BAB 18

1.3K 125 72
                                        

"Sejujurnya, aku berbohong saat mengatakan..." Carlos menarik napas, "kau tidak cantik."

Jill terpekur mendengar kalimat yang meluncur dari bibir Carlos. Nyaris saja ia memercayai apa yang lelaki itu ucapkan, tetapi kemudian pandangannya jatuh pada kaleng bir di atas meja. Perempuan itu mengambil napas panjang.

"Jadi, sudah berapa banyak bir yang kau minum?" tanyanya kemudian. "Sepertinya kau sudah terlalu mabuk, hingga mengucapkan kata-kata yang begitu aneh."

Jill bangkit dari kursi. Tatapannya menghujam wajah Carlos. Lantas ia kembali berkata, "Jangan minum terlalu banyak, kau bisa mengalami sakit kepala saat bangun esok pagi. Aku harus tidur lebih dulu."

Jill bergerak kemudian, meninggalkan Carlos yang menatap kosong pada punggungnya. Lelaki itu tidak mengatakan apa pun. Ia membuang napas panjang, lalu kembali menenggak bir bak orang kehausan.

***

"Kenapa kau menyembunyikannya?" Carlos bertanya pada William dengan diiringi tatapan tajam. Setibanya di kantor, lelaki itu memutuskan untuk bertemu sang bos besar, demi mempertanyakan hal yang menghantui pikirannya sejak malam tadi. "Aku bahkan baru sadar, ketika aku meminta data diri Felicia padamu, aku tidak menemukan status pernikahannya di sana. Apa kau sengaja melakukan ini?"

William menempelkan tubuh pada sandaran sofa, matanya menatap Carlos dengan tenang. "Aku hanya merasa ... dia lebih berhak menyampaikannya secara langsung padamu. Kenapa? Setelah mengetahui kenyataan yang sebenarnya, kau ingin mundur?"

Carlos memijit pelipis yang terasa nyeri. Selain efek bir yang dikonsumsinya malam tadi masih tersisa, juga akibat kepenatan yang memenuhi kepala. "Will, ini tidak semudah yang kau bayangkan."

"Aku tahu ini tidak mudah," William menyela, "itu sebabnya aku bertanya, apa kau ingin mundur? Kau ingin menyerah hanya karena masa lalunya tidak sesuai harapanmu?"

"Aku tidak pernah mempermasalahkan itu, Will, sungguh. Hanya saja ... ibuku tidak akan menyukainya."

Hening kemudian. Carlos meremas rambutnya frustrasi, sedang William hanya mampu memandangi lelaki itu tanpa suara. Ia jelas tahu, Carlos berantakan. Segala sesuatu memang tidak pernah mudah jika sudah menyangkut ibunya.

"Ibuku menyukai Jill," lirih Carlos. Mendengarnya, pupil William melebar.

"Gadis berantakan itu?"

Carlos mengangguk, kedua tangannya bergerak menekap wajah. Helaan napas panjang terdengar kemudian. "Ibuku bahkan berupaya mendekatkan kami. Dan sekarang, aku benar-benar bingung harus bagaimana...."

***

Suasana Lind's Restaurant tampak senyap ketika Carlos dan Felicia berjalan berdampingan memasukinya. Dipandu seorang waitress, mereka mengambil posisi duduk di bagian tengah. Sepulang dari kantor, Carlos mengajak Felicia bertemu dan mereka memutuskan dinner bersama.

Gadis pelayan berambut sebahu itu berpamitan ke dapur, setelah Carlos dan Felicia menyebutkan pesanan. Menyisakan dua orang yang saling bertatap kemudian.

"Bagaimana pekerjaanmu?" Carlos membuka pembicaraan.

"Sampai sejauh ini, semuanya baik-baik saja."

Jawaban perempuan itu membuat Carlos mengangguk-angguk. "Baguslah kalau begitu. Felicia ... kau tahu bukan, kalau aku sangat menyukaimu?"

Felicia bergeming. Tatapan Carlos begitu mengintimidasi.

"Maaf jika kemarin aku tidak memberikan jawaban apa pun. Aku hanya sedikit terkejut. Tapi satu hal yang harus kau tahu ... apa yang terjadi padamu di masa lalu, sama sekali tidak mempengaruhi perasaanku. Persetan dengan status. Aku menyukaimu, Felicia. Tidak peduli bagaimana pun keadaannya."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 11, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Beautiful RoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang