BAB 15

0 0 0
                                    

Sejauh apapun jarak dan waktu yang tak berpihak,

pertemuan pada penghujung rindu bukanlah suatu hal yang semu maupun tabu.

-

                 Tepat pukul setengah enam sore, aku, Baldwin, Fleur, dan Arthur telah sampai di rumahku. Arthur sengaja aku perbolehkan untuk menginap di rumahku agar ia bisa beristirahat dengan nyaman. Terlebih, ada banyak hal yang ingin aku tanyakan kepadanya sebab ia tak mau menceritakan ketika kami sedang berada di perjalanan pulang.

             “Silakan ganti bajumu. Baldwin akan mengantarkanmu ke kamar mandi sekaligus meminjamkanmu beberapa bajunya. Benar begitu kan Baldwin?” Aku menyenggol lengan kakakku itu ketika ia sedang berusaha membuka pintu rumah.

             “Hah?” Baldwin terkejut menatapku.

             “Ayolah, kau pasti mau meminjamkan bajumu untuk Arthur,” bujukku.

             “Iya, iya. Ayo, Arthur, aku akan mengatarmu untuk membersihkan diri.” Baldwin menyetujui perkataanku. Ia kemudian mengantarkan Arthur menuju kamar mandi. Kuputuskan untuk duduk di kursi tamu seperti biasa untuk beristirahat sejenak menunggu Arthur dan Baldwin selesai membersihkan masing-masing diri mereka sebab di rumahku ini hanya terdapat dua kamar mandi. Fleur ikut duduk di sebelahku.

             “Aku rasa ia sangat baik, Zutta,” celetuk Fleur.

             “Ya, memang. Aku sangat bersyukur bahwa orang-orang di sekitarku adalah orang-orang yang baik dan peduli terhadapku,” jelasku.

             “Dan aku yakin bahwa ia lebih mampu melindungimu dibandingkan aku.” Fleur menatapku dengan tersenyum.

             “Hm, semua akan selalu baik-baik saja, Fleur. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan,” ucapku.

             “Ya, akan tetapi kita harus tetap waspada, bukan?”

             "Iya, iya, aku tahu itu. Aku juga akan berusaha mencari tahu semuanya. Arthur pasti juga akan membantuku memecahkan teka-teki yang ada," jelasku terhadap Fleur.

             Fleur tampak mengangguk kemudian berkata, "ya, aku setuju itu. Oh iya, mengenai petunjuk yang dulu itu, kita belum memecahkannya."

             Aku terdiam sejenak. "Petunjuk? Petunjuk apa?" tanyaku tak mengerti.

             Fleur tampak mengeluarkan sebuah buku –yang sebelumnya pernah ia gunakan untuk menulis beberapa petunjuk yang telah kami alami, dari dalam haute couturenya. "Ini," ucapnya selepas menunjukkan buku itu kepadaku.

             Sekarang aku teringat. "Oh, iya, astaga, mengenai luka itu, bukan? Bagaimana aku bisa lupa," ucapku sedikit menggerutu.

             "Iya, kau benar.” Fleur membenarkan perkataanku. “Sepertinya aku tahu sesuatu zutta," lanjutnya.

             Aku terkejut mendengar kalimat terakhir yang diucapkan oleh Fleur. "Sesuatu apa?" Tanyaku penasaran.

             Fleur membuka buku di tangannya itu. Ia sedikit duduk mendekat kepadaku agar aku dapat melihat buku itu dengan jelas. “Petunjuk ini bukanlah angka 8 maupun angka 4." Nada suara Fleur terdengar begitu serius.

             "Lantas?"

             "Ini adalah huruf B, bukan angka 8,” ucap Fleur sambil menunjuk ke sisi tulisan yang ia maksud. “Dan ini adalah huruf A, bukan angka 4," lanjutnya sambil menunjuk di bagian lain.

Departement de La Lozere [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang