... Bagian 18 [Benarkah Begitu?]

2 2 0
                                    

Mari-mari, mari meramaikan part ini!!

Happy reading. 💙

───────♡───────

Lonceng waktu istirahat sudah berbunyi, dan Auby sudah berdiri di depan kelas Ana sebelum lonceng itu berbunyi. Ada sesuatu yang harus dibicarakan oleh Ana. Demi seseorang, Auby berani mengajak Ana bertemu. Simpelnya, Auby lagi berjuang.

Beberapa anak LaMiS yang keluar dari kelas menatap Auby, dan bertanya-tanya tujuan anak IPS datang ke kelas mereka.

"Pajak pendekatan dong, Sha." Misha mendengus kesal, memangnya sejak kapan ada pajak pendekatan?

"Dih sejak kapan ada?"

"Barusan," balas Aiko, merangkul Ana keluar kelas, diikuti Misha dan Yaya.

Keempatnya berhenti mendadak, ketika Auby berdiri di depan pintu. Ana, Yaya, Aiko, Misha saling berpandang sebentar, tidak ada yang paham maksud Auby menghadang jalannya.

"Kenal, Guys?" tanya Aiko.

"Kenal kok, ini temen gue, namanya Auby." Ana berpindah tempat di samping Auby berdiri.

"Kalian ke kantin aja duluan, gue nyusul."

Mengingat bangku kantin yang bisa kapan pun terisi penuh, Aiko, Yaya, dan Misha meninggal keduanya. Urusan perut itu nomer satu.

"Gue mau ngomong sama lu, Na."

Ana menyatukan alisnya. "Ngomong di kantin bisa ga sih? Soalnya gue udah agak laper."

"Maaf, Na, ga bisa, gimana kalau di belakang sekolah aja? Lu mau ga? Soalnya ini penting banget."

Oke, untuk kali ini Ana ikut saja, penasaran juga apa yang mau dikatakan Auby, sampai mengajak ke belakang sekolah, tempat yang tidak banyak orang kunjungi.

Auby mengajak Ana duduk di satu kursi seperti yang mirip di taman-taman, letaknya sangat sejuk yakni di bawah pohon ketapang, daunnya yang membentuk kesatuan mampu mengahalangi cahaya matahari.

"Lu udah sedeket apa sama Zelvin?" tanya Auby membuka percakapan. Percayalah, Ana dibuat kaget dengan pertanyaan itu, ia sudah mempunyai firasat yang buruk.

"Kenapa lu tiba-tiba tanya kaya gitu, bukannya lu bisa tanya ke Zelvin aja ketimbang ke gue. Lu kan deket banget sama Zelvin, bisa dong lu tanya," jawab Ana sambil melirik ponselnya kala notif Whatsapp muncul.

Pada dasarnya, Auby memang gadis pendiam yang kurang bisa berinteraksi. Butuh waktu untuknya memikirkan jawaban. "Lu itu cantik, lu pintar menarik banyak orang, bahkan lu selalu ramah sama siapapun. Gue emang ga bisa sesempurna kaya lu, tapi gue minta lu buat jauh dari Zelvin, jauhin Zelvin!" Auby membuang napas lega, setelah berani mengutarakan deretan kata tersebut.

Doa kan saja, agar firasat buruk Ana tidak terjadi. Sebisa mungkin Ana mempertahankan wajah santainya, padahal detik setelah Auby berujar, Ana sudah pengen melontarkan umpatan.

"Kenapa lu yang ga seneng kalau gue deket sama Zelvin, kami itu teman. Jadi apa yang lu permasalahin?"

Kekesalan tidak bisa Auby pungkiri. "Gue yang jadi korbannya, Na. Setiap gue mau ngajak Zelvin keluar main, dia selalu jawab kalau lagi sama lu. Gue ga suka apa yang gue punya direbut orang," cecar Auby kini menatap Ana tak suka.

Benarkah? Benarkah Ana perebut? Ana sama sekali tidak menyetujui apa Auby nilai tentang dirinya. Gadis itu bahkan tidak pernah meminta pertemuan dengan Zelvin, sebab Ana sadar selama ini Zelvin tidak lebih dari malaikat penolongnya.

ZELVINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang