☠ Fear | 15

286 33 0
                                    


Setelah percakapan bersama ayah dan ibunya yang berujung pertanyaan tanpa jawaban, Jeongguk menguap dan memutuskan untuk pergi ke kamarnya untuk tidur. Setelah mengecup pipi Namjoon dan Seokjin bergantian tentunya.

Gadis itu masih memikirkan kira-kira apa yang membuat Somi mual-mual hingga demam malam ini. Jeongguk melepas kemejanya, mengganti jeans yang ia kenakan menjadi celana pendek sepaha yang nyaman dikenakan untuk tidur.

Setelah memasukkan kemeja dan celana jeans ke keranjang baju kotor, Jeongguk merebahkan tubuhnya ke ranjang. Onix hitamnya menatap langit-langit kamar dengan alis menukik tajam. Dirinya masih memikirkan apa yang membuat adiknya seperti ini.

Pada akhirnya Jeongguk tak mendapat jawaban apa-apa, memilih untuk memiringkan badan ke kanan dan kembali memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan Somi.

"Tunggu dulu, bukankah warga disini merencanakan sesuatu pada keluarga kami? " bisik Jeongguk mengingat percakapan Hoseok dan Taehyung tadi. Gadis itu juga mengingat dimana Taehyung yang begitu mengenaskan meminta maaf padanya dan mengatakan jika ia tak pantas hidup.

Jeongguk sontak mendudukkan dirinya, mengingat lagi dimana ia pertama kali melihat Taehyung tengah melakukan sesuatu di padang rumput. Ketika ia bertanya, Taehyung menjawab jika dirinya tengah mengumpulkan darah domba. Tapi, untuk apa?

Gadis itu mengacak rambutnya dan memilih bangkit, membuka pintunya dan melangkahkan kaki jenjangnya ke depan pintu kamar Somi. Setelah menghela napas, Jeongguk mengangkat tangannya, mengetuk pintu kamar adiknya tiga kali dan memangil namanya lirih.

"Somi? Boleh aku masuk? "

Tak ada jawaban, Jeongguk mengerucutkan bibirnya, berniat kembali ke kamarnya sebelum suara Somi menyuruhnya masuk terdengar. Gadis berambut hitam itu kemudian membuka pintu kamar Somi, menutupnya kembali dan berjalan mendekati adiknya yang terbaring lemas di atas ranjang.

"Ada apa? " tanya Somi serak, gadis itu sudah tau tengah sakit tetap saja memainkan ponselnya. Apakah tidak pusing? Jeongguk bertanya-tanya. Gadis itu menggelengkan kepalanya melihat tingkah ajaib adiknya itu.

"Bagimana keadaanmu? " tanya Jeongguk, gadis itu mendudukkan dirinya ditepi ranjang Somi, membenarkan selimut adiknya dan mengelus lengan dingin Somi. Somi terkekeh, mengerling pada kakaknya dan kembali fokus dengan ponselnya.

"Aku baik, hanya saja kepalaku terasa ingin copot dari leherku. " guraunya. Jeongguk hanya tersenyum, ikut menatap ke layar ponsel Somi yang menampilkan laman belanja online. Jeongguk menepuk lengan Somi gemas, "kau ini, sudah tau sakit bukannya istirahat malah membuka ponsel dan belanja online. Apasih maumu?!! " gemas Jeongguk.

Somi mengaduh, mendelik pada kakaknya dan meleletkan lidahnya. "Tidak peduli, lagian aku hanya ingin melihat-lihat saja. " bela Somi. Jeongguk mendengus, mencapit hidung adiknya dengan kedua jarinya dan menariknya gemas hingga Somi memekik ribut, tangannya memukul-mukul lengan Jeongguk yang mencubit hidungnya.

Jeongguk terkekeh, sampai netranya menangkap goresan luka di pergelangan tangan Somi. Gadis itu terdiam, melepaskan capitan jarinya di hidung Somi dan menarik lengan adiknya secepat kilat. "Apa ini?!! " tuntut Jeongguk. Somi terlihat bingung, ikut menatap lengannya yang tergores di pergelangan tangan dan mengedikkan bahu.

"Entahlah, aku lupa. Sepertinya tergores ranting pohon saat aku terjatuh tadi. " jawabnya tak acuh. Sedangkan Jeongguk menatap tajam adiknya, "kau bercanda? Mana ada ranting pohon ditanah saat kau terjatuh. " bantah Jeongguk.

Somi memutarkan bola matanya, menatap kakak sulungnya tenang dan tersenyum. "Aku baik-baik saja Jeongguk, I'm fine. Berhenti khawatir padaku, khawatirkan dirimu sendiri sebelum menghawatirkan orang lain. " ujar Somi.

Jeongguk terdiam, gadis itu hanya mengamati sosok Somi yang mematikan ponsel dan meletakkannya ke nakas disamping ranjang, lalu memiringkan badan membelakangi Jeongguk dan merapikan selimut.

"Pergilah Jeongguk, aku baik-baik saja. " usir Somi. Jeongguk mengalah, merapikan selimut Somi sejenak kemudian berjalan mendekati pintu kamar adiknya. "Selamat tidur, " gumamnya kecil, lalu mematikan lampu kamar Somi dan menutup pintu kamar adiknya dengan pelan.

Mendengar suara pintu tertutup, Somi membalikkan badan, menatap pintu kamarnya sendu dan mengulas senyum tipis. "Aku hanya tidak mau kalau kau memaksa menggantikanku jika kau mengetahui semuanya Jeongguk, kau sudah terlalu sering berkorban untukku, kali ini biarkan aku berkorban untukmu. " lirih Somi.

Gadis berambut karamel itu mengulas senyum sendu, masih dengan tatapan yang terpaku pada pintu. Tangannya mengelus pergelangan tangannya, menyentuh goresan melintang disana. "Sebentar lagi. Mereka memang biadap. " gumam Somi.

Dibalik pintu, Jeongguk menyenderkan punggungnya ke pintu kamar Somi. Gadis itu merasa ada yang adiknya sembunyikan darinya, dan itu bukan hal bagus. Firasatnya benar, ada hal yang tidak beres dengan kota ini, dan akan ada hal buruk yang menimpanya berserta keluarganya.

Jeongguk memejamkan mata, menyenderkan kepalanya ke pintu kamar Somi dan menghela napas. "Aku harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. " gumamnya pelan.

Kemudian gadis berambut hitam itu membuka mata dan memutuskan untuk pergi ke kamarnya. Menutup pintu, mematikan lampu kamar, dan menutup tubuhnya dengan selimut. Memejamkan mata dengan gelisah dan berharap tak ada sesuatu yang terjadi.

Jeongguk mengerjap, pandangannya mengedar. "Ini dimana? " gumamnya kebingungan. Jeongguk yakin seratus persen jika dirinya tadi terbaring diatas ranjang, berselimut tebal, dan memejamkan mata dengan sedikit gelisah. Mengapa tiba-tiba dia berada disini? Berdiri seperti orang bodoh ditengah-tengah padang rumput.

Jeongguk mendongakkan kepala, menatap langit yang begitu cerah. Gadis itu menghela napas, hendak berjalan untuk mencari orang lain, sampai kemudian Netra gelapnya menangkap sosok familiar. "Somi? " bisiknya tak percaya.

Jeongguk berlari mendekati sosok siluet yang ia duga adiknya, "Somi! " pekiknya. Sosok itu berbalik, menatap Jeongguk dengan senyum cerah. Membuat Jeongguk ikut melebarkan senyum dan memacu kakinya untuk semakin dekat dengan adiknya.

Sayangnya, tiba-tiba angin kencang datang, membutakan pandangan Jeongguk, ketika ia membuka mata, langit menggelap, burung gagak berterbangan, domba-domba dengan wajah mengerikan mengelilinginya. Raut wajah Jeongguk menegang, gadis itu hendak pergi, tetapi kakinya terjebak di sebuah genangan lumpur tempatnya berpijak.

Gadis itu panik, menggerak-gerakkan kakinya. Jeongguk mendongak, menatap Somi yang menunduk jauh di depan sana. "Somi! " panggilnya ketakutan. Domba-domba mengerikan itu mengelilingi Jeongguk, mengeluarkan suara mengembik diiringi koak an gagak yang berterbangan.

"Som-" Jeongguk membulatkan kedua matanya. Sosok Somi tengah menatapnya tajam dengan bola mata menghitam. Kuku ditangan gadis itu menghitam dan memanjang, aura hitam keluar dari tubuh adiknya. Merambat ke mana-mana menciptakan kekeringan di rumput yang disentuh oleh aura hitam.

Jeongguk panik ketika domba-domba tadi menyingkir, sekana mempersilakan Somi yang sudah berubah menjadi mengerikan itu untuk mendekatinya. Kaki adiknya melangkah perlahan, semakin menguarkan aura hitam yang membuat gagak berjatuhan, domba bergelimpangan, dan rumput-rumput menghitam.

Jeongguk merasakan napasnya tercekat ketika aura hitam yang menguar daru tubuh Somi mencapai kakinya. Merambat ke lututnya, perutnya, dadanya, hingga akhirnya mencapai lehernya. Gadis itu tak sempat mengelak ketika tiba-tiba Somi berada di depannya dengan wajah mengerikan, mengulurkan tangan berkuku panjang dan hitam. Mencekik lehernya kuat-kuat.

"S-somi hk-" Jeongguk tercekat, sesuatu terasa menyakitkan ketika Somi menyentuhnya. Seakan jiwanya terserap ke tubuh adiknya yang menjelma menjadi iblis mengerikan. Iblis yang menggunakan wujud adiknya itu menyeringai, semakin mengeratkan cekikannya dan membuat Jeongguk memejamkan mata pasrah.

"Haaahk! " Jeongguk terbangun tiba-tiba, netranya berpendar. Ia berada di kamarnya, keringat tipis melapisi kulitnya, membuat gadis itu menggerakkan tangannya untuk mengelap cairan tubuhnya. Napasnya masih tersegal, Jeongguk menatap kosong ke depan.

"Apa lagi ini.. " lirihnya.

tbc.
© xeanoona

Fear Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang