BAB 2

0 0 0
                                    

Temukan sesuatu yang bisa membuatmu membara.

Hindari sesuatu yang bisa membuatmu padam.

Sebab setiap api adalah cahaya.

Dan sekuat apapun ia membara, ia lemah terhadap kehadiran air.

-

             Hari semakin malam. Aku duduk bersama Baldwin di ruang tamu, memakan sisa roti baguette homemade sepulang menggembala siang tadi.

            “Apakah Fleur benar-benar terluka?” tanya Baldwin tetiba.

            “Iya, sudah kuceritakan tadi tetapi kau malah mengacuhkannya,” jawabku sedikit jengkel. “Aku menyuruhnya kembali ke dunianya, berharap ia dapat pulih secepatnya,” lanjutku.

            “Tapi bagaimana bisa makhluk tak kasat mata terluka?” Baldwin bertanya dengan penuh penasaran.

            “Aku pun tidak mengerti dengan jelas. Namun, sepertinya kehidupan mereka seperti halnya manusia. Jika mereka berperang antar sesamanya maka mereka juga dapat terluka,” jelasku berdasar sedikit penalaran selama aku menjadi seorang indigo.

            “Ooh, begitu. Ya, sudahlah. Yang terpenting kita baik-baik saja dan dunia kita masih aman-aman saja,” silau mata amber milik Baldwin menatapku tulus. Seketika senyumnya terulas.

            “Ku harap pun begitu, Baldwin,” ujarku dengan penuh harap. “Eh, Baldwin, awas! Bergeserlah ke kanan sedikit! Ada sesosok makhluk cantik ingin mendekatimu,” lanjutku mengundang canda.

            Baldwin menanggapi perkataanku. Ia langsung berdiri menjauh, lengkap dengan ekspresi ketakutannya. Aku menahan gelak tawa saat melihatnya.

            “Heh! Jangan mengerjaiku!” ucapnya tak senang.

            Baldwin berdiri dengan tegang, sedangkan aku hanya tertawa terbahak-bahak melhatnya. Ia memang seringkali menghindar dan tak mau terlibat terhadap cerita-cerita makhluk tak kasat mata. Sebab ia menganggap dirinya begitu tampan. Menurtunya, gaya rambut french crop, warna mata amber, hidung mancung, bibir tipis dan segala ketampanannya itu tidak sederajat dengan makhluk tak kasat mata. Maka dari itu, ia tidak mau jika diam-diam beberapa makhluk tak kasat mata mengikutinya.

            “Sudahlah, aku mau tidur. Jangan pernah menggangguku dengan mengirim para makhluk tak kasat mata itu ke kamarku, Zutta! Tidurlah segera!” Baldwin berjalan mendekat dan mengacak-acak rambutku. Kemudian diiringi senyuman ia berjalan menuju kamarnya yang berada di rumah bagian belakang. Aku pun membalas kembali senyuman itu.

            Aku termangu sendirian di ruang tamu selepas Baldwin meninggalkanku. Ditemani suara jangkrik dan bisikan teman-teman gaib, aku hanyut dalam pikiranku sendiri mengenai apa yang akan terjadi.

            “Ayo mati, ayo mati, ...” suara bisikan tetiba merangsang gendang telngaku. Sesosok makhluk halus mengajakku untuk bunuh diri berkali-kali. Aku berusaha duduk tegap, juga menajamkan pikiran agar aku tak hanyut dalam lamunan dan suara bisikan itu.

            “Aku tidak akan bunuh diri. Pergilah, jangan menggangguku!” aku sedikit berteriak mengusir bisikan itu. Tak berselang lama, seluruh makhluk tak kasat mata yang berada di ruang tamu, baik yang sedang menangis di sudut, bergelantungan di tirai jendela, dan sejenisnya tampak melemparkan pandangan tajam terhadapku. Aku tertegun sejenak, memikirkan ulang kata-kata yang baru saja ku lontarkan.

Departement de La Lozere [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang