Hyewon menuju perusahaan setelah membersihkan diri sehabis pertemuan terakhir antara ia dengan Hendery. Sesampainya di ruangan itu ia disambut oleh sekretaris Feng.
"Pria itu tidak kesini?!" Tanya Hyewon yang sedikit meninggikan suara. Ia tak melihat batang hidung direktur yang biasanya selalu merebahkan diri di sofa.
"Sudah saya hubungi tetapi tidak aktif, direktur." Jawab sekretaris Feng.
"Pantas saja perusahaan sebesar ini hampir bangkrut, direktur kalian tak memiliki tanggung jawab untuk memimpin!" Ujaran pedas Hyewon sambil membuka kertas demi kertas di atas meja kerjanya.
Bukan kali pertama sekretaris Feng menjadi wadah untuk Hyewon menyalurkan kesarkasan berujung umpatan yang ditujukan kepada pria nomor satu saat wanita itu mulai bekerja dari pagi hingga malam hari.
Bicara tentang sikap Hyewon saat ini. Ada sebuah emosi yang Hyewon sendiri tidak sadari. Kilas balik sewaktu di mobil, situasi dimana ia dan Hendery yang sama keras kepala membuat perkelahian sampai pria itu harus mengalah dan membiarkan Hyewon turun dari mobilnya.
Hyewon keluar dari mobil Hendery karena ingin membatasi hubungan yang berpotensi membuatnya akan terikat dengan pria itu. Tapi, mengapa saat membuka pintu ruang kerja yang hanya menampakkan si sekretaris membuatnya spontan menanyakan keberadaan Hendery? Toh bukankah akan mudah bagi hyewon tanpa pria itu yang bisanya hanya memecah fokus Hyewon untuk bekerja. Hyewon dengan segala suasana hatinya yang buruk mengalihkan beberapa fakta(?) yang berusaha ia tolak.
'Apa karena kejadian tadi hingga ia enggan bertemu denganku? Lalu kemana dia?'
Hyewon mulai gelisah. Berulang kali ia mencoba fokus tapi tetap saja benaknya mempertanyakan pria itu.
"Hei, dia bukanlah anak kecil yang akan merajuk hanya karena kejadian itu." Inilah Hyewon yang akan selalu mengalihkan fakta bahwa ia sebenarnya mulai mengkhawatirkan pria itu.
--
Keesokan harinya Hyewon diminta untuk ke Jiang Group. Kemarin, setelah selesai bekerja ia mendapati orang suruhan Presdir Jiang di kantor. Saat itu ia hanya heran saja biasanya si tua itu selalu menelepon jika itu berkaitan dengan dirinya.
Malam hari, setelah bekerja ia langsung menuju kesana. Sesampainya di lantai atas, Pintu terbuka memperlihatkan kakeknya yang masih berpenampilan rapi sembari menyandarkan punggung. Hyewon duduk di sofa depan menghadap Presdir Jiang.
"Apa semua berjalan dengan lancar." Pertanyaan pertama dari pemilik perusahaan yang ia datangi sekarang.
"Tentu saja! Apa yang tidak bisa saya lakukan?! Dalam waktu dekat, permasalahan perusahaan direktur cupu itu akan selesai." Hyewon menjawab dengan lantang.
"Benarkah?" Satu sudut bibir pria tua itu tertarik.
Itu bukan pertanyaan, melainkan celaan.
"Anda ingin bermain-main dengan saya rupanya."
"Rencana apa lagi yang ingin anda lakukan?!"
"Sebenarnya apa yang Anda inginkan?!" Hyewon bertubi-tubi mengeluarkan pertanyaan yang selama ini ia pendam.
"Kau, kau memiliki otak yang sangat pintar karena itu aku takkan pernah membiarkanmu bebas."
Hyewon lemas, saat mendengarnya.
"Kau akan terus menjadi budakku, disini." Ujar pria tua itu menatap lekat Hyewon.
"Kalian semua.... orang yang berada di negara ini...." Ujar hyewon berat. Napasnya beradu dan sorot tajam matanya yang melihat orang didepan ia duduk.
"..... SHIT, HANYA BISA MEMBUAT SAYA MENDERITA!!!" Hyewon berseru kencang, suaranya menggema di dalam ruangan yang luas itu.
Hendery mendengar suara kencang wanita itu saat ingin membuka knop pintu. Tangannya kembali ia turunkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Red Glass
FanfictionRencana Hyewon untuk meninggalkan China, negara yang mencekiknya selama 12 tahun ia tinggal disana, membuatnya bergegas menyusun kepindahan hingga sepenuhnya menetapkan status kewarganegaraannya untuk negara Korea Selatan. Keputusannya ini sangat di...