Chapter 12 : Acha Sakit

104 9 9
                                    

Sudah dua hari, aku tidak melihat keberadaan Acha di sekolah. Apakah dia sakit? Dua hari lalu, memang aku tidak menjemputnya. Dia menolak untuk dijemput karena takut merepotkan.
“Ga, lo dengar gue nggak?” tanya Aldy.

“Lo ngomong apa barusan? Sorry, tadi gue kepikiran sesuatu.”

“Astaga, gue ngomong panjang-panjang nggak didengerin. Lo lagi mikirin apaan sih? Mikirin Acha?”

Sial! Kok Aldy bisa tahu sih kalau aku sedang memikirkan gadis itu. 
“Nggak, gue lagi mikirin soal Ulangan Matematika kemarin kok bisa sih gue salah jawab. Jadi saja nilai gue nggak sempurna,” elakku sambil melanjutkan menikmati nasi goreng dihadapanku.

“Astaga, Angga. Kan yang penting nilai lo masih bagus, nggak kayak gue yang nilainya hanya 65.”

“Lo yang sabar ya! Makanya ayo belajar sama gue! Biar nilai lo juga bagus.”

“Kan lo tahu kalau Matematika gue selalu begini. Pusing dah!”

“Gue ajarin deh. Asal lo mau pasti bisa deh. Jangan bucin terus sama Anes.”

“Daripada lo jomlo!”

“Biarin, terserah lo saja deh.”

**
Bel pulang sekolah telah berbunyi. Aku langsung masuk ke mobil Mercedesku yang berwarna hitam.
“Hmm, apa gue ke rumah Acha sekarang ya? Cek kondisi dia.”

Aku menjalankan mobiku menuju rumah Acha. Tak lupa, aku menyempatkan mampir ke toko buah. Sekitar 40 menit perjalanan, aku tiba di rumahnya.
“Permisi.”

Beberapa saat kemudian, seorang pria paruh baya keluar dari rumah Acha.
“Cari siapa ya?”

“Saya cari Acha, Pak.”

“Oh, Acha anaknya Pak Andreas?”

“Iya, Pak.”

“Mereka sudah pindah ke rumahnya yang satu lagi. Rumah ini sudah saya beli.”

“Oh, seperti itu. Apakah Bapak tahu alamatnya? Saya temannya Acha.”

“Saya tahu. Sebentar biar saya catatkan dulu.”

Pria tersebut masuk ke dalam. Tak lama, ia keluar menyerahkan sebuah kertas.
“Ini alamatnya, Nak.”

“Terima kasih, Pak. Maaf mengganggu waktunya.”

“Sama-sama. Nak.”

Aku kembali ke mobil untuk pergi ke alamat yang telah diberikan oleh pria tersebut. Sekitar pukul 16.00, aku tiba di alamat tersebut.
“Permisi.”

Beberapa saat kemudian, Tante Anna keluar membukakan pintu.
“Eh, ada Angga. Kok bisa tahu alamat rumah ini?”

“Selamat sore, Tante. Saya tahu dari pemilik baru rumah Tante yang dulu.”

“Oh, seperti itu. Ya sudah, ayo masuk! Kamu mau jenguk Acha kan?”

“Iya, Tante. Saya ke sini mau jenguk Acha.”

Aku dan Tante Anna masuk.
“Silakan duduk dulu, Angga. Biar Tante panggilkan dulu Achanya. Sekalian Tante mau buatkan kamu minum. Angga mau minum apa?”

“Hmm, terserah Tante. Maaf, merepotkan.”

“Ya sudah, silakan duduk.”

Aku duduk di ruang tamu. Sambil menunggu, aku mengambil ponsel dan melihat-lihat Instagram. Beberapa saat kemudian, sosok Acha muncul mengenakan kaos berwarna hijau dengan gambar kura-kura di tengah serta celana pendek berwarna hitam.
“Hai, Angga. Kok Angga ke sini nggak bilang-bilang sih?”

Sorry, gue nggak sempat kabarin. Lo sakit?”

“Iya, nih. Badan Acha sempat demam. Tapi sekarang sudah mendingan.”

“Syukurlah, ini buah-buahan buat lo.”

“Wah, jadi ngerepotin. Makasih, Angga.”

“Sama-sama.”

Tiba-tiba terdengar suara Anes dan Aldy dari arah pintu depan.
“Permisi. Acha. Ini gue Anes sama Aldy.”

Sial! Kok mereka ke sini? Pasti nanti mereka godain aku lagi.
“Bentar ya, Ga. Acha mau buka pintu dulu. Mama lagi di dapur buat minum.”

Acha keluar membukakan pintu.
“Angga di sini juga, Cha?”

“Iya nih, ayo masuk!”

“Cie, cie, Angga! Lo ngapain di sini? Lo sudah mulai bucin ya?” goda Aldy.

“Iya, nih. Tumben banget seorang Angga datang ke rumah seorang perempuan,” tambah Anes.

“Gue ke sini hanya jenguk Acha, nggak lebih.”

“Oh, gitu. Iyain, aja ya, Sayang.”

“Iya, mungkin si Angga masih malu-malu.”

“Cha, gue pamit dulu ya! Gue masih ada urusan.”

“Eh, kok buru-buru sih, Bro? Ayo, kita di sini dulu!”

Aldy menahanku agar tidak bangkit dari sofa. Terpaksa aku mengikuti permintaannya.
“Nah, gitu dong. Angga pintar.”

Shit! Dasar Aldy! Memangnya aku anjing apa? Menyebalkan! Beberapa saat kemudian,  Tante Anna membawa empat cangkir teh dan ditaruhnya di tengah meja ruang tamu.
“Silakan diminum tehnya. Mumpung masih hangat.”

“Makasih, Tante.”

“Sama-sama. Tante tinggal ke belakang lagi ya?”

“Iya, Tante silakan,” jawab Anes.

“Gimana kondisi lo, Cha?”

“Sudah mendingan, Nes. Besok juga masuk sekolah.”

“Syukurlah kalau lo sudah mendingan.”

“…”

Selama kurang lebih satu jam lamanya, aku dan Aldy mendengar perbincangan antara Acha dan Anes. Dari pembicaraan di atas hingga perbincangan para cewek.
“Oh, iya, Cha. Kemarin baru buka warung bakso baru di dekat sekolah. Kata orang-orang sih enak. Besok kita ke sana yuk!”

“Wah, boleh juga tuh. Besok kita ke sana deh.”

“Sayang, kita pulang yuk! Sudah sore nih. Nanti aku dimarahin  Mama kalau pulangnya kesorean.”

“Iya, Cha. Gue juga sekalian mau pamit pulang,” pamitku.

 “Oh, gitu. Ya sudah, kalian pulang. Sudah sore juga. Pasti kalian juga mau istirahat. Makasih ya sudah jenguk gue.”

“Sama-sama, Cha. Kami pulang dulu ya!”

Setelah berpamitan dengan Acha dan mamanya, aku, Aldy, dan Anes pulang.

Bye, Ga! Sampai ketemu besok.”

Aldy menjalankan mobilnya. Setelah Aldy pergi, aku masuk ke mobil.

“Syukurlah lo sudah nggak apa-apa, Cha. Gue khawatir sama lo. Ah, Angga lo kenapa? Apa lo suka sama Acha? Lebih baik gue pulang sekarang.”

To be continued...
©2021 By WillsonEP
Bagaimana chapter kali ini?
Sampai jumpa di chapter selanjutnya ya
(。•̀ᴗ-)✧

©2021 By WillsonEPBagaimana chapter kali ini?Sampai jumpa di chapter selanjutnya ya(。•̀ᴗ-)✧

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
I Love You AchaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang