4. Perang Nafsu

13 4 0
                                    

Kruuk kruuuk~

“Kak Alaaaan! Lapeeeeer!”

“Astaghfirullah!” Alan terkejut, jeritan adiknya itu membuat ia bangun dari alam mimpi. Alan membuang napasnya, mencoba menenangkan dirinya agar tidak terlihat marah di depan sang adik.

“Kaak. Lapeeer,” seru Lana lagi. Ia menatap kakaknya dengan tatapan lesu.

Alan menghampiri Lana yang berdiri di ambang pintu kamarnya. “Kenapa?” tanya Alan.

Lana memonyongkan bibirnya. “Laper Kak,” keluhnya.

Alan membuang napas seraya mengelus dada. “Oke Alan, jangan marah, tenang. Lana masih kecil, dia belum tahu kalau lo tadi capek terus tidur, lo kasih dia makan aja, terus tidur lagi. Oke Alan, kalem,” batin Alan menenangkan diri.

“Makan gih. Kakak anterin,” ujar Alan, tapi Lana malah menggeleng. “Gak bisa Kak. Lana gak bisa makan,” tolaknya.

Alan mengernyit. “Loh kok? Tadi katanya laper.”

Lana malah memasang wajah cemberut. “Lana gak bisa makan lah. Lana kan masih perang. Nanti kalau udah adzan baru bisa makan.”

Sementara Alan diam membeo. Perang? Adzan? Apa hubungannya dua hal itu dengan makan? Apa Lana sedang mengerjainya?

“Maksudnya?” tanya Alan yang langsung membuat Lana kembali cemberut.

“Iiiih masak Kak Alan lupa? Ini kan hari Kamis, Lana kan lagi puasa sunnah sekarang. Kata Papa, puasa itu perang melawan hawa nafsu dan rasa lapar. Iih Kak Alan lupa ya? Tadi pagi kan kita sahur bareng sama Papa sama Mama. Hayo lupa?” celoteh Lana.

Alan tersenyum tipis, efek baru bangun dari tidur membuatnya merasa kikuk. “Iya, Kakak lupa.”

“Makanya jangan tidur mulu!” ejek Lana, sementara Alan hanya tersenyum, kesal sebenarnya, tapi mau marah pun Alan tak kuasa.

“Kak Alaaan terus ini gimana? Lana laper hiks.” Lana mulai merengek lagi.

“Ya udah makan,” jawab Alan enteng.

Lana menggeleng tegas. “Gak mau! Lana mau masuk Surga, Lana mau puasa. Soalnya kata Papa, kalau kita sering puasa, kita bakal masuk Surga lewat pintu Ar-Rayyan. Lana mau masuk Surga lewat sana. Makanya Lana puasa.”

Alan yang tadinya terkantuk, kini seketika membelalakkan matanya. Ia hampir tak percaya bahwa bocah sekecil Lana bisa tahu hal sebaik itu. Alan dapat menduga bahwa Syarif telah mengajari Lana banyak hal.

“Oke, terus Kakak harus apa?” tanya Alan kemudian. Jujur dalam hatinya, Alan merasa masih ingin tidur.

“Ngabuburit yuk. Jalan-jalan naik motor. Kak Alan nanti boncengin Lana,” sahut Lana dengan nada gembira.
Sementara Alan mendelik. Ngabuburit? Naik motor? Saat dia sedang sangat ingin tidur?

“Sama Mama aja ya ngabuburitnya. Kakak capek,” bujuk Alan.

“Gak bisa. Mama mau ke Pasar,” sambar sang Mama, Salma namanya.

“Tapi Ma, Alan capek, mau tidur,” keluh Alan.

Salma menggeleng tegas. “Gak bisa! Udah Ashar juga. Gak boleh tidur. Pamali. Sana ngabuburit sama Lana aja. Mama mau masak buat buka.”

Alan menghela napas, ia hanya bisa mengangguk pasrah. Kemudian terdengar suara sorakan yang tentunya datang dari Lana. Baiklah, untuk hari ini mungkin Alan akan menunda kegiatan tidurnya, untuk adiknya yang cerdas itu. []

—🍭—✨—🍭—✨—🍭

Publish : Magelang, 15 Januari 2021

ALLANA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang