Warning!!
Terdapat kata-kata kasar, mohon disikapi dengan bijak!Terlihat seorang pria menatap jauh wanita yang sepertinya terlibat perseteruan dengan beberapa orang berjas hitam.
Melihat wanita itu membuat ia bagaikan patung yang tak bergerak sedikit pun.
Jika ingin mendeskripsikan, tatapan pria itu bisa menusuk siapa saja yang ingin menghalangi dirinya untuk melihat wanita yang berjarak 10 meter darinya.
Sungguh, pria itu menatap lekat sekali wanita berbaju hitam selutut yang sedang menggenggam sebuah dompet ditangannya. Tatapan pria itu tidak bisa diartikan. Untuk apa berlama-lama mengamati subjek yang terlihat kesusahan jika ia masih melihat dalam diam, tidakkah ia ingin menolong wanita itu?
Tatapan lekatnya berakhir saat ia merasakan bahunya ditepuk oleh seseorang.
Setelah berbalik pria itu tersenyum, dibawa tangannya untuk berjabat. Kedua pria itu bersikap seperti menghadiri pertemuan bisnis pada biasanya.
"It's your grandfather's funeral, but seeing you like this it makes me laugh." Ucap pria berambut hitam legam kepada temannya yang berambut pirang itu.
"No need to act so sad, everyone here knows enough about how I feel." Benar sekali. Semua orang melihat pria pirang berumur 30-an itu tidak terlihat sedih sama sekali. Dan bagi orang kelas elit, kematian petinggi perusahaan malah memunculkan sebuah rasa kebahagiaan. Kebahagiaan ingin cepat-cepat menduduki kursi kebesaran sang direktur yang berpulang. Lagi-lagi harta menang, tanpa ingin menyadarkan untuk sedikit berduka cita.
"Mr. Hendery Wong, you're free to laugh." Ya, tanpa diminta dia sudah tertawa sejak tadi saat membalikkan tubuh dan melihat wajah yang berbinar-binar itu. Hendery--nama pria berambut hitam-- tak beda jauh dengan pria pirang yang sedang berbicara dengannya itu. Pikirnya ia pasti akan seperti temannya juga yang sangat senang untuk mengambil alih kekuasaan terdahulu, ya... walau masih ada penerus selanjutnya yang lebih dianjurkan atau tak bisa dilewatkan misalnya ayah mereka.
"So, what makes you still haven't moved?" Menghentikan candaan tentang kekuasaan, si pirang bertanya apa yang membuat Hendery masih belum bergerak.
"Just looking at something interesting." Ucap Hendery yang kembali mengatensikan matanya kepada seorang wanita yang sedang dalam keadaan sulit itu, dengan senyuman yang tak bisa diartikan.
Tidak tahan, Hendery melangkahkan kakinya menuju wanita itu, suara keras terdengar dari mulutnya.
Hendery merangkul erat tubuh seorang wanita yang ditemuinya di tempat pemakaman.
Hendery tidak bisa menganggap wanita yang ia rangkul adalah wanita asing. Hendery merasa ia pernah melihat wanita itu sebelumnya. Tapi dimana? Pertanyaan itu yang selalu memenuhi kepalanya saat mencoba mengingat sesuatu.
"I'll give you your wallet if you say your name."
Setelah mengatakannya Hendery mulai berjalan, mengabaikan suara wanita itu yang meneriaki dirinya.
Sambil berlalu Hendery kembali mengarungi isi kepalanya, wanita itu orang Asia, Hendery memang sering bertemu dengan seorang wanita mulai dari seperlingkungan bisnis dengannya, teman sanak saudara, karyawan, alumni sekolah hingga wanita yang berada di klub malam. Ia yakin tak pernah melihat wanita itu sebelumnya, apalagi bertemu secara langsung, lalu mengapa ada hal tak kasat mata yang menyatakan bahwa wanita itu pernah terlibat dengannya?
---
Hyewon menyusul pria yang sedang mengantongi dompetnya. Sebisa mungkin ia tak kehilangan pria itu, karena semua manusia yang berpakaian hitam di sekitarnya cukup membuatnya tidak bisa berkedip untuk selalu memantau, lengah sedikit ia pasti tak bisa menemukan pria itu.
Sekarang semua pelayat berjalan memasuki kompleks pemakaman. Semuanya termasuk Hyewon akan menyaksikan proses masuknya peti kedalam petak yang sudah disiapkan.
Tak pernah Hyewon bayangkan jika melayat akan memakan banyak waktu. Ia kira dengan datang menyampaikan bela sungkawa di hadapan karangan bunga atau keluarga yang menerima tamu sudah cukup. Ternyata ia harus ikut masuk juga untuk melihat peti yang dikuburkan. Semakin ia disini, semakin ia tahu mengapa si tua itu melakukan ini kepadanya. Karena sekarang Hyewon sudah merasakan kelelahan, selesainya prosesi ini juga Hyewon tidak tahu. Ingin sekali hyewon mendatangi si tua itu, bisa-bisanya menyuruh wanita untuk kesini. Masih banyak ajudan bertubuh kekar yang dia miliki. Hyewon sadar ia akan terus merasakan ketidakadilan dihidupnya, entah sampai kapan berakhirnya.
Setelah cukup lama menenggelamkan sudut pandang matanya di keramaian, Hyewon menemukan pria itu. Syukurlah Hyewon masih mengingat tatanan rambut hitam tebal pria yang dengan beraninya mengambil dompetnya jika tidak, ia akan menghabiskan banyak waktu demi mencari pria itu dan belum lagi dompetnya bisa saja tidak akan pernah kembali kepadanya.
Hyewon dengan cepat menghampiri pria itu yang sedang berdiri bersama para pelayat saat peti jenazah sudah diletakkan di samping petak untuk dimakamkan.
"Give me my wallet!"
Hendery si pria yang berdiri disebelah Hyewon tak menghiraukan sama sekali.
"Are you deaf, huh?!" Hyewon mulai meninggikan suaranya.
Suana khidmat dipemakaman tempat ia berdiri sekarang membuat Hyewon kesulitan ingin memaki pria itu.
Hendery menatap wajah Hyewon dengan sudut matanya. Tangannya meraba saku celana hingga saku dibalik jas hitamnya, ia tak menemukan benda itu.
"I don't have it. I think your wallet fell out on my way." Dengan tenang Hendery mengatakan jika dompet Hyewon terjatuh.
"You're lying to me!" Hyewon tak percaya dompetnya terjatuh. Hyewon yakin jika pria itu menyembunyikannya.
"If you don't believe me, you can touch me."
"Shit...." Hendery terkejut mendengar suara kecil wanita itu.
"YOU ARE SUCK A DICK!!!" Tidak tahan, Hyewon akhirnya meledak.
Hendery terlonjak dengan wanita itu yang berani sekali berkata kasar di depan semua orang.
Para pelayat mulai memperhatikannya dan pendeta yang sedang menjalankan tugasnya seketika berhenti mengeluarkan suara.
Persetan dengan rusaknya suasana hening karena ulahnya, Hyewon marah sekali. Dompetnya sekarang hilang ia tidak tahu lagi bagaimana mendapatkannya. Foto ibunya ada di dalam dompet itu.
"I know you play a lot, but you shouldn't have lost my wallet." Dengan frustasi Hyewon menyatakan kemarahannya.
Hendery merasa menyesal saat mendengar nada suara wanita itu. Terdengar sangat frustasi, suara wanita itu bergetar saat mengatakannya.
Hyewon melangkah pergi sebelum akhirnya ia menangis. Hyewon berjalan perlahan menjauh dari tempat itu. Matanya lagi-lagi ia paksa menatap segala hal di hadapannya. Mencari dan terus mencari adalah kegiatan sebenarnya yang ia lakukan hari ini. Tidak cukup dengan hanya mencari sosok pria brengsek tadi, ia lalu dihadapkan untuk mencari dompetnya yang hilang juga. Sungguh hari yang melelahkan baginya.
***
Hai...
Akhirnya update lagi.Semoga suka yaa...
Untuk part selanjutnya bakalan gak update dulu. Ada yang harus aku kerjain dan itu memakan konsentrasi tinggi. Jadi beberapa bulan ke depan gak ada update.
Sebelumnya makasih udah baca sampai sini.
Jangan lupa vote & comments!
12022020
KAMU SEDANG MEMBACA
The Red Glass
FanfictionRencana Hyewon untuk meninggalkan China, negara yang mencekiknya selama 12 tahun ia tinggal disana, membuatnya bergegas menyusun kepindahan hingga sepenuhnya menetapkan status kewarganegaraannya untuk negara Korea Selatan. Keputusannya ini sangat di...