🕊️Kemunculan sosok misterius🕊️

20 18 0
                                    

Part 9

"Aku bukan sok peduli, Arsya." (Jesi).

"Udah lah, Jes. Aku gak ma--" (Alisha).

"Gak, pokoknya kamu harus mau. Aku gak mau kalau rasa bersalah ini terus menghantuiku, Sha." (Jesi).

***
Sudah dua bulan terlewati. Alisha pun sudah terbiasa dengan keadaannya sekarang, dia selalu menolak tawaran Jesi agar mau menerima kornea matanya.

Sampai pada suatu hari, Jesi memohon kepada Alisha agar gadis itu mau menerima tawarannya. Rasa bersalah terus saja menghantui Jesi, sungguh dia tidak nyaman dengan kondisinya yang seperti itu.

Hari demi hari pun KPB dan KPM mulai membaik, karena siapa? Ya, Alisha lah yang membuat mereka akrab, walau tidak seakrab dulu.

Kini Varo, Arsya, Kayla, Jay, Bunga dan juga Jay. Mereka sedan berada di RS Melati menunggu dokter keluar dari ruang rawat yang bersebelahan itu dan memberi kabar bahagia untuk mereka. Mungkin terkecuali Jay, karena kekasihnya Jesi tidak akan bisa melihatnya lagi.

Satu jam.

Dua jam.

Tiga jam.

Tiga jam lima belas menit, Dokter pun keluar dari ruang rawat Alisha. Menyuruh teman-temannya untuk masuk kedalam. Mereka pun masuk bersama Dokter.

Tampak gadis yang rambutnya di kepang dua itu sedang duduk di brankar rumah sakit, meremas erat selimut putih polos yang menutupi lutut hingga kakinya.

"Sha." Suara itu membuat Alisha tersenyum menampakkan giginya. Sungguh cute!

"Varjam," gumamnya.

"Cie yang bentar lagi bisa melihat Ayang Varjam nya," ledek Gio. Membuat Alisha mengulum bibirnya. Ya, dia malu, xixi.

"Apaan sih kamu Gio. Lihat, Alisha jadi malu 'kan," sambung Amalia dengan terkekeh pelan, melihat kedua pipi Alisha yang sudah merah.

"Alisha, apa kamu sudah siap?" tanya Dokter. Dengan cepat Alisha mengangguk.

Perlahan dokter pun membuka perban yang menutupi mata Alisha. Dan ....

***
Di sisi lain, tampak seorang gadis tengah terbaring di brankar RS yang bersebelahan dengan ruang rawat Alisha. Ya, dia Jesi.

Jesi kini sudah tidak bisa melihat apapun lagi. Termasuk Jay, dia sudah tidak bisa lagi melihat wajah tampan Jay. Hanya bisa mendengar suaranya saja.

Ceklek!

Suara pintu terbuka, padahal baru tiga menit Dokter yang menangani Jesi keluar. Masa udah kembali lagi?

Suara pintu itu sangat pelan. Tapi, ya sudahlah. Mungkin Dokter mengira kalau Jesi udah tidur, makanya buka pintunya pelan-pelan.

"Dok, bagaimana keadaan pasien di sebelah? Apa Alisha baik-baik aja? Operasinya lancarkan, Dok?"

Pertanyaan dari Jesi tak di jawab sepatah kata pun oleh Dokter itu. Bukan, bukan dokter yang datang ke ruangan Jesi. Melainkan seorang pria yang memakai pakaian serba hitam dengan masker hitam yang di gunakan nya.

Perlahan orang itu mendekati brankar Jesi. Melihat setiap inci wajah Jesi. Nafasnya memburu, seolah sedang menahan amarah yang ingin meledak.

"Jay, apa itu kamu?" tanya Jesi.

"Bukan," jawab orang itu dengan nada dingin. Tangannya mengepal saat mendengar nama Jay keluar dari mulut Jesi.

"Ja--jadi kau si--siapa?"

Nafas Jesi menjadi tidak teratur, karena rasa gugup sedang menguasai pikirannya. Apalagi dengan keadaannya sekarang yang sudah buta, otomatis nanya dari kumpulan psikopat yang dengan mudah membunuhnya.

"Tenang, Sayang. Aku akan selalu ada di dekatmu, tapi Jay ...," Orang itu menjeda ucapannya, membuat Jesi semakin penasaran, siapakah sosok itu.

"Apa, kenapa dengan Jay? Jangan berani menyentuh, apalagi menyakiti Jay ku. Mengerti!" tegas Jesi.

Rahang pria itu mengeras, tangannya mengepal kuat, matanya menatap tajam Jesi. Tangannya mencengkram erat tangan Jesi. Mendekatkan bibirnya ke telinga Jesi.

"Tenang, Jes. Aku bakal jagain kamu kok, tapi Jay? Dia bakal pergi ke alam baka sebentar lagi," bisik sosok itu.

"Tidak! Aku tidak akan pernah membiarkan kau menyakiti Jay!" teriak Jesi.

"Oh ya, kalau begitu, Jay yang akan melihat kematianmu Jesi."

"Dan kau tau apa yang akan di kiranya? Dia, eh bukan, mereka ... akan melihat jasadmu, dengan alasan kalau operasi kornea mata yang kau jalani tidak berhasil. Jadi, Jay tidak akan curiga kepada ku, bukankah aku pintar?"

"Apa yang akan kau lakukan?"

"Pertanyaan konyol!"

"Aku akan selalu berpegang teguh, kepada prinsip dan kata-kata yang ku ucapkan, Jesi."

"Emph, emph!"

Lima menit.

Dua puluh menit.

"Gak susah juga ngabisin nih cewek," monolog sosok itu saat melihat Jesi yang sudah tak bernyawa dengan wajah pucat, tubuh yang sudah dingin.

Prank!

"Eh itu suara apa?" tanya Bunga saat mendengar gelas pecah.

"Huh, kau rupanya Jay. Kaget aku," tutur Kelvin, sembari mengelus dada.

"Kok perasaan aku gak enak ya?" Monolog Jay sambil menunduk, berfikir mengapa perasaannya tidak enak.

"Aku keluar dulu ya," ucap Jay. Di balas anggukan oleh teman-temannya.

Jay pun pergi keluar, saat menoleh ke kiri tak sengaja melihat pintu ruang rawat Jesi yang sedikit terbuka. Jay pun melangkah, mengecek apa yang sedang terjadi, sampai-sampai Dokter lupa menutup pintunya.

Saat ingin menutup pintunya kembali, Jay tak sengaja melihat tubuh Jesi yang ingin di tutupi oleh kain putih. Jay langsung berlari menuju brankar Jesi. Menghentikan tangan perawat yang ingin menutupi wajah Jesi. Wajahnya memerah, bukan karena marah. Melainkan sedih melihat kekasihnya tidak dapat di selamatkan.

"Jes, kau udah janji gak akan ninggalin aku. Sekarang aku tagih janjimu, tolong bangun Jes, bangun!" teriak Jay. Sambil menggoncang-goncang tubuh Jesi yang sudah kaku.

"Dokter, kenapa, kenapa Jesi diam aja? Kenapa, Dok?!"

Dokter hanya diam, dia tidak tau harus menjawab apa. Jay terduduk lemas di kursi yang ada di samping Jesi, menggenggam erat tangan Jesi, sesekali mencium kening gadis itu. Air mata tak henti-hentinya mengalir dari matanya.

"Aa!"

___________

Stop!

Gimana sama part ini? Suka atau gaje?

Btw, maaf ya kalau up-nya terlalu lama, pendek pula hehe.

lvyu280.000🕊️🤍

See you all !

Cinta Alisha {Tahap Revisi}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang