∅BEBAS MEMBACA!∅
∅MENGANDUNG KATA-KATA KASAR!∅
∅DI BUMBUI FANTASI, BERUPA KECANGGIHAN TEKNOLOGI!∅
∅UPDATE KAPAN SAJA!∅
∅SARAN AUTHOR BACA 2/3 PART AWAL!∅
••
Ini kisah Dea yang sebatang kara dan berusaha untuk terbebaskan dalam beban masa lalunya, ke...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
❝Hujan. ia memiliki banyak arti bagi setiap orang.❞-Damian
•
•༶◇༶•• Sepasang manusia itu kini melangkah keluar lobi rumah sakit, jam menunjukkan pukul 00:13.
Damian berkali-kali mendapat penolakan atas bantuannya, "kan udah gue bilang, gue bisa sendiri!" Dea kembali melangkah dengan pincang.
Lututnya robek, hingga memperlihatkan dagingnya. Tapi bagi Dea itu bukan apa-apa, bahkan kulitnya di jahit pun Dea tidak merasakan apa-apa. Membuat Damian dan dokternya heran sendiri.
"Yakin?" Untuk kesekian kali Damian meragukan Dea. Dea menatap Damian nyalang, ia kesal.
"Gue bahkan bisa mencongkel mata Lo, Damian!" desis Dea membuat Damian tertawa.
Brengsek ni cowok, keluh batin Dea tidak terima.
Damian melangkah duluan, dengan langkah yang cukup lebar, bergegas membukakan pintu mobil untuk Dea, Dea yang melihatnya memutar bola matanya malas. Dea masuk, kemudian duduk. Damian mengitari mobilnya dari arah depan, kemudian masuk. "Sepertinya akan hujan," ujar Damian menatap langit yang hitam, tanpa ada cahaya bintang.
Dea menegang, "gak akan."
Damian menatap Dea aneh. Heran akan maksud perkataan Dea.
Angin malam yang dingin, ditambah dampak akan hujan membuat Dea dan Damian kedinginan. Dea mengusap kedua pundaknya, ia melirik Damian yang terlihat meraih sesuatu dibelakang.
"Pakai." Damian menyerahkan sebuah jaket hitam dengan aroma parfum Woody menguar ke dalam hidung Dea. Dea meraihnya.
Langit bergemuruh, perlahan air menetesi bumi dengan berirama. Dea menutupi kupingnya, matanya terpejam erat. Ingatan itu kembali. Damian panik, ia refleks mendekap Dea dengan kedua tangannya. Pikirannya bertanya-tanya, apa yang terjadi dengan gadis itu.
*
Sepasang anak kembar sedang bermain air di pinggir jalan. Mereka akan menyusul ibunya, untuk memberikan payung.
"Dave! Kejar aku!" teriak gadis kecil itu dengan nada meledek.
Adiknya segera mengejar gadis itu, dengan air yang menyiprat kesana kemari. Sambil terus berlari mengejar kakaknya, ia terus meneriakinya.
"Udahlah, aku capek." Gadis itu membungkuk dengan kedua tangan menyentuh kedua lututnya. Adiknya datang dengan napas tidak teratur.
"Lagian, kau lari." Adiknya menumpukan tangannya pada pundak kakaknya.