BAB 4

2.9K 540 198
                                    

Halo, apa kabar gaes?
Ada yg kangen? Hueheue...

Nih, aku bawain akang Carlos.
Happy reading!❤️

🌸🌸🌸

Jill bersenandung riang sembari menata hidangan di atas meja. Malam ini, demi memenuhi ujian ketiga yang Carlos berikan, ia menyiapkan dua porsi beef steak, dua gelas orange juice, cheesecake sebagai dessert, serta sepiring buah-buahan sebagai pelengkap. Perempuan itu tersenyum puas, dalam hati sungguh berharap semoga Carlos menyukai hidangan yang telah ia siapkan.

Jill melirik jam yang menggantung di dinding, waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Sebentar lagi Carlos akan segera pulang, pikirnya. Maka ia memutuskan menunggu sembari memainkan ponsel. Tepat saat itu, sebuah chat masuk via whatsapp. Jill tersenyum begitu menemukan nama pengirimnya.

Eric Jefferson. Sang dokter tampan.

Minggu depan kau jadi datang bukan?

Dengan cepat, jemari Jill bergerak mengetikkan balasan.

Tentu. Aku sudah sangat rindu.

Jill menghela napas, seiring ingatannya melayang jauh. Pada seseorang yang begitu ia cintai, melebihi apa pun yang ada di dunia ini.

🌸 🌸 🌸

Carlos menelusur wajah Felicia yang duduk di hadapannya. Sejak awal kedatangan mereka, perempuan itu terlihat menundukkan kepala. Ia hanya mendongak sesekali saat Carlos mengajaknya berbicara. Selebihnya, Felicia lebih banyak bungkam.

Dalam hati, Carlos menyimpan heran. Saat Felicia mengajaknya makan malam di lift tadi, Carlos pikir perempuan itu menunjukkan sinyal bahwa ia mulai dapat menerima kehadiran Carlos. Namun sebaliknya, sepanjang acara makan malam mereka, Carlos justru dihadapkan pada patung es berwujud manusia.

Berupaya memecah keheningan, Carlos berdeham. Ia meraih gelas berisi virgin margarita di atas meja, lalu meneguknya pelan. Sembari kembali meletakkan minuman tersebut ia bertanya, "Omong-omong, sebelum bergabung dengan Harvest Corps, kau bekerja di mana?"

Felicia mendongak menatap Carlos. "J-Group, Sir," sahutnya kemudian.

"Ah, perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi itu?"

Felicia mengangguk.

"Kau pasti sangat teliti. Biasanya, orang yang menyukai bidang akuntansi seperti itu," Carlos berkata lagi.

"Tidak begitu, Sir," Felicia menyahut datar.

Carlos menarik napas sepanjang mungkin, mulai bingung harus bertanya tentang apa lagi. Sebab sejak awal, ia selalu lebih dulu mengajak berbicara, sedang Felicia hanya menjawab dengan dua atau tiga kata. Perempuan itu bahkan tidak balas bertanya padanya, seakan ia tidak peduli dengan kehidupan Carlos. Atau mungkin, ia memang tidak peduli dengan kehidupan orang lain.

"Sir," Felicia tiba-tiba memanggil.

Carlos sontak bersorak dalam hati. Akhirnya Felicia memutuskan membuka suara dengan suka rela, bukan semata-mata hanya menjawab pertanyaan Carlos seperti sebelumnya.

"Ya?"

"Apakah saya boleh meminta tolong pada Anda?"

"Tentu," Carlos menyahut cepat. Tentu saja, ia merasa sangat senang apabila dapat membantu wanita cantik tersebut.

My Beautiful RoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang