Sebenarnya kebahagiaan memang sederhna.
Kau hanya perlu ketulusan untuk mendapatkan kebahagiaan itu.
-
“Arthur, sebelah sana!” teriakku sambil menunjuk ke arah ikan trout yang bergerombol.
Arthur tampak bersiap melesatkan tombak kayu runcing yang ia telah ia buat sebelumnya ke arah ikan trout sedangkan aku hanya duduk di pinggir sungai, bermain air, serta mengawasi gerombolan ikan trout yang sekiranya dapat ditangkap. Jelasnya, aku seperti tuan putri yang hanya duduk manis dan memerintah terhadap Arthur. Beberapa kali Arthur kesulitan melesatkan tombak kayunya. Akan tetapi, setelah beberapa menit berlalu, Arthur berhasil menombak empat ikan trout. Artinya, ikan tersebut sudah cukup untuk mengenyangkan perut.
“Aku sudah mendapatkan empat ikan, haha. Hebat, bukan?” Arthur sedikit menyombongkan diri.
Aku terdiam dan hanya mengulas senyum kecil terhadap Arthur. “Mengapa wajahmu seperti itu? Lihatlah, aku berhasil menangkap mereka. Apa kau tak senang?” tanya Arthur.
Aku menghela napas sejenak. “Tidak, aku sangat senang kau berhasil menangkapnya. Hanya saja, aku memikirkan kembali tentang diriku sendiri,” jawabku sambil memainkan air sungai dengan tanganku.
“Ada apa? Kau ingin pulang sekarang?” Arthur kembali bertanya.
“Bukan begitu juga. Sampai sekarang aku hanya belum mampu menemukan kekuatan yang ada pada diriku. Aku berpikir, apa jangan-jangan aku punya kekuatan sepertimu? Alhasil, ketika aku ingin menggerakkan benda-benda di alam sesuai kehendakku, aku tak bisa,” jelasku. Arthur terdiam. “Apa kekuatanku adalah dapat mengendalikan air? Alhasil, nihil lagi. Aku tidak bisa menguasai air sesuai kehendakku,” lanjutku.
Kemudian, Arthur berjalan mendekat dan memposisikan diri untuk di sebelahku serta berkata, “mungkin saja kekuatanmu sama sekali tidak berhubungan dengan pengendalian alam, Zutta.” Arthur tampak meyakinkanku.
“Lalu, apa, ya? Apa jangan-jangan takdir yang ditujukan padaku ini salah?” tanyaku sambil menatap ke atas –menatap rimbunnya daun-daun yang hijau.
“Tidak, kurasa takdir tidak salah menunjukmu,” ucap Arthur.
“Bagaimana bisa?”
“Entahlah. Aku hanya meyakininya,” jawab Arthur. “Intinya jangan pernah menyerah terhadap keadaan. Memang sudah tugasmu untuk mencari jati diri mengenai siapa dirimu dan kekuatan apa yang ada padamu sehingga kita bisa menyelamatkan orang-orang di sekitar kita,” lanjutnya.
“Hm, berkali-kali aku diyakinkan seperti itu. Namun, aku sendiri tidak pernah yakin pada diriku sendiri.”
“Buang rasa ketidakyakinanmu. Jangan sampai rasa tidak yakinmu itu menjadi kelemahanmu. Apa kau tega jika seluruh manusia di dunia ini diperbudak oleh orang-orang yang menyalahgunakan kekuatannya? Padahal, seharusnya, sebelum itu terjadi, kau bisa menyelamatkan mereka,” ucap Arthur.
“Jelas aku tidak mau itu terjadi,” jawabku lirih.
“Maka dari itu, temukan jati dirimu. Kau membutuhkan kekuatan itu untuk menjaga diri. Jika kita –para pemilik kekuatan supranatural berhati baik, enggan untuk mencari kekuatan dari dalam diri kita sendiri, maka, ya, sudah, dunia ini akan diperbudak oleh orang-orang yang menyalahgunakan kekuatannya dan tentunya mereka akan menggunakan monster gevaudan untuk keabadian diri mereka sendiri. Apa kau mau itu terjadi?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Departement de La Lozere [END]
Fantasy*Catatan : Jika kalian pernah mendengar potongan kisah mengenai monster gevaudan (La Bete du Gevaudan) yang telah memakan banyak korban di Lozere, Prancis sebelum tahun 1767, maka inilah salah satu cerita di balik segalanya. Bacalah dan tetap berhat...