Carlos melangkah memasuki kafetaria sembari bersenandung kecil. Sejenak, ia mengantri demi mengambil menu makan siang. Usai menerima nampan yang diangsurkan pramusaji, Carlos mengitarkan pandangan, mencari bangku yang masih kosong. Saat itulah, pandangannya tertumbuk pada seorang wanita cantik yang duduk seorang diri di sudut ruangan.
Felicia Roselyn Adams. Carlos mengetahui namanya dari William, sebab lelaki itu memiliki daftar nama karyawan yang baru saja bergabung dalam Harvest Corps. Ya, Felicia adalah karyawan yang baru bekerja selama satu minggu, sebagai accounting staff. Namun kecantikannya telah membuat namanya begitu cepat tersiar ke seluruh karyawan, terkhusus kaum adam. Sayang, menurut kabar yang beredar, wanita itu terlalu kaku dan misterius. Sehingga beberapa karyawan lelaki yang mencoba flirting kepadanya terpaksa bergerak mundur akibat respon Felicia yang kurang bersahabat.
Menghela napas sebentar, pandangan Carlos seketika tertumbuk pada Mia, sang istri direktur yang merangkap sebagai staf junior. Perempuan itu tampak termenung sembari memandangi wajah William yang duduk di barisan depan. Tersenyum sebentar, Carlos lantas melangkah ke arah Mia, mengibas-ngibaskan tangan tepat di depan wajahnya.
"Apa kau memang hobi mengganggu orang lain?" Mia bertanya kesal, seraya memandang Carlos dengan kernyitan di dahi. Merasa terusik dengan kehadiran lelaki itu.
Carlos tertawa kecil. Dengan gerakan pelan, ia meletakkan nampan di atas meja, lalu mengambil posisi di hadapan Mia.
"Kau merasa terganggu?" Carlos bertanya santai, tanpa rasa bersalah. "Oh tentu saja, kau sedang menikmati wajah suamimu. Bahkan terlalu menikmati, sampai kau belum menyentuh makananmu sama sekali." Carlos menolehkan kepala, memandang William yang berada cukup jauh di depan mereka. "Dilihat dari jauh seperti ini, dia memang tampan," ucapnya sambil mengangguk-anggukkan kepala.
Mia mendengus sebal, lalu mulai menyantap makanannya.
"Mia," panggil Carlos.
"Hm?"
"Kau mengenal Felicia?" tanya Carlos, seraya kembali mencuri pandang pada wanita berkulit putih bersih di bagian pojok kafetaria.
Mendengar pertanyaan Carlos, Mia terdiam sebentar. Lalu, ia mengangkat wajah, menatap Carlos dengan dahi berkerut.
"Felicia Adams? Karyawan baru di divisi keuangan?"
Carlos mengangguk cepat.
"Tentu saja, kami berada di divisi yang sama. Memangnya kenapa?"
Sembari memutar-mutar sedotan dalam minumannya, Carlos bertanya, "Dia orang yang bagaimana?"
Mia meletakkan sendok di atas piring, kemudian tampak berpikir. "Hm ... menurut penglihatanku, dia sosok yang tertutup, tidak terlalu suka bergaul. Selain itu, hanya berbicara seperlunya saja. Pokoknya, dia terlihat misterius. Memangnya kenapa?" Mia bertanya lagi. "Oh astaga, jangan bilang kau..."
Mendapati senyuman di wajah Carlos, Mia mendecak. Lantas, wanita itu menggeleng-gelengkan kepala. "Jangan. Kau akan patah hati," katanya.
Carlos mengernyit heran. "Hm? Mengapa kau berkata begitu?"
"Kau terlalu berisik untuk sosok pendiam seperti Felicia. Aku yakin, dia akan terganggu dengan kehadiranmu."
Carlos memasang senyum terpaksa pada wajahnya, menahan sekuat tenaga untuk tidak mengumpati Mia. Meski begitu ingin melakukannya, Carlos sadar, ia masih ingin hidup dengan selamat. Di barisan kanan, William beberapa kali melirik ke arah mereka. Carlos menyadarinya dengan baik. Ia bahkan yakin, begitu jam makan usai, lelaki itu akan segera menginterogasi dirinya.
"Ternyata aku bertanya pada orang yang salah," gumam Carlos seraya menggaruk bagian belakang telinga. "Omong-omong, semakin lama kau semakin mirip dengan William. Ternyata benar yang orang katakan, pasangan yang berjodoh, lama kelamaan akan semakin mirip."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beautiful Rose
RomanceFelicia Roselyn Adams memiliki seluruh kriteria wanita idaman Carlos Spencer. Bak sekuntum mawar putih, Felicia cantik, anggun dan elegan. Pembawaannya yang kalem dan misterius sungguh menarik hati Carlos. Hingga lelaki itu berusaha mengerahkan sege...