“Jill, apa kau … benar-benar sebatangkara?”
Pertanyaan yang dilontarkan Carlos membuat Jill terdiam sejenak. Gadis itu mengalihkan wajah, menjatuhkan pandangan ke atas lantai.
“Tidak,” sahutnya kemudian, “aku memiliki ibu dan … seorang kakak.”
Kerutan di dahi Carlos kian dalam. “Jadi, di mana mereka? Mengapa kalian tidak hidup bersama?”
Jill mengembalikan tatapan pada Carlos, sorotnya menyatakan tidak suka. “Mengapa kau begitu ingin tahu?”
Carlos mendengus sebal. “Kalau saja kau lupa, kau sudah berhutang budi terlalu banyak padaku. Aku juga mengijinkanmu mendatangi tempat ini sesering yang kau mau, bahkan kini, aku merekrutmu bekerja di sini. Jadi, apa ada alasan yang membuatku tidak berhak mengetahui latar belakangmu?”
Jill mengumpat dalam hati.
“Atau jangan-jangan, sebenarnya kau adalah … seorang buronan?”
Sontak, kedua bola mata Jill mendelik. “Hei, jangan bicara sembarangan!”
“Kalau begitu, beri tahu aku asal-usulmu yang sebenarnya.” Carlos membalas tenang. Ia masih berdiri di hadapan Jill dengan kedua tangan terlipat di dada, menunggu gadis itu memberikan keterangan. Namun alih-alih menjawab, Jill justru bangkit dari sofa. Dengan gerakan sedikit kasar, ia meletakkan gelas pemberian Carlos ke atas meja.
“Aku menolak menjawab. Jika kau begitu ingin tahu, cari saja sendiri,” Jill berkata enteng. Kemudian, ia melenggang begitu saja, meninggalkan Carlos yang justru kian sebal padanya.
“Hei, aku bisa mengusirmu, kau tahu!” sentak Carlos.
Masih dengan posisi memunggungi Carlos, Jill melambaikan tangan dengan seenaknya. “Kau tidak akan melakukan itu.”
“Kenapa ti—Jillian! Jillian!”
Carlos mendengus kesal tatkala Jillian tidak lagi menoleh padanya. Perempuan itu cepat-cepat bergerak menaiki anak demi anak tangga.
🌸🌸🌸
Si bodoh itu. Apa dia memiliki pakaian ganti?
Carlos bertanya dalam hati. Ia berjalan mondar-mandir dalam kamar, benar-benar merasa bingung. Sejak meninggalkannya di ruang keluarga beberapa puluh menit lalu, Jill sama sekali tidak keluar dari persembunyian.
Apa dia tidak mandi? Apakah sebaiknya, aku meminjamkannya baju?
Carlos bergerak menuju closet pribadinya, mengeluarkan sehelai kaus dari sana. Saat pandangannya jatuh ke bagian celana, lelaki itu tertegun lagi.
Haruskah aku meminjamkannya juga?
Carlos menggaruk kepala yang tidak gatal, kian merasa bingung. Saat bertemu Jill tujuh bulan lalu, perempuan itu membawa beberapa helai pakaian dalam ranselnya. Maka meski Carlos mengijinkannya menginap beberapa hari, ia tidak harus memusingkan perihal pakaian.
Tetapi hari ini, Jill hanya memiliki kaus dan jeans lusuh yang melekat di tubuhnya. Tidak mungkin perempuan itu mengenakan pakaian yang sama setelah ia selesai membersihkan diri.
Baiklah, untuk malam ini saja. Carlos memutuskan meminjamkan Jill sepasang pakaian. Oleh karena itu, ia mengambil sebuah celana hitam selutut. Ia membawa benda itu beserta kaus yang telah dipilihnya ke depan kamar Jill.
“Jillian,” panggil Carlos seraya mengetuk pintu bercat hitam tersebut. Namun, tidak ada jawaban.
“Jillian!” Carlos memanggil sekali lagi, dengan nada lebih keras. Hasilnya, tetap nihil.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beautiful Rose
RomanceFelicia Roselyn Adams memiliki seluruh kriteria wanita idaman Carlos Spencer. Bak sekuntum mawar putih, Felicia cantik, anggun dan elegan. Pembawaannya yang kalem dan misterius sungguh menarik hati Carlos. Hingga lelaki itu berusaha mengerahkan sege...