Hyewon telah sampai di hotel. Ia buru-buru mencari paspor. Hembusan napas yang beradu senada dengan kecepatan tangan dan kakinya saat ini.
Hyewon dilanda kecemasan dan ketakutan sesaat ia mendengar kalimat terakhir kakeknya. Keringatnya bercucuran semenjak keluar dari perusahaan itu hingga sekarang.
Hyewon dengan tangan gemetar mencoba menelpon sekretaris kepercayaannya.
"Ya, direktur?"
"Aku akan pulang ke Seoul, pesankan aku tiket sekarang juga!"
"Baik, direktur."
Hyewon mengemasi beberapa barang yang sekiranya penting. Ia tak perlu membawa baju. Setelah semua selesai, ia menggantungkan tas yang tak terlalu besar itu di bahunya.
"Aku harus pergi.... harus.... pergi.... sekarang..." Ucap Hyewon lirih, mengucapkan satu kata saja ia harus menghirup udara terlebih dahulu.
Posisi sekarang ia masih dibalik pintu kamar tidur. Saat ia ingin keluar kamar, tiba-tiba bel berbunyi.
"Arghh..." Hyewon berteriak frustasi dan menghempaskan tasnya ke atas kasur.
Hyewon segera keluar dan berhenti tepat didepan monitor intercom, melihat siapa gerangan bertamu ke hunian hotelnya di waktu dini hari ini di jam 1 pagi.
Dahi Hyewon mengkerut, tak percaya jika pria yang seharian ini...bukan, kemarin tepatnya, sedang berdiri dibalik pintu tempat tinggalnya.
Bel itu terus-menerus berbunyi, yang menandakan Hyewon tak ada niatan untuk membuka pintunya dan membiarkan pria itu masuk.
Beberapa menit Hyewon menatap lekat pria itu di monitor, tak berhenti untuk terus menekan tombol bel yang terhubung ke dalam tempat hyewon. Suara yang memekakkan telinga itu sungguh mengganggu. Tapi, hyewon tetap tak ingin membuka pintu.
Suara bel seketika berhenti. Hyewon tak melihat wujud pria itu di monitor. Syukurlah pria itu telah pergi, pikir Hyewon. Ia tak perlu lagi mendengar suara bel berbunyi.
Hyewon masih belum beranjak menjauh dari pintu. Ia masih berdiri di depan menghadap sekat yang membatasi dirinya dengan lorong luar. Hingga tangannya tanpa sadar sudah menekan knop pintu dan menariknya. Pintu terbuka, Hyewon tak mendapati pria itu. Tangannya kembali mendorong pintu untuk segera menutupnya, tapi sebuah kaki yang berlapiskan sepatu kulit itu menahan pintu yang sedikit lagi akan menutup sempurna. Sekarang, bisa dilihat pria itu benar-benar berada di depannya. Hyewon menatap Hendery dalam keadaan pintu yang masih terbuka sedikit itu.
"Biarkan aku masuk!"
"Pergilah!"
"Aku berkata terlebih dahulu agar aku tak memaksa mendorong pintu ini dengan kuat."
"Begitukah caramu meminta izin?!" "Berani sekali kau mencoba masuk dengan cara seperti ini!"
"Asal kau tahu, aku sudah menekan bel itu puluhan kali dan kau masih tak membuka pintu."
"Dan kau tahu sendiri mengapa aku tak membukakan pintu untukmu, seharusnya kau langsung pergi!"
"Mengapa kau sesulit ini? Kau punya masalah denganku?!"
"Kau... bisa-bisanya masih mempertanyakan hal itu! Kau dan aku sudah punya masalah saat kita bertemu pertama kali!"
"Hari itu? Hari dimana aku merangkulmu di California?"
"Ya!"
"Ah, aku baru ingat! Nona Hazel Kang! Hahaha, lucu sekali jika mengingat hari itu."
"Mengapa kau tertawa?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Red Glass
FanfictionRencana Hyewon untuk meninggalkan China, negara yang mencekiknya selama 12 tahun ia tinggal disana, membuatnya bergegas menyusun kepindahan hingga sepenuhnya menetapkan status kewarganegaraannya untuk negara Korea Selatan. Keputusannya ini sangat di...