BAB 16

0 0 0
                                    

Kebahagiaan kecil akan membekas,

kebahagiaan besar akan melekat erat,

sedangkan luka akan menjelma dan terukir seutuhnhya.

-

                 "Kuharap kau bisa menjauhi Arthur," ucapan Baldwin membuatku terkejut seketika. Aku menoleh ke arahnya yang sedang menutup pintu selepas Arthur beranjak dari rumahku.

             "Baldwin, bagaimana kau bisa mengatakan itu? Aku tidak salah dengar, bukan?" tanyaku memastikan.

             Baldwin berjalan mendekat terhadapku. "Tidak, kau tidak salah dengar. Aku ingin kau menjauhi Arthur," ucapnya memperjelas.

             "Ta.. Tapi.. Mengapa?" Aku masih tidak percaya.

             "Aku rasa dia tidak baik untukmu." Baldwin kemudian melangkahkan kakinya dan duduk di kursi tamu.

             "Hei, Baldwin, bagaimana bisa? Kau baru saja mengenalnya, bukan? Sepertinya kau belum terlalu mengenal Arthur. Dia sangat baik terhadapku." Aku berusaha menyakinkan Baldwin. Kuputuskan untuk duduk di sebelahnya.

             "Dia hanya berpura-pura baik padamu," ucap Baldwin ketus.

             "Tu.. Tunggu. Mengapa kau bisa berubah sikap seperti ini, Baldwin. Bukankah sejak kau bertemu dengannya, kalian merasa nyaman dalam mengobrol?"

             "Sebenarnya aku tidak nyaman. Aku hanya menghargainya saja. Sudahlah, yang jelas jangan terlalu sering bertemu dengannya," tegas Baldwin kembali.

             "Tapi, Baldwin..."

             "Tidak ada kata tapi. Aku adalah kakakmu. Jadi, demi kebaikanmu kau harus mendengarkan kata-kataku." Baldwin tampak begitu serius dengan ucapannya. Aku tidak berani menjawab dan aku hanya menatapnya. Baldwin tak berkata-kata lagi. Ia kemudian beranjak meninggalkanku untuk menuju kamarnya.

             Aku hanya diam menatap raga Baldwin yang perlahan menjauh. Jujur aku sangat bingung untuk bertindak sebab sejatinya aku masih harus belajar banyak hal dari Arthur.

             Aku masih duduk di kursi tamu sendirian selama beberapa menit. Hingga tetiba suara Fleur membuyarkan lamunanku.

             "Ada apa, Zutta?"

             Aku menoleh. Fleur tampak duduk dengan anggun di kursi yang ia duduki biasanya. Lalu aku menggeleng pasrah menjawab pertanyaan Fleur.

             "Hei, sungguh, ada apa? Mengapa raut wajahmu seperti itu?" pertanyaan Fleur terdengar sangat penasaran.

             Aku menghela napas. "Sepertinya Baldwin tidak mengizinkanku jika aku berteman dengan Arthur," ucapku kemudian.

             "Apa?" Fleur terkejut.

             "Iya, Baldwin tidak mengizinkanku bertemu dengan Arthur terlalu sering. Padahal aku masih harus belajar banyak hal," Jelasku.

             Fleur terdiam.

             "Hm, aku sangat bingung, Fleur," lanjutku.

             "Kau harus tetap belajar banyak hal mengenai monster gevaudan dengan Arthur," ucap Fleur setelah beberapa waktu hening.

             "Arghh, aku sangat bingung," keluhku. "Tapi, Fleur, bagaimana jika perkataan Baldwin itu benar bahwa Arthur hanya berpura-pura baik?" lanjutku.

Departement de La Lozere [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang