BAB 8

0 0 0
                                    


Bukan semua manusia itu dapat disebut sebagai musuh

sebab sesungguhnya yang menjadikan ia musuh adalah hati dan pikirmu sendiri.

-

                 Sorot matahari masuk melalui jendela dan tepat menyilaukan mataku. Aku memutuskan untuk membuka mata dan mengerahkan tanganku untuk menghalangi cahaya yang silau itu.

             “Oh, maaf, aku tidak bermaksud membangunkanmu,” suara Arthur perlahan merangsang telingaku.

             “Sudah pagi, ya?” tanyaku sembari memposisikan diri untuk bangun. “Aduhh.” Aku lupa bahwa diriku masih terluka.

             “Hei, berhati-hatilah. Lukamu itu belum sembuh,” pinta Arthur sembari mendekat dan membantuku bangun.

             “Terima kasih,” ucapku selepas aku bisa duduk dengan baik.

             “Sudah merasa lebih baik?” tanya Arhur.

             “Iya, tidak terlalu sakit seperti tadi malam. Rasa sakitnya sudah berkurang,” jawabku. “Maaf, ya, Arthur, tadi malam aku berpikir buruk tentangmu,” lanjutku.

             “Mengenai ramuan?”

             Aku mengangguk tanda mengiyakan. “Tidak apa-apa. Aku tahu kau pasti masih ragu karena kita memang belum saling mengenal,” jelas Arthur. Arthur tampak sangat baik terhadapku. Sepertinya ia memang orang yang baik.

             Tak berselang lama, Arthur beranjak meninggalkanku. Kemudian ia kembali membawa beberapa roti baguette dan segelas susu.

             “Ini, makanlah! Kau pasti lapar,” ucap Arthur sambil menyodorkan baguette dan susu yang dibawanya.

             “Kau sendiri?”

             “Di belakang masih ada. Aku akan mengambilnya lagi,” jelas Arthur.

             Aku menerima pemberian Arthur sambil menjawab, “terima kasih.”

             “Apa baguette masih menjadi tren di masa depan?” Arthur bertanya ketika ia kembali dengan baguette miliknya.

             “Tentu saja. Orang-orang Perancis sangat menyukai roti ini, bukan?” tanyaku balik.

             “Iya, tetapi aku terkadang bosan memakannya, haha,” Arthur mengundang canda.

             “Memangnya ada makanan lain di zaman yang masih kuno ini?”

             “Heh, jangan meledek zamanku ini, ya. Banyak makanan enak yang bisa aku buat,” Arthur menyanggah perkataanku.

             “Benarkah?”

             “Iya, kau tidak percaya?” Arthur meyakinkanku.

             “Tidak.” Aku menjawabnya sedikit ketus, berniat melontarkan canda pada Arthur sembari memasukkan cuilan roti baguette ke dalam mulutku.

             Arthur tampak jengkel terhadapku. Sepertinya ia menanggapi perkataanku dengan serius. “Apa kau kuat berjalan?” tanyanya kemudian.

             Sontak ku hentikan tindakanku memakan roti. “Memangnya kenapa? Kau akan mengusirku?” aku memastikan dan menatapnya.

             Arthur tidak menjawab. Ia kemudian beranjak mengambil beberapa buah gelondong kayu yang cukup besar lengkap dengan perkakasnya. Aku tetap menatapnya. “Apa yang akan kau lakukan? Apa itu tidak berat?” tanyaku kemudian.

Departement de La Lozere [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang