☠ Fear | O7

323 42 2
                                    


Dikamar, Jeongguk menjerit histeris. Sayangnya suaranya terpendam bantal yang ia bekapkan ke mulutnya sendiri. Demi tuhan, Jeongguk malunya luar biasa. Bibir bagian bawahnya ia gigit, ketika mengangkat wajahnya dari bantal, warna merah benar-benar pekat di wajahnya.

Gadis berambut hitam itu lalu menepuk-nepuk pipinya, merapikan kuncir kudanya lalu membuka lemarinya. Meraih jaket jeans dan memakainya. Tangannya menenteng hoodie hitam milik si pemuda bermata hazel, sedangkan sebelah tangannya lagi meraih buku gambar A5 berserta sebuah pensil yang tiba-tiba sudah ada di atas nakas di samping ranjangnya.

Ketika sampai di bawah, ia dapat melihat sosok Jack memunggungi dirinya di depan pintu. Di depan pemuda hazel itu terlihat bayang-bayang Somi dan Hendric yang bercengkrama bersama. Jeongguk berjalan mendekat, berdeham dan menyodorkan hoodie hitam Jack dengan wajah menunduk.

Pemuda yang hanya mengenakan kaos putih itu menoleh, menatap Jeongguk datar dan menerima hoodie hitamnya, meski begitu rona merah di wajahnya tak bisa disembunyikan. Setelah Jack memakainya, Hendric dan Somi berjalan mendekat.

"Jack, ayah memanggilku. Jadi, bye! " kata pemuda riang itu. Somi membalas melambaikan sebelah tangan, Jack hanya mengangguk sekali, dan Jeongguk melambai canggung.

"Jadi.. Ada apa kemari? " tanya Jeongguk sedikit ketus dengan rona merah di wajahnya, Somi mengangkat sebelah alis, tersenyum miring dan memutuskan untuk tidak ikut campur, memilih masuk ke dalam rumah dan pergi ke dapur untuk berburu camilan.

Jack menatap gadis berkuncir kuda dihadapannya datar, "bukankah kemarin kau bilang ingin berjalan-jalan? " tanya pemuda itu. Jeongguk mengerjap, lalu mengangguk ragu.

"Tunggu apa lagi, ayo. " terlalu sibuk melamun, Jeongguk tak menyadari jika Jack sudah beberapa langkah di depannya. Gadis itu tersentak dan mengatakan kepada pemuda itu untuk menunggu sebentar.

Jeongguk melongokkan kepala ke dalam rumah, menangkap sosok Somi yang tengah mengunyah sesuatu di dekat wastafel dapur, "Somi, aku pergi. Apa mulutmu tidak apa-apa? "

Somi tetap mengunyah dengan pelan, mengangkat sebelah jemarinya dengan lambang 'ok' kepada Jeongguk, tanda ia baik-baik saja dan mengizinkan kakaknya itu pergi bersama si pemuda berhoodie hitam.

Jeongguk akhirnya menutup pintu dan menyusul Jack yang sudah lebih dulu pergi, pemuda itu benar-benar menyebalkan! Gerutu Jeongguk dalam hatinya tentu saja.

Perjalanan mereka hanya diisi keheningan, Jack sepertinya memang tipe orang yang tak mudah diajak bicara. Sesekali Jeongguk ber woah ria ketika melihat pemandangan yang belum pernah ia temui di kota.

Seketika Jeongguk teringat jika tujuannya membawa buku gambar A5 dan pensil adalah untuk melukis pemandangan yang menurutnya patut diabadikan. Sebenarnya Jeongguk juga membawa kamera, tetapi ia sedang tak ingin menggunakannya, lagipula ia sudah lama tak mengasah bakat melukisnya itu.

Gadis itu jadi mengingat padang rumput penuh domba, dimana ia melihat Jack pertama kali disana. "Eumm.. Jack-"

"Taehyung. " potong Jack datar. Jeongguk membuka mulutnya kebingungan dengan kerutan di dahinya. "Taehyung? Siapa? " tanya gadis itu polos. Sedangkan Jack menghela nafas, menoleh ke arah gadis yang tengah bersamanya dan melakukan kontak mata dengan manik hitam yang berkilau itu.

"Taehyung, nama asliku. Kau bisa memanggilku begitu. " jelas Jack atau Taehyung?

"Uhmm.. T-Taehyung..? " panggil Jeongguk ragu-ragu, Jack atau mulai saat ini panggil dia Taehyung berdeham menyahuti. Senyum tipis terulas di bibir tebalnya, sudah sejak lama ia tak mendengar seseorang memanggil nama aslinya disini.

Jeongguk entah mengapa bersemu, hanya karena bisikan kecil di pikirannya mengatakan jika mungkin saja hanya dirinya yang mengetahui nama asli Taehyung disini. "T-Taehyung, apa kita bisa ke padang rumput yang penuh domba itu? "

Mendengar permintaan Jeongguk Taehyung sedikit mengernyit, tak begitu paham tempat yang Jeongguk maksud. "Padang rumput? Penuh domba? " ulang pemuda itu kebingungan. Alis tebalnya saling bertaut.

Jeongguk mencebik ketika Taehyung tak bisa menangkap tempat yang ia maksud, "itu, tempat dimana aku pertama kali melihatmu, lalu kau menatapku tajam.. " cicitnya diakhir kalimat. Pasalnya mengingat tatapan Taehyung padanya waktu itu kembali membuat tubuhnya sedikit gemetar ketakutan.

Taehyung terlihat mengernyit, lalu melepas tautan alisnya dan ber ah mengerti. Pemuda itu kemudian terkekeh, "kau? Takut padaku? " tanyanya. Jeongguk mengerucutkan bibirnya, mengangguk sembari melirik reaksi pemuda disampingnya yang ternyata hanya terkekeh saja.

"Baiklah, ayo kesana. " ajaknya, tangan besarnya refleks menggandeng tangan halus Jeongguk, membuat gadis itu mematung dengan wajah bersemu. Jantungnya berdegup begitu kencang, seakan ia tengah berada di tengah kegugupan.

Ah, gugup ya..

"Wuah.. " Jeongguk terkagum-kagum ketika mereka akhirnya sampai di padang rumput yang Jeongguk maksud. Dapat ia lihat domba-domba warna putih yang berjalan kesana-kemari tengah memakan rumput atau hanya sekedar bermain dengan domba lainnya.

Taehyung tersenyum miring melihat reaksi Jeongguk, memutuskan untuk mendudukkan diri dibawah pohon besar disana. Jeongguk yang masih berdiri penuh kekaguman itu tiba-tiba merasa bingung ketika tak mendapati sosok Taehyung di sekitarnya, ketika ia menoleh, ia tanpa sadar mencebikkan bibir.

Gadis itu berlari mendekati sosok Taehyung yang memejamkan mata dan menyenderkan kepala di Batang pohon. Melihat itu Jeongguk ikut duduk bersila, membuka buku gambarnya dan menggoreskan pensilnya. Ditengah goresannya, gadis itu melirik Taehyung.

"Emm, waktu itu kau sedang apa? " tanya gadis itu, pasalnya ia begitu penasaran melihat Taehyung yang berdiri ditengah padang rumput bersama kerumunan domba. Taehyung membuka matanya seketika, melirik Jeongguk dan kembali menutup matanya.

"Melakukan sesuatu. " jawabnya singkat, Jeongguk mengerucutkan bibir. Merasa tak puas sama sekali dengan jawaban yang Taehyung lontarkan padanya. "Sesuatu apaa? " desaknya.

Taehyung tersenyum miring, "mengumpulkan darah domba. " jawab pemuda itu, Jeongguk sontak berhenti menggoreskan pensil di buku gambar, gadis itu menatap Taehyung yang masih memejamkan mata sepenuhnya.

"Untuk.. Apa? " lirih gadis itu, helaan napas berat terdengar. "Kau tak perlu tau. " dingin Taehyung. Jeongguk sontak terdiam, menyadari mungkin saja ia telah mengusik Taehyung.

"Maaf.. " lirihnya. Taehyung membuka mata setelah mendengarnya, mengangkat sebelah tangan dan mengusak kepala Jeongguk. "Bukan masalah. " katanya.

"Emm, selain dirimu, siapa lagi yang memiliki nama asli? " tanya Jeongguk lagi sembari tangannya kembali menggoreskan warna kelabu ke buku gambarnya.

"Hendric, nama aslinya Hoseok. Paman George yang kau tau itu namanya Gongyoo omong-omong. " jawab Taehyung. Angin berhembus pelan, menerbangkan anak rambut yang ada di sekitar pelipis Jeongguk. Gadis itu membulatkan bibirnya sembari terus fokus mendengarkan Taehyung berbicara.

"Bibi Irina. Nama aslinya Joohyun, Jessica nama aslinya Jimin. " Jeongguk menoleh, mengerutkan dahi, "sebenarnya berapa usia bibi Jessica? " Taehyung terlihat tersenyum miring.

"Ia seusia denganku, lebih tua dua tahun darimu. " Jeongguk kembali membulatkan bibirnya mengerti. Gadis itu kemudian kembali terfokus pada karyanya.

"Lalu suami Jessica, namanya Steven. Sebelum dipanggil Steven, namanya adalah Yoongi. Sudah, setahuku hanya itu. Tapi pasti ada lebih banyak dari itu. " jelas Taehyung yang diakhiri gumaman. Jeongguk menggerakkan kepala ke atas dan bawah, tanda jika ia mengerti apa yang Taehyung ucapkan.

"Umm... Taehyung, " panggil Jeongguk. Taehyung hanya diam, sedikit berdeham sebagai tanda jika ia mendengarkan.

Jeongguk menggigit bibirnya, "apa kau bukan asli sini..? " tanya gadis itu.

Sedetik kemudian, Taehyung membuka matanya dengan sorot tajam.

tbc.
© xeanoona

Fear Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang