Chapter 3 : Tawaran Seorang Angga

85 12 9
                                    

Keesokan harinya...
Acha sedang mengendarai sepeda motor menuju sekolah. Di tengah perjalanan, tiba-tiba motor yang ia kendarai mati mendadak dan tidak dapat menyala kembali.
“Ih, kok motor Acha pakai mogok segala! Mana sekolah masih jauh lagi. Acha harus gimana? Mana jalanannya sepi lagi. Apa Acha pesan ojol aja? Iya, deh mending naik ojol dan motor tinggal di sini.”

Acha merogoh ponselnya untuk memesan ojek online.
“Sial! HP Acha mati belum dicharge. Acha harus gimana nih?”

Beberapa saat kemudian, sebuah mobil Mercedes Benz CLS-Class berwarna hitam melintas. Mobil tersebut memutuskan untuk menepi. Pengendara mobil tersebut tidak turun dan hanya membuka kaca jendela mobilnya.
“Motor lo mogok?”

“Iya, nih. Motor Acha tiba-tiba mogok.”

“Ya sudah, lo ikut gue saja. Mau?”

“Angga serius ajak Acha ke sekolah bareng?”

“Gue serius. Mau nggak?”

“Motor Acha gimana?”

“Hmm, gampang. Biar anak buah gue yang bawa motor lo ke bengkel.”

“Ya sudah, Acha ikut Angga deh.”

Acha masuk ke mobil milik Angga.
“Makasih ya, Angga!”

Angga langsung menelepon anak buahnya untuk mengambil motor Acha. Setelah anak buah Angga membawa motor Acha, Angga pun menjalankan mobilnya menuju sekolah. Sepanjang perjalanan tidak ada perbincangan di antara mereka. Angga fokus menyetir. Sedangkan Acha hanya terdiam menahan kegembiraannya hari ini. Acha pasti senang banget bisa pergi sekolah bareng Angga, pria yang disukainya. Pukul 05.55, mereka tiba di sekolah.
“Cha, sudah sampai.”

Acha masih dalam lamunannya sambil senyum-senyum sendiri.
“Cha,” panggil Angga sekali lagi.

Kali ini Acha tersadar dari lamunannya.
“Iya, Ga?”

“Sudah sampai. Ayo, turun!”

“Oh, sudah sampai. Maaf, tadi Acha melamun.”

Angga turun dari mobilnya. Kemudian disusul Acha.
“Angga, makasih ya sudah bantu Acha!”

Setelah Acha menutup pintu mobilnya, Angga langsung berjalan menuju kelasnya.
“Ih, sebel! Kok Acha ditinggal sih? Hmm, tapi nggak apa-apalah yang penting Acha sudah pernah pergi sekolah bareng Angga.”

**
Beberapa jam kemudian…
Sepulang sekolah, Angga menghampiri Acha yang tengah mengobrol dengan Anes.
“Cha, motor lo sudah selesai diperbaiki.”

“Oh, sudah selesai? Ya sudah, nanti Acha ambil motornya sendiri. Bengkelnya di mana?”

“Mau ambil sendiri? Nggak mau gue antar?”

“Nggak usah, Acha nggak mau Angga repot.”

“Ya, sudah. Motor lo ada di Bengkel Wijaya. Alamatnya gue kirim ke nomor lo. Berapa nomor lo?”

Angga menyodorkan ponselnya kepada Acha.
“Angga minta nomor telepon Acha?”

“Iya, tapi lo nggak usah kepedean berhasil dapat nomor HP gue. Nomor HP gue ada dua, tapi yang ini jarang gue pake.”

“Iya, iya, terserah Angga saja. Nih, nomornya.”

Angga mengirimkan alamat bengkel tempat motor Acha diperbaiki.
“Sudah masuk kan?”

“Sudah. Makasih ya, Ga atas bantuannya.”

Angga mengangguk. Setelah itu, ia memutuskan untuk meninggalkan Acha dan Anes.
“Cie, cie, ada yang dapat nomer HPnya Angga nih.”

“Apaan sih, Nes. Ini kan hanya nomor HP yang jarang dipake. Pasti nomornya sering nggak aktif. Jadi percuma. Acha maunya nomor HP Angga yang utama.”

“Hmm, ya sudah bersyukur dulu saja sama nomor HP ini. Gue yakin lo bisa dapet nomor HP Angga yang utama, asal lo mau berusaha.”

“Berusaha? Maksudnya?”

“Ya, berusaha jujur ke Angga. Siapa tahu lo bisa jadi pacarnya. Terus dapet deh nomor HP Angga yang utama.”

“Ah, Anes ngomongnya suka berlebihan. Memangnya Angga mau pacaran sama Acha? Dia kan nggak pernah deket sama perempuan.”

“Tapi kan dua hari ini lo deket kan sama Angga? Siapa tahu ini petanda Angga bakal suka sama lo.”

“Ah, nggak mungkin. Dia kan pernah bilang, ‘Gue nggak mau cinta-cintaan dulu. Gue mau fokus belajar.’ Jadi dia nggak mungkin mau pacaran sama Acha. Sudah dulu ya, Nes. Acha mau ambil motor dulu.”

Okay, Cha. Hati-hati.”

**

Pukul 16.00, Acha tiba di Bengkel Wijaya untuk mengambil motornya. Setelah semua urusan bengkel selesai, Acha langsung bergegas melajukan motornya menuju rumah. Ia takut hujan turun sebelum ia tiba di rumah. Sesampainya di rumah, hujan lebat mengguyur membasahi kota tersebut.
“Hmm, untung tepat pada waktunya.”

Acha berlari menuju teras rumahnya.
“Ma, Acha pulang!”

Beberapa saat kemudian, Anna keluar menyambut putri satu-satunya.
“Kamu sudah pulang, Nak. Kamu kehujanan nggak?”

“Iya, Ma. Nggak kok, Acha tepat waktu. Oh, iya hari ini Mama masak apa? Acha lapar banget nih.”

“Syukurlah kalau kamu nggak kehujanan. Ayo, masuk! Mama sudah siapkan makanan kesukaan kamu.”

“Asik! Biar Acha tebak pasti ayam goreng ya, Ma?”

“Iya, Sayang. Habis makan, kamu langsung mandi ya, Cha. Kamu berkeringat sekali.”

“Iya, Ma. Kan tadi di sekolah habis olahraga.”

**
Selesai makan, Acha masuk ke kamar. Ia kembali merasakan pusing dan penglihatan yang kabur.
“Kenapa kepala Acha pusing lagi? Acha kenapa ya?”

Acha memutuskan untuk duduk di kursi meja belajar terlebih dahulu. Setelah pusingnya agak membaik, Acha memutuskan untuk mandi.

To be continued...
©2021 By WillsonEP

©2021 By WillsonEP

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
I Love You AchaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang