Semua mimpi adalah nyata jika kau mau bertindak dan mewujudkannya.
-
Aku berjalan menelusuri tepi aliran sungai yang dipenuhi banyaknya bebatuan. Entah apa yang aku lakukan disini, akupun tak mengerti. Aku merasa tidak asing dengan pemandangan yang aku lihat ini. Sebuah sungai kecil dengan air jernih yang mengalir, bebatuan menyebar, juga pepohonan di sekelilingnya sangatlah rindang. Udara yang aku hirup juga terasa sangat segar. Aku terus berjalan meskipun aku tak mengerti tujuan. Sejatinya, aku masih mencari pembenaran tentang keberadaanku saat ini.
Samar-samar kulihat sesosok laki-laki dari kejauhan. Ia tampak duduk di sebuah batu besar membelakangi arah kedatanganku. Pikirku, aku harus terus berjalan ke tempatnya sehingga aku bisa bertanya. Kulewati satu persatu bebatuan kecil di sekelilingku. Jarakku dengan orang itu semakin dekat. Aku sedikit mepercepat langkah.
"Aduh." Aku tergelincir akibat salah satu bebatuan yang licin. Kaki kananku terkilir. Kuputuskan untuk mencoba bangun. Sebuah uluran tangan muncul di hadapanku. Reflek, aku mendongak memastikan mengenai uluran tangan siapa yang berbaik hati hendak membantuku. Aku mematung ketika tatapan mata kami bertemu. Sepasang bola mata biru menatapku lekat. Terulas sebuah senyuman yang tampak tulus. Gaya rambut undercut miliknya tertata begitu rapi. Badannya tinggi tegap dengan baju putih pendek yang ia kenakan. Ia tak asing dalam tangkapan mata dan memoriku.
"Arthur..." ucapku lirih tak percaya.
"Aku selalu di sini, menunggumu," ucapnya.
***
"Zutta, Zutta." Sebuah gelombang suara merangsang telingaku. Tubuhku juga digerakkan oleh seseorang. "Bangunlah! Sudah pukul sepuluh pagi," ucap seseorang.
Aku memutuskan untuk membuka kedua mataku perlahan. Tampak Fleur menatapku.
"Arthur... di mana?" tanyaku memastikan ketika kesadaranku mulai berpihak.
"Apa yang kaubicarakan? Sejak semalam kau tertidur pulas. Baldwin juga tidak berani membangunkanmu, ia membiarkanmu beristirahat," ucap Fleur.
Aku mencoba memposisikan diri untuk duduk. Kutarik napas panjang lalu kuhembuskan. "Hm, sepertinya aku hanya bermimpi," ucapku kemudian. Aku sedikit menyayangkan jika semua itu mimpi sebab aku sendiri mengharapkan pertemuanku dengan Arthur lagi.
"Kau bermimpi tentang Arthur?"
Aku mengangguk. "Aku bermimpi bahwa aku bertemu dengannya disebuah sungai yang aku kunjungi bersamanya waktu itu," jelasku.
Fleur tampak berpikir. "Sebuah sungai?" tanyanya.
"Iya."
"Zutta..." Fleur menatapku. Aku berbalas menatapnya.
"Apa?" Aku sedikit penasaran.
"Bagaimana jika mimpimu itu nyata?"
Aku tertegun. Pikiranku kembali berkelana sebab mendengar ucapan Fleur. "Bukankah selama ini mimpimu selalu menjadi kenyataan?" tambahnya.
"Arrghh, bodohnya aku." Aku menggerutu. "Tapi apa itu mungkin, Fleur?" Alam pikirku masih menerka.
"Aku tidak tahu. Namun, apa salahnya mencoba? Entah mengapa aku benar-benar ingin agar kau kembali bertemu Arthur meskipun aku sendiri tak mengenalnya." Fleur tampak meyakinkanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Departement de La Lozere [END]
Fantasy*Catatan : Jika kalian pernah mendengar potongan kisah mengenai monster gevaudan (La Bete du Gevaudan) yang telah memakan banyak korban di Lozere, Prancis sebelum tahun 1767, maka inilah salah satu cerita di balik segalanya. Bacalah dan tetap berhat...