Jeongguk mengatur napasnya yang berantakan, tangannya terangkat meremas rambut panjangnya yang juga berantakan. Gadis itu menatap pintu kamarnya, mengernyitkan dahi ketika mendengar suara bisik-bisik yang cukup keras.
Gadis itu menyibak selimut, mengangkat tubuhnya untuk berdiri diatas lantai yang begitu dingin. Jeongguk melangkah pelan, membuka pintu kamar dan sedikit melongok ke pembatas. Ah, kedua orang tuanya ternyata.
Langkah kakinya begitu perlahan, sembari telinganya berusaha menangkap apa yang diributkan kedua orang tuanya malam-malam begini.
"Jeongguk? " kepalanya yang semula menunduk menatap kakinya yang menuruni tangga spontan mendongak, menatap Seokjin dan Namjoon yang saling lirik dan menatapnya heran.
Jeongguk tersenyum kikuk, "uh, aku terbangun. " jelasnya. Seokjin terlihat menghela napas dan menatap Namjoon sekilas, lalu memasuki dapur dan sepertinya berniat membuatkan Jeongguk segelas cokelat hangat.
Sedangkan Jeongguk menatap Namjoon yang terlihat rapi malam-malam begini. Dahinya mengernyit tak suka, alisnya bertaut tajam. "Daddy mau kemana malam-malam begini? " tanya Jeongguk.
Namjoon tersenyum kikuk, melirik istrinya yang terlihat tak peduli lalu berdeham. "Paman George meneleponku tadi, ia memerlukan bantuan dan memintaku datang ke sekolah. " sorot mata Namjoon terus membuntuti pergerakan Seokjin yang sama sekali tidak menatapnya. Sepertinya istrinya marah padanya.
Jeongguk melipat tangan di dada, menatap ayahnya menyelidik. "Memerlukan bantuan apa? " tanya Jeongguk. Namjoon menggaruk tengkuknya yang pasti tidak gatal, Seokjin terlihat menikmati momen dimana suaminya benar-benar terintimidasi oleh putrinya sendiri.
"Ayolah, kenapa kalian berdua melarangku keluar membantu George? " rengek Namjoon yang tentunya membuat sebelah alis Jeongguk terangkat geli dan putaran bola mata istrinya sendiri. Ah, dua wanita ini memang kompak.
"George meminta bantuanku, aku tidak tahu ia meminta bantuan apa sungguh. Ia hanya memintaku segera datang ke sekolah. " rayu Namjoon. Seokjin dan Jeongguk saling lirik, "malam-malam begini? " cetus Seokjin.
Namjoon menghela napas lelah, menatap istrinya sayu. "Kita sudah membicarakannya, dear. " Jeongguk mengamati kedua orang tuanya yang terkesan seperti pasangan muda yang mabuk Asmara, memikirkannya membuat gadis itu terkekeh sendiri.
"Somi masih sakit, Namjoon. " peringat Seokjin, wanita berambut sebahu itu memberikan Jeongguk mug putih dengan asap mengepul dan membenarkan mantel tebal suaminya. "Hanya sebentar dan cepat kembali tanpa luka sedikitpun. "
Namjoon tersenyum cerah, mengecup kilat bibir istrinya tanpa mempedulikan Jeongguk yang melotot melihatnya. Mengacak rambut Putri sulungnya dan berlalu keluar rumah. Jeongguk mengernyit, menempelkan kedua telapak tangannya ke permukaan mug yang hangat dan menatap Seokjin.
"Mommy tidak mengantarkan Daddy? " tanya Jeongguk, gadis itu membuntuti ibunya yang kini duduk di sofa dan menyetel televisi dengan volume sedang. Agar tidak menganggu tidur lelap Eunwoo dan Somi. Apalagi Somi, gadis karamel itu sedang tak enak badan.
Seokjin memutar bola matanya malas, "Daddy mu menolak, katanya ingin jalan kaki saja biar sehat. " jawab Seokjin. Jeongguk ber oh ria dan menyeruput cokelat panas buatan Seokjin. Keadaan hening seketika, hanya terdengar suara televisi karena Seokjin dan Jeongguk sama-sama fokus pada acara televisi.
"Mommy.. " suara kecil nan serak itu membuat kedua wanita di depan televisi menoleh ke arah tangga, mendapati sosok bocah laki-laki menggemaskan yang tengah mengucek matanya dan menyeret teddy bear.
Seokjin berdiri, mendatangi putranya dan menggendongnya. Membawanya ke sofa dimana Jeongguk berada. Gadis itu mengusak rambut adiknya setelah Mommy nya kembali duduk di sebelahnya. "Terbangun boy? " tanya Jeongguk.
Seokjin diam, memilih untuk merapikan rambut mencuat putranya dan mendengarkan dialog putra dan putrinya. "Eung, aku bermimpi digigit domba.. " jelas Eunwoo, bocah itu menguap dan menyenderkan pipinya ke bahu Mommynya nyaman.
Jeongguk sedikit terdiam setelah mendengar jawaban adiknya tadi. Apa katanya? Digigit domba? Jeongguk menggelengkan kepalanya, mengusir pikiran-pikiran buruk yang berdatangan. Gadis itu menoleh, menatap ibunya yang begitu fokus menonton acara televisi sembari menepuk-nepuk lembut punggung Eunwoo.
Gadis berambut hitam itu melirik ke atas, dimana pintu kamar Somi terlihat dari tempatnya duduk. Perasaannya tak enak, ada rasa cemas ketika mendengar adik keduanya tiba-tiba jatuh sakit. Padahal menurut Jeongguk adiknya itu memiliki fisik yang cukup kuat.
"AAAARGH! " jeritan memekakkan telinga itu membuat ketiga orang yang duduk di sofa terperanjat kaget. Seokjin langsung melepaskan pelukan Eunwoo dari tubuhnya dan menyerahkan putranya ke Jeongguk, wanita berambut sebahu itu bergegas menaiki tangga menuju kamar Somi. Sumber teriakan tadi.
Jeongguk tak kalah cemas sebenarnya, tapi gadis itu hanya bisa diam dan menggendong Eunwoo yang terbangun karena jeritan Somi. Gadis berambut hitam itu menggigit bibir, memeluk adiknya erat. Seketika ia teringat dengan mimpinya, dimana Somi menjadi...
"JEONGGUK, SUSUL DADDYMU SEKARANG! "
Teriakan Seokjin itu membuat Jeongguk bertambah cemas, gadis itu bukannya langsung menyusul ayahnya malah bergegas menaiki tangga menyusul ibunya. Mata bulatnya membelalak ketika mendapati adiknya kejang-kejang dengan mulut terbuka dan mata melotot. Eunwoo makin mengeratkan pelukannya di leher kakaknya, menyembunyikan wajahnya di bahu Jeongguk.
"Ayo Jeongguk, susul Daddy.. " lirih bocah itu. Tapi Jeongguk hanya mengelus punggung bocah itu pelan dan mendekati Seokjin yang sudah berurai air mata. "Somi kenapa mom? " panik Jeongguk. Gelengan Seokjin menjadi jawaban. Ibu tiga anak itu benar-benar cemas ketika mendapati Putri keduanya itu kejang-kejang dengan mata melotot terbuka dan mulut menganga.
"Mommy tidak tahu, sekarang kau dan Eunwoo susul Daddy mu. Cepat Jeongguk! " bentak Seokjin, Jeongguk tak tersinggung, ia tau jika Mommy nya itu pasti ketakutan. Jadi, yang ia lakukan adalah menganggukkan kepala cepat dan berlari sembari menggendong Eunwoo yang ternyata mulai terisak ketakutan.
"Somi kenapa Jeongguk, dia tidak akan meninggalkan kita kan? " runtuh sudah pertahanan Jeongguk, air matanya mengalir mendengar bisikan kecil adiknya. Gadis itu terisak pelan, mengeratkan pelukannya pada Eunwoo dan terus berlari menuju sekolahan dimana Daddynya berada.
"Somi hanya kelelahan, dia pasti akan baik-baik saja. Dia tidak akan meninggalkan kita Eunwoo, tidak akan ada yang meninggalkan kita. " bisik Jeongguk menenangkan, sedikit lega ketika Eunwoo menganggukkan kepalanya. Meski begitu, hatinya benar-benar tak tenang.
"Jeongguk! " merasa namanya dipanggil, gadis itu mengentikan langkah dan menoleh. Mendapati Taehyung yang baru saja membanting pintu mobil. Berlari mendatanginya dan menarik lengannya ke mobil. Jeongguk memberontak tentu saja.
"ikut aku Jeongguk, ke sekolah bukan? Lebih cepat dengan mobil! " bentak Taehyung, seketika membuat Jeongguk melemas dan menangis dibahu kecil Eunwoo. Dua bersaudara itu begitu kacau membuat Taehyung tak tega. Pemuda itu mengepalkan tangannya dan segera melajukan mobilnya menuju sekolahan.
"K-kenapa ada tanda silang di pintu rumah warga Tae? " tanya Jeongguk lirih. Gadis itu mulanya bingung, mengapa adiknya menarik-narik bajunya. Ketika Jeongguk menunduk, Eunwoo menunjuk ke luar jendela. Dimana pintu rumah tiap warga memiliki tanda silang warna merah disana.
"Tae? " tanya Jeongguk, gadis itu merasa was-was ketika menyadari sorot mata tajam milik Taehyung. Pemuda itu menatapnya bergantian dengan jalanan depan lewat spion.
"Itu darah domba. " sahut Taehyung datar. Jawaban itu tentunya tak membuat Jeongguk puas, gadis itu menurunkan Eunwoo agar duduk disampingnya dan memeluk pinggangnya lalu menatap spion dengan alis bertaut.
"Darah domba? Untuk apa? " beo Jeongguk dengan nada yang sedikit meninggi. Taehyung hanya diam, melirik Jeongguk dari spion dan fokus mengendalikan mobil menuju sekolahan dimana Namjoon berada.
tbc.
© xeanoona
KAMU SEDANG MEMBACA
Fear
Horror[Finished] Semua bermula dari kepindahan mereka sekeluarga ke sebuah kota terpencil yang begitu jauh dari ibukota. Menuruti saran sahabatnya, sang kepala keluarga memutuskan untuk pindah rumah ke sebuah rumah kosong di kota tersebut. Tanpa menyada...