“Untukmu.”
Carlos meletakkan dua buah paperbag tepat di hadapan Jill. Membuat Jill yang tengah fokus mengetikkan sesuatu pada laptopnya sontak mendongak. Ia menatap heran pada Carlos, lalu beralih pada kantung belanja tersebut.
“Apa ini?”
Seingat Jill, ia tidak menitipkan apa pun pada Carlos.
“Kau lihat saja,” Carlos menyahut singkat sembari melepas jaketnya. Menyisakan kaus berwarna hitam, yang membuat bagian dada lelaki itu tercetak sempurna.
Pelan-pelan, Jill meraih kantung tersebut. Ia melongok sejenak untuk melihat isinya, lalu tertegun.
“Pakaian? Bukankah tadi kau mengatakan hanya pergi ke mini market?” Jill bangkit dari sofa, mengekori Carlos yang berderap menuju dapur.
Satu jam lalu, sepulang dari kantor, Carlos memang kembali pergi dengan alasan harus membeli sesuatu di mini market. Namun sekembalinya ke apartemen, ia justru tidak membawa apa pun selain dua kantung pakaian.
“Hm. Sayangnya aku tidak menemukan apa yang kucari. Dan sepulang dari sana, aku menyempatkan singgah ke sebuah toko pakaian.”
“Tapi … untuk apa?”
“Untuk apa lagi?” Carlos balas bertanya, “Kau tahu, penampilanmu benar-benar mengganggu pandangan.”
Jill menelusuri tubuhnya sendiri, sungguh merasa bingung. Rasanya, tidak ada yang salah dengan pakaiannya, sebab ia justru menggunakan kaus pemberian Carlos semalam. Yah, kaus putih yang melekat di tubuhnya memang sangat kebesaran, hotpants yang ia kenakan bahkan nyaris tidak terlihat. Tetapi, mau bagaimana lagi? Ia tidak mungkin mengenakan kembali pakaiannya yang sudah kotor.
“Bergantilah. Baju itu terlihat tidak cocok untukmu,” Carlos berkata lagi, tanpa menoleh pada Jill. Lelaki itu berjalan menuju lemari es, mengambil sebotol air mineral dan meneguknya.
“Mestinya kau tidak perlu repot-repot melakukan ini. Besok, aku sudah kembali ke tempat tinggalku.”
Carlos tampak diam sebentar, seakan tengah berpikir. Kemudian, sembari menutup pintu lemari es ia bertanya, “Jill, bukankah kau menyukai tempat ini?”
Jill mengangguk. Seingatnya, ia pernah menyatakan hal itu pada Carlos. “Memangnya kenapa?”
Carlos memutar tubuh ke arah Jill. Ia memandang gadis itu lantas kembali bertanya, “Bagaimana jika kau tinggal di sini saja?”
🌸 🌸 🌸
Mengenakan berbagai produk perawatan kulit adalah rutinitas wajib bagi Felicia, usai membersihkan diri di kamar mandi. Saat ini, ia tengah berada di depan cermin, membubuhkan serum pada wajahnya yang putih berkilau, sebening porselain. Tepat di saat yang sama, suara deritan terdengar, seiring kemunculan ibunya di ambang pintu.
“Kau tidak makan?” tanya Easter.
“Ya, Ibu. Sebentar lagi.”
Easter melangkah pelan memasuki kamar Felicia. Ia berdiri di belakang gadis itu, menatap wajah cantik anaknya pada pantulan cermin. Selama beberapa detik, hening mengikat kedua orang itu.
“Felicia, kau harus berhati-hati.” Easter berkata kemudian. Ada nada cemas dalam suaranya.
Gerakan tangan Felicia lantas terhenti. Melalui cermin, ia membalas tatapan Easter. “Ada apa, Ibu?”
“Beberapa hari ini, aku mendapati sebuah mobil hitam berhenti di depan rumah kita. Aku khawatir, kalau-kalau seseorang tengah mengintaimu. Dan yang paling aku takutkan, seseorang itu adalah—“

KAMU SEDANG MEMBACA
My Beautiful Rose
RomanceFelicia Roselyn Adams memiliki seluruh kriteria wanita idaman Carlos Spencer. Bak sekuntum mawar putih, Felicia cantik, anggun dan elegan. Pembawaannya yang kalem dan misterius sungguh menarik hati Carlos. Hingga lelaki itu berusaha mengerahkan sege...