🕊️Mimpi yang aneh🕊️

20 15 0
                                    

Part 14

Bugh!

"Hei, ada apa ini?!" tanya Varo kaget saat keluar dari pintu ruang rawat Alisha, tiba-tiba saja dia melihat Arsya memukuli Jay dengan sadis, membuat wajah Jay terlihat memar dan bengkak, serta berdarah.

"Kau, dasar kau pembunuh! Kejam! Kenapa kau menyetujui janji gila temanmu yang sudah tak punya akal ini?! Apa kau juga sudah gila hah?!" Arsya sangat marah kepada Varo, bukan dia saja. Bahkan, Dino, Rey dan Bunga pun malas melihat wajah Varo.

"Aku--" (Varo).

"Gio dan Amalia itu pantas di bunuh, biar jadi pelajaran buat kita. Kalau mencintai itu tak harus memiliki, gitu aja repot," potong Jay dengan nada santai.

"Bukan, itu namanya penyiksaan! Jika cinta tak harus memiliki, maka kedua kekasih tidak akan bersatu, tapi mereka akan saling mencintai sampai akhir hayat mereka. Itu yang namanya cinta tak harus memiliki." Bunga berucap.

"Itulah yang akan kalian lihat, dalam kisah cinta Alvaro dan Alisha." Seluruh perhatian tertuju pada Varo yang baru saja mengucapkan kata-kata yang mengagetkan mereka.

"Ma--maksud mu apa, Var?" tanya Rey.

Tanpa menjawab pertanyaan Rey, Varo melangkah pergi dari tempat itu menuju kantin.

***
"Alisha." Suara itu membuat Alisha menoleh ke belakang, menampakkan seorang wanita dengan pakaian serba putih dengan rambut yang di kepang. Cantik. Pikir Alisha.

"Bunda," ucap Alisha saat melihat wajah wanita itu. Ya, dia adalah Rara Ibunda Alisha yang telah meninggalkannya saat berusia 8 bulan.

"Nak, Bunda rindu sekali dengan Alisha," tutur Rara. Rara memeluk anaknya ke dalam dekapannya yang memberikan kehangatan kepada Alisha. Alisha pun membalas pelukan Rara. Bahagia sekali dengan apa yang di alaminya sekarang.

"Alisha, Bunda mau cerita sama kamu," ucap Rara. Membuat Alisha mendongak menatap wajah ibunya.

"Apa?" tanya Alisha.

"Sebenarnya Bunda dan Ayah tidak saling mencintai, kami--" Belum lagi menceritakan ceritanya sampai akhir, tubuh Rara justru berubah menjadi kupu-kupu biru mulai dari kaki hingga kepalanya.

"Pergilah, dan minta Ayah mu menceritakan sedetail-detailnya tentang kisah kami, nak." Hanya kata-kata itu yang dapat di ucapkan Rara sebelum tubuhnya habis menjadi kupu-kupu biru.

"Bunda!" teriak Alisha, membuat Varo terbangun dari tidurnya.

"Kenapa, Sha?" tanya Varo.

"Bunda, Bunda aku di mana, Var? Bunda di mana?" tanya Alisha dengan keringat yang bercucuran di dahi nya, serta nafas yang tak teratur. Varo langsung memberikan air putih kepada Alisha agar gadis itu tenang.

"Sha, Bunda kamu kan udah meninggal." Ucapan Varo barusan membuat badan Alisha melemah. Dia lupa jika ibundanya tersebut memang sudah meninggal, bahkan saat dia masih berusia 8 bulan.

"Astagfirullah hal'azim," ucap Alisha, sembari mengelus dadanya yang terasa sesak.

'Aku harus cari tau, apa yang mau Bunda bilang ke aku. Kenapa, Bunda bilang kalau Bunda dan Ayah gak saling mencintai. Padahal Ayah sangat mencintai Bunda,' batin Alisha.

"Mikirin apa, Sha? Udah kamu mending is--" (Varo).

"Aku mau pulang besok," potong Alisha.

"Tapi Sha, kondisi kamu tu--" (Varo).

"Bodo amat!" sentak Alisha, kembali menidurkan dirinya di atas brankar RS, berharap mimpinya tersambung kembali.

***
Seperti kemauan Alisha, Varo meminta izin kepada dokter agar mau memulangkan Alisha hari ini juga. Tapi, sebelum itu dokter memeriksa keadaan Alisha. Jika semuanya sudah oke, maka Alisa pun boleh pulang.

"Baiklah, sepertinya keadaan pasien sudah mulai membaik. Jadi, pasien boleh pulang hari ini," tutur dokter.

Alisha tersenyum sekilas kepada dokter dan para perawat, lalu berjalan cepat pergi meninggalkan ruang rawat yang menyesakkan dadanya. Varo yang melihat itu langsung berlari menuju Alisha.

"Gak sabar banget mau pulang," kata Varo sembari menyeimbangkan jalannya dengan jalan Alisha yang sangat cepat.

Gadis ini kakinya terbuat dari apa, kok jalannya cepet bener. Pikir Varo.

"Ayah udah nunggu aku, pasti ayah khawatir sama aku," sahut Alisha. Tampak Varo tersenyum, syukurlah dia mau bicara lagi kepadaku. Pikir Varo.

"Eh mau kemana, aku bawa mobil ini." Alisha tetap melanjutkan langkahnya tanpa menoleh menatap Varo. Gadis itu lebih baik menaiki ojek daripada menaiki mobil seorang pembunuh sahabat sendiri seperti Varo.

"Hei, aku udah bawa mobil supaya kamu gak kena angin dulu. Luka-luka kamu 'kan belum kering, Sha. Ayo na--" (Varo).

"Gak, aku gak akan pernah mau naik ke mobil kamu. Dan gak akan pernah," tolak Alisha.

"Tapi Sha, kamu belum sehat banget loh. Ayolah jangan keras kepala," bujuk Varo.

Alisha menatap wajah Varo yang seolah lupa dengan kejadian semalam. Gadis itu menatap tajam pria yang ada di sampingnya, dan berkata, "Keras kepala? Coba kau tanyakan itu kepada dirimu Alvaro Pradipta." Alisha menekan kata "Alvaro Pradipta".

"Ojek!" Alisha pun menaiki ojek, sebelumnya memakai helm lalu duduk seperti biasa. Tidak duduk nyamping, lagi pula tidak pakai rok, untuk apa duduk samping. Pikirnya.

"Eits, gak boleh. Jangan pak, dia baru aja sembuh. Kalau dia sakit lagi, bapak mau tanggung jawab? Enggak kan? Ya udah, turunin dia." Ucapan Varo membuat pak ojek itu menyuruh Alisha untuk turun, tapi gadis itu bersih keras tak mau turun.

"Jalan, atau ...," Alisha menggantung ucapannya seraya mengeluarkan sebilah pisau lipat dari sakunya. Gadis itu tidak pernah lupa membawa pisau lipat kesayangannya itu di saku Hoodie nya.

Pak ojek itu pun bergidik ngeri saat melihat pisau itu begitu tajam, apalagi saat melihat wajah Alisha yang siap menerkam kapan saja. Pak ojek menela ludah dengan susah payah, lalu menancapkan gas meninggalkan Varo yang terdiam mematung.

Dia psikopat? Itulah yang ada di pikiran Varo.

***
"Eh kau kenapa pakai ojek?" tanya Alisha dengan sedikit berteriak karena sedang berada di kendaraan.

"Biarin, aku mau ngelihat kamu pulang dengan aman!" sahut Varo.

"Terus mobilmu?" tanya Alisha lagi.

"Nanti biar di bawa sama bodyguard aku!" (Varo).

_________

Stop!

Gimana sama part ini?

lvyu280.000🕊️🤍

Cinta Alisha {Tahap Revisi}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang