Seokjin makin panik ketika tiba-tiba bola mata Somi yang menatapnya perlahan berubah menjadi hitam sepenuhnya. Kejang-kejang yang tadi dialami Putri keduanya itu berhenti, gadis karamel itu perlahan bangkit, mendekati ibunya yang terdiam dan mundur teratur.
Manik Seokjin bergetar mengamati perubahan mengerikan yang Somi perlihatkan, "kau.. Kau bukan Somi.. " lirihnya. Air mata menetes, mengalir melewati pipi. Seokjin merasa begitu terpukul melihat Somi yang benar-benar bukan Somi saat ini.
Gadis karamel itu mengeliatkan tubuhnya, membuka mulutnya yang mneghitam begitu lebar hingga Seokjin berpikir mungkin rahang gadisnya menjadi lunak atau menghilang. Mata hitam Somi menatap ibunya lurus, berjalan terus mendekati wanita berambut sebahu itu.
Menyadari adanya bahaya, Seokjin segera membanting pintu kamar Somi, berlari turun ke bawah. Hendak meraih gagang pintu yang membatasi luar rumah dengan dalam rumah tapi sayangnya tubuhnya tiba-tiba terhempas.
Ibu tiga anak itu memekik, meringis menahan sakit akibat benturan keras punggungnya dengan dinding. Maniknya bergetar menatap Putri keduanya yang berubah sepenuhnya tengah menuruni tangga dengan perlahan, seakan menikmati ketakutan Seokjin yang semakin meningkat.
Seokjin tercekat, memundurkan tubuhnya hingga terpentok dinding dan menggeleng pasrah menatap Somi. Berharap usaha yang akan ia lakukan berhasil menyadarkan Somi.
"S-Somi, ini Mommy dear.. " lirih Seokjin, tapi nihil. Tubuh Somi sepenuhnya bukan miliknya lagi. Jiwa Somi menghilang, digantikan oleh jiwa iblis yang dipanggil oleh Steven malam itu. Seokjin terkekeh miris, harusnya ia menanggapi firasatnya yang juga memburuk saat kepindahan mereka.
Firasat kehilangan yang begitu besar ketika ia menatap Putri keduanya, Somi. Dan ternyata memang benar, ia benar-benar kehilangan Putri keduanya. Karena kecerobohannya sendiri mengabaikan firasat buruknya.
"Aku Mommy yang buruk.. " miris Seokjin. Wanita berambut sebahu itu sudah pasrah dengan apa yang akan dilakukan iblis didalam tubuh Putri keduanya. Ia tak akan melawan, biarlah ia pergi terlebih dahulu. Toh, ia menganggap ini sebagai bayaran akibat ia mengabaikan firasat buruknya.
"Hhhk! " benar saja, tangan Somi terulur, mencekik leher Seokjin kuat. Warna hitam merambat bagai sulur tanaman di kulit leher yang Somi sentuh. Seokjin terkekeh, meneteskan air mata dan menatap mata hitam Putri keduanya lembut. "M-mommy, menyayangimu.. "
Bruk.
Tubuh Seokjin terjatuh ketika Somi melepaskan cekikannya di leher wanita yang kini hanya tinggal tulang berbalut kulitnya. Iblis dalam tubuh Somi akan menyerap energi manusia yang disentuhnya, tentu saja membuat manusia itu langsung mati seketika.
Di sisi lain, Jeongguk berlari kesetanan menuju ruangan ayahnya di sekolah. Di belakangnya sosok Taehyung yang tengah menggendong Eunwoo ikut berlari menyusul gadis yang kacau itu.
"Daddy! " panggil Jeongguk setengah terisak, pintu ruangan ayahnya tak bisa dibuka. Semakin geram, gadis itu menghentakkan knop pintu dengan sembrono diiringi isakannya yang mengeras. Taehyung yang melihatnya geram, menenangkan Eunwoo sebentar dan menarik bahu Jeongguk agar gadis itu bersandar pada tubuhnya.
"Dengar Jeongguk, netralkan dulu amarahmu, okay? Kalau tidak semuanya akan terasa sulit bagimu. Ya? " bisik Taehyung ditelinga Jeongguk. Gadis itu sesegukan, meremas pakaian yang Taehyung kenakan dan mengangguk kacau.
Maka, Taehyung menyerahkan Eunwoo ke gendongan Jeongguk, mendorong gadis itu lembut agar menjauh dari pintu dan pemuda itu berlari menabrakkan bahunya ke permukaan pintu. Mendobraknya.
Tiga kali dobrakan belum juga membuat pintu itu terbuka, Taehyung menggeram kesal, dengan gemas ia menendang pintu itu yang seketika menjeplak terbuka. Jeongguk langsung berlari masuk diikuti Taehyung, menghampiri sosok ayahnya yang tergeletak ditengah ruangan.
"Taehyung! " pekik Jeongguk, gadis itu tak bisa membangunkan ayahnya. Taehyung menggertakkan giginya. Mendatangi Namjoon dan menekan satu titik di tubuh pria itu. Tiba-tiba saja Namjoon terbatuk dan terbangun. Jeongguk dan Taehyung dengan sigap membantu pria paruh baya itu duduk.
Namjoon terlihat geram menatap Taehyung, sedangkan pemuda itu balas menatap Namjoon kosong. Ia tahu, ia tahu kalau ia bersalah, tapi apa boleh buat, ia tak bisa melakukan apa-apa untuk melawannya. "Brengsek! " umpat Namjoon keras.
Jeongguk terkejut mendengar ayahnya mengumpat untuk pertama kali, begitu pula dengan Eunwoo yang kebingungan dengan apa yang ayahnya katakan. Belum selesai keterkejutannya, Namjoon bangkit, membogem rahang Taehyung yang menyebabkan pemuda itu terlempar.
"Daddy, No! " pekik Jeongguk dan Eunwoo. Gadis itu kembali menangis dan menurunkan Eunwoo dari gendongan. Menggelayuti lengan ayahnya agar Namjoon tak memukuli Taehyung lagi. Gadis itu terisak, Eunwoo juga ikut menangis dan menggeleng kepada ayahnya. Namjoon menghela napas melihat keadaan kacau kedua anaknya, meredakan amarahnya dalam sekali tarikan napas dan memeluk kedua buah hatinya.
Taehyung hanya diam, pemuda itu tak mau bangkit dari lantai kotor yang menjadi tumpuannya saat ini. Tatapannya kosong, ingatannya berlabuh ketika dirinya dan keluarganya juga turut menjadi korban dari keegoisan warga kota ini.
Pemuda itu terkekeh serak, terdengar begitu miris di telinga Namjoon dan Jeongguk. Pria paruh baya itu menghela napas, melepaskan pelukan erat Jeongguk dan Eunwoo membuat gadis itu menggeleng kalut ketika mengira jika ayahnya akan kembali menghajar Taehyung.
Tapi Namjoon menggeleng sembari menatap putrinya, mengisyaratkan jika ia tak akan melakukan apa yang ada di pikiran putrinya. Maka, dengan berat hati Jeongguk melepaskan pelukannya di tubuh Namjoon dan menggendong Eunwoo lagi. Menatap dari tempatnya sembari menggigit bibir ketika Namjoon melangkah mendekati Taehyung.
"Jack.. " panggil Namjoon, pria itu belum tau tentang nama asli Taehyung. Ia hanya tau jika dirinya ditipu oleh sahabatnya sendiri dan warga kota lalu melampiaskan kekesalannya ke seorang pemuda yang bahkan juga korban sepertinya dulu. Namjoon berjongkok, mengelus rambut Taehyung dan tersenyum.
"Maafkan aku. " tulusnya. Taehyung terdiam, matanya perlahan kembali diisi binar kehidupan yang kini bergerak menatap Namjoon bingung. "K-kenapa? " tanya Taehyung serak, rahangnya masih sakit omong-omong. Namjoon menghela napas, tanpa menjawab pertanyaan Taehyung, pria itu mengangkat tubuh Taehyung berdiri dan memapahnya.
"Ayo Jeongguk, sepertinya ada yang tidak beres setelah melihatmu menyusulku yang tak sadarkan diri setelah dipukul sahabatnya sendiri. " dingin Namjoon geram, pria itu melangkah menuju mobil Taehyung yang terkesan di parkirkan secara asal-asalan.
"Kau bisa menyetir? " tanya Namjoon, Taehyung mengangguk hendak mengambil alih kursi kemudi tapi Jeongguk menarik lengannya dan menatap tajam pemuda itu. "Lukamu harus diobati! " bentak Jeongguk.
Namjoon menggaruk tengkuknya, "eum, dear? Kau tidak lupa jika ibumu tak mengizinkanku menyetir bukan? " ingat Namjoon. Seketika Jeongguk melemas, berdecak kesal ia menarik lengannya yang masih mencengkram lengan Taehyung, lalu berjalan memasuki mobil.
Namjoon terkekeh, menepuk bahu Taehyung jahil dan bergegas duduk di samping kursi kemudi. Taehyung menggigit pipi dalamnya gemas, mengingat ekspresi Jeongguk yang tengah melarangnya untuk menyetir mobil karena lukanya tadi.
"Ekhem! " Taehyung terperanjat. Namjoon menatapnya dengan sebelah alis terangkat dari dalam mobil membuat pemuda itu salah tingkah dan segera masuk ke dalam mobil. "M-maaf! " pekiknya tanpa sadar.
Namjoon terkekeh, terhibur dengan tingkah malu-malu pemuda yang dicintai oleh Putri sulungnya itu. Oh, tentu saja Namjoon tau perasaan berbunga-bunga putrinya setiap kali melihat sosok pemuda yang kini tengah mengemudikan mobil dengan serius.
"Setidaknya ia bisa menyetir mobil dengan baik. " kekeh Namjoon miris, kepalanya ia senderkan ke jendela. Setetes air mata membasahi pipi tegasnya. Hatinya terasa kosong, dan ia sadar, mungkin ia sudah kehilangan belahan hatinya saat ini.
"Maafkan aku Seokjin.. " lirihnya.
tbc.
© xeanoona
KAMU SEDANG MEMBACA
Fear
Horror[Finished] Semua bermula dari kepindahan mereka sekeluarga ke sebuah kota terpencil yang begitu jauh dari ibukota. Menuruti saran sahabatnya, sang kepala keluarga memutuskan untuk pindah rumah ke sebuah rumah kosong di kota tersebut. Tanpa menyada...