah makan sama sekali!"

Raja memijit keningnya yang pening. Duh, sudah dibangunkan dengan sangat estetik dia malah dilempari panci dan juga diomeli. Salah Raja pada masa lalu apa, Ya Tuhan?!

Dia menatap Mala lembut, mungkin Maminya bersikap begini karena terlalu merindukan anak tercintanya yang suka hidup bebas.

"Mami kalo kangen bilang aja, gak usah pake drama gini. Raja masih capek lho Mi," Ujarnya pelan. Dia menarik Mala ke pelukannya.

"Raja kalo Mami gak pura-pura mati kamu gak bakalan pulang." Adunya bak anak kecil.

Tangan Raja mengusap punggung sang Ibu. Netranya terhenti pada cowok yang keluar dari kamar di sebelahnya dengan rambut yang berantakan.

"Lo gak kangen gue Ran?" Raja mengedipkan matanya genit.

"Najis!" Ucapnya lalu menutup pintu dengan keras.

"Mami udah dong, Raja udah pulang ini. Yuk deh kita sarapan." Dia menggandeng sang Mami lalu menggebuk pintu kamar Pangeran menggunakan sude.

"Bangun lo anak setan! Tidur mulu kerjaannya," Omelnya.

--

Di dalam mobil Raja memainkan ponselnya sambil tertawa-tawa membuat cowok yang berada di balik kemudi menahan emosi.

"Suara lo jelek, gak usah ketawa!"

"Dih, sewot lo. Suara bagus gini dibilang jelek. Apa kabar sama lo yang napas aja false?" Ejeknya.

Pangeran melemparkan botol air pada wajah Raja yang songongnya minta digebuk. Punya kembaran dakjal memang sangat menyusahkan Pangeran.

Mereka kembar tidak identik. Raja lahir duluan lalu Pangeran lima menit kemudian. Sifat mereka pun beda, bagai langit dan bumi. Raja itu seperti matahari; hangat dan cerah sedangkan pangeran seperti Bulan, dingin dan redup.

"Ran, lo udah ada pacar belom? Temen gue yang namanya Clarine suka nih sama lo," Dia menunjukkan foto seorang gadis yang berpakain minim.

Pangeran menggelengkan kepalanya, "Ogah!"

Raja menyenderkan kepalanya pada kaca mobil Pangeran. Saat di lampu merah matanya tertuju pada gadis yang sedang nengendarai motor Vespa kuning.

Bibirnya menarik seulas senyum jahil.

Saat keduanya bersampingan, Raja membuka kaca jendela lalu berteriak pada gadis itu.

"Woyyy!"

Gadis itu tersentak kaget dan hampir terjatuh dari motornya beruntung dia berpegang pada pengendara di sebelahnya.

Matanya menyorot tajam yang malah membuat cowok itu terbahak.

"Rese banget lo!" Pangeran langsung menaikkan kaca jendela.

Raja tetap tertawa sambil memegangi perutnya. Ekspresi gadis itu begitu unik dan lucu.

"Haha anjir! Komuknya lucu parah, dia kayak lagi liat setan ahaha. Sialan,"

Pangeran mendengus kesal. Dia semakin melajukan mobilnya agar cepat sampai di sekolah Raja.

"Lo kalo udah nyampe inget ke ruang kepsek jangan malah keluyuran," Peringat Pangeran.

"Siap ndoro,"

Pangeran memberhentikan mobilnya di depan gerbang SMA Platinum. Sekolah swasta yang cukup terkenal. Tapi, dirinya tidak tertarik dengan sekolah itu. Menurutnya sekolah negeri lebih cocok untuknya.

"Minta uang. Gue belum tukar uang, belum minta kartu sama Tuan Takur."

"Nyusahin aja sih lo! Maunya lo gak usah pulang." Kesalnya. Dia mengeluarkan beberapa uang lima ribu dua lembar.

"Siapa sih yang bisikin Tuan takur buat nyuruh gue balik? Eh, kok sepuluh ribu doang?! Lo kira gue cuma beli air minum?!" Ujarnya tidak terima.

Pangeran menyeringai bengis, "Sisanya ongkos gue anter lo. Sana keluar!"

Raja membanting pintu mobil kesayangan Pangeran. Dia memasuki sekolah barunya dengan emosi yang memuncak.

"Mati kelaparan gue nanti,"

***

Splendor KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang