BAB 11

0 0 0
                                    

Dunia ini kejam.

Dunia ini adil.

Berkorban dan mengorbankan adalah sepasang jalan hidup

yang akan selalu kautemui di dunia yang kejam sekaligus adil ini.

-

"Zutta, apapun yang terjadi, kau harus kembali ke duniamu," ucap Arthur sambil tetap membuka buku warisan leluhur yang ia ambil dari dalam jubah yang masih kupakai.

"Tidak, Arthur. Aku tidak bisa membiarkanmu sendirian dalam suasana seperti ini." Aku menolaknya.

"Bagaimanapun juga, akan berbahaya jika kau tetap di sini. Ini bukan tempatmu." Arthur tetap memaksaku. "Pulanglah sekarang! Sentuh halaman ini!" perintahnya dengan menyodorkan buku di halaman 39.

"Tapi, Arthur..."

"Zutta!" suara Arthur meninggi. "Cepatlah! Ini demi keselamatanmu," lanjutnya.

"Hahaha..." Gelak tawa yang bersahutan membuat aku dan Arthur mendadak diam serta menatap ke sumber suara. Tampak dua orang jahat yang sama, Kevin dan temannya berditi di belakangku yang masih bersimpuh tak berdaya. Kali ini mereka tak membawa tombak, melainkan sebuah pedang yang mereka pegang masing-masing. Aku sangat ketakutan.

"Arthur..." ucapku lirih.

"Pulanglah sekarang, kumohon." Arthur berbisik dan memberikan buku yang ia buka kepadaku. Kemudian ia berdiri menghadap Kevin dan temannya. Sungguh aku tidak mengerti apa yang harus aku perbuat. Jika aku meninggalkan Arthur sendirian, itu tidaklah baik. Arthur akan menghadapi bahaya sendirian. Aku sangat ingin membantunya. Akan tetapi, aku sendiri tak mengetahui kekuatan apa yang aku miliki.

"Kevin? Raymond? Ada apa lagi?" Arthur tampak memberanikan diri.

"Sombong sekali, haha." Kevin tak menghiraukan ucapan Arthur.

"Sudah kubilang bahwa aku tidak akan memberikan monster gevaudan ataupun kekuatanku kepada Balaam." Suara Arthur meninggi tegas.

"Diam, berengsek!" Kevin menyentak. Aku terkejut ketakutan mendengarnya. "Oh, tunggu sebentar. Wanita manis yang kau sembunyikan itu, apa dia kekasih barumu?" Kevin menunjuk dan menatapku. Bulu kudukku berdiri, aku semakin takut. Kutelan ludah untuk membasahi kerongkonganku yang kering sejak tadi. Tubuhku mematung.

"Kau tak perlu membawanya ke dalam masalah kita, Kevin. Kau hanya punya masalah denganku. Jadi, hadapilah aku!" tukas Arthur.

"Oh, oh, tentu saja dia perlu dibawa ke dalam masalah kita, Arthur. Jika dia adalah kekasih hatimu, aku tidak akan membiarkanmu mendapatkannya karena kaupun merenggut kekasih hatiku, haha." Kevin mengatakannya dengan percaya diri. Aku semakin mematung.

"Dia bukan kekasihku. Jangan pernah menyentuhnya!" Suara Arthur terdengar mengerikan. "Zutta, pergilah sekarang!" tegasnya padaku.

"Raymond! Kau tahu apa yang harus kau lakukan?" Kevin menatapku licik. Pikiranku buyar.

Tak berselang lama, Kevin mengeluarkan pedangnya. Ia tampak bersiap melawan Arthur. Tepat seperti dugaanku, Arthur dan Kevin bertarung. Aku sangat takut jika Arthur akan kalah, mengingat bahwa dirinya tak membawa senjata apapun. Aku tetap berdoa agar Arthur tidak mengalami kekalahan.

Di sisi lain, aku tersadar bahwa Raymond perlahan berjalan mendekat terhadapku yang masih terduduk di tanah. Aku tercekat dan berusaha mundur dengan tumpuan tangan dan kakiku.

Departement de La Lozere [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang