Hingga setibanya di apartemen, Carlos tidak mampu menyembunyikan senyum pada wajahnya yang berseri-seri. Sesi makan malam dengan Felicia hari ini cukup menyenangkan, tidak sekaku biasa. Entahlah, mungkin wanita itu cukup terpengaruh dengan ucapan Carlos ketika mereka berada di mobil, dalam perjalanan menuju restaurant. Carlos berkata, ia tidak membutuhkan wanita mana pun selain Felicia.
Dan sepertinya, Felicia mulai mengerti. Bahwa Carlos tidak akan menyerah, sekuat apa pun ia berusaha meminta lelaki itu pergi.
“Mau ke mana kau?”
Carlos dikejutkan oleh kemunculan Jill, tepat saat ia hendak membuka pintu apartemen.“Pulang.”
Carlos melirik arloji. Ternyata sudah nyaris pukul sembilan.
“Sekarang? Di luar sedang gerimis. Sepertinya sebentar lagi akan hujan deras.” Mengalihkan pandangan dari jam tangan, Carlos terpaku pada wajah Jill. Mata gadis itu sembab, pucuk hidungnya tampak memerah. “Kau habis menangis?” tanyanya lagi.
Jill menggeleng. Namun dari raut wajahnya yang muram, Carlos tahu, ada sesuatu yang tidak beres dengan perempuan itu.
“Aku akan mengantarmu,” kata Carlos akhirnya.
“Tidak perlu.”
“Jangan keras kepala. Kau bisa terkena hujan di luar.”
Tidak ada jawaban dari Jill, gadis itu hanya terdengar menghela napas. Membuat Carlos kian yakin, telah terjadi sesuatu pada Jill. Sebab biasanya, ia tidak segan-segan berdebat dengan Carlos.
🌸🌸🌸
Tak perlu membuang-buang waktumu dengan mengirimiku banyak pesan.
Aku hanya akan menghubungimu untuk sesuatu yang penting.Melalui layar ponsel, Jill membaca kalimat itu sekali lagi. Rasa sesak kembali menyerang dadanya. Sekali pun, Eric tidak pernah semarah ini. Mereka memang sering berdebat, namun tidak pernah berakhir dengan saling mengabaikan satu sama lain. Kali ini, tampaknya kekesalan Eric sudah berada di ambang batas.
Jill benar-benar merasa bersalah. Padahal, Eric hanya terlalu mempedulikannya. Namun dengan egois, ia justru membalas perhatian lelaki dengan rangkaian kalimat bernada menyakitkan.
Di sisi lain, Carlos yang tengah mengendarai mobil diam-diam melirik ke arah Jill. Berulang kali, perempuan itu terlihat menatap dan mengusap layar ponselnya dengan wajah sedih. Sangat berbeda dengan Jill yang dikenalnya sehari-hari.
“Hei,” Carlos memutuskan bersuara, “kau … diputuskan oleh kekasihmu?”
Jill menatap Carlos sebentar, lalu mendengus. “Aku tidak punya kekasih.”
“Lalu? Kenapa kau berlagak seperti seorang gadis yang baru saja putus cinta?”
“Kenapa kau begitu ingin tahu?”
“Aku tidak ingin tahu. Hanya saja, aneh rasanya melihatmu seperti ini.”
Jill tidak menyahut. Ia memandang ke depan. “Berhenti di depan gerbang bercat hitam itu.”
Carlos mengikuti instruksi tersebut. Menghentikan mobil tepat di depan sebuah gerbang yang ditunjuk oleh Jill. Ia menyapu pandangan ke sekeliling lalu bertanya, “Jadi, kau tinggal di sini?”
Sembari melepas seatbelt Jill berdeham, “Hm.”
“Apa aku perlu mengantarmu sampai ke dalam?” tanya Carlos lagi.
“Tidak perlu. Sampai di sini saja.” Jill membuka pintu, lalu bergerak turun dari mobil. Sembari menutupnya kembali ia berkata, “Terima kasih atas tumpangannya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beautiful Rose
RomanceFelicia Roselyn Adams memiliki seluruh kriteria wanita idaman Carlos Spencer. Bak sekuntum mawar putih, Felicia cantik, anggun dan elegan. Pembawaannya yang kalem dan misterius sungguh menarik hati Carlos. Hingga lelaki itu berusaha mengerahkan sege...