PROLOG

5 0 0
                                    

Aku terbangun di tengah heningnya malam. Keringat dingin mengucur tak henti-hentinya. Apa yang aku lihat tampak seperti kejadian nyata.

"Tidak, tidak. Aku hanya bermimpi," ucapku menenangkan diri.

Sudah lama sejak tahun 1767 tidak ada lagi cerita mengenai monster gevaudan bersliweran. Namun, anehnya di tiga hari terakhir aku memimpikan monster itu. Aku sungguh tak menyangka bahwa cerita mengenai gevaudan akan kembali seperti ini.

"Ah, kuharap memang hanya mimpi biasa. Tuhan, semoga mimpi ini tidak terjadi."

Aku berdoa agar mimpiku kali ini tidak menjadi sebuah kejadian nyata di kehidupan kami -para penduduk desa Lozere, mengingat bahwa setiap hal yang muncul dalam mimpiku akan menjadi sebuah kejadian yang nyata.

Aku mencoba bangun dari ranjang tidurku sembari memejamkan mata sesekali untuk menenangkan diri. Kupulihkan seluruh kesadaranku dan mulai berjalan menuju kulkas pendingin makanan yang berada di ruang belakang.

Segelas susu, ya, kuharap dapat menghilangkan rasa cemasku setelah bermimpi buruk malam ini -untuk kesekian kalinya. Kuputuskan untuk duduk di ruang tamu menghadap jendela luar sembari menikmati segelas susu yang telah kutuang. Lalu lalang para makhluk tak kasat mata seakan menemaniku terjaga di setiap malam, termasuk malam ini.

"Apakah rasa susu itu enak?" Seberkas suara menembus gendang telingaku seketika. Terlihat Fleur -hantu cantik yang selalu menemaniku sejak kecil, muncul dan duduk dengan anggun di kursi seberang lengkap dengan haute couture miliknya. Seulas senyuman ia lemparkan terhadapku.

"Delicieux," (enak) ucapku.

Aku tak begitu mempedulikan Fleur sebab mataku masih menahan kantuk. Kutinggalkan Fleur di ruang tamu dan aku kembali ke kamar selepas menghabiskan susu manis itu.

Wusshhh...

Angin kencang menerpa tetiba dikala aku membuka pintu kamar. Rasanya sedikit berbeda, yang pasti ini bukanlah angin topan dan semacamnya. Rambut panjangku yang terurai mengikuti arus angin dan menutup pandangan mataku. Tampak sekelebat cahaya emas muncul dari balik pintu dikala seluruh ruangan rumah hanya disinari cahaya remang. Tangan kiriku berusaha menyingkirkan apapun yang menghalangi pandanganku, sedangkan tangan kanan berusaha membuka pintu di sela ricuhnya angin, serta kakiku tetap berusaha berjalan tegak.

"Zutta."

Cahaya emas dan ramainya angin mendadak berhenti selepas gendang telingaku menangkap radar suara yang menyebut namaku. Aku tetap berusaha berdiri, menatap sosok yang tak asing dalam tangkapan mataku.

"Kakek Gustaff?" tanyaku menuntut pembenaran.

"Bersiaplah, Zutta."

Wusshhhh...

Suara gemuruh angin dan silaunya cahaya emas seakan menerkamku tetiba. Aku mencoba mempertahankan diri. Namun, semuanya sia-sia. Kesadaranku mulai habis, aku tak sadarkan diri.

***

Departement de La Lozere [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang