02. Ibu

326 15 0
                                    

-Ibu-


▫▫▫▫


Kala melangkahkan kakinya memasuki rumah sederhana yang sejak kecil ia tinggali. Semerbak bau sedap menusuk penciumannya kala ia menapaki keramik menuju ruang tempat keluarganya berkumpul.

"Udah pulang, Kak?"

"Udah, Bu" jawab Kala lalu mengecup punggung tangan pucat milik ibunya.

Sang ibu mengangguk kecil lalu melongok ruang kosong dibelakang anak gadisnya seperti tengah mencari sesuatu.

"Haikal mana?"

"Habis anterin Kakak, dia langsung pergi, katanya ada janjian sama temennya" alibinya sesuai dengan tindak tanduk Haikal yang suka sekali membuat janji sebelum bertemu dengan orang lain.

Maka dari itu, ketika ibu menyuruh lelaki itu menjemput kakak perempuannya, tentu saja berhasil membuat mood Haikal turun. Lelaki itu harus melewati jam perjanjiannya.

Sebagai balasan juga karena merasa tak enak, Kala menghentikan Haikal tepat di pertengahan jalan antara rumah dan halte tempat ia dijemput. Agar tugas Haikal terpenuhi dan Kala tidak harus murni berbohong.

Haikal mengantarnya pulang, tetapi setengah jalan. Tetapi pada intinya adik ketiganya itu mengantarkannya pulang kan.

"Mandi terus makan, adik - adik udah mulai makan soalnya"

Kala mengangguk lalu berjalan menuju kamarnya yang terletak di lantai dua. Kamarnya lebih rapih dibandingkan kondisi terakhir ia tinggalkan, sudah pasti ibunya yang mengerjakan. Siapa lagi, adiknya mana mungkin mau.

Seusai mengeringkan rambut panjangnya, Kala segera menuju dapur. Disana ada ibunya tengah mencuci piring, dengan sigap ia mengambil alih. Sang ibu hanya berdecak gemas lalu menyingkir dari depan sink.

"Kamu itu kebiasaan nyerobot kerjaan ibu. Jangan dibiasakan" tegur ibu yang ditanggapi cengiran dari Kala.

"Abis ibu sih, harusnya biar mereka yang cuci piring bekas mereka. Biasanya juga gitu kan?" Giliran Kala yang mengomel, didepannya ada lebih dari dua buah piring. Yang artinya keempat adiknya tidak mengerjakan tugas harian mereka.

"Mereka capek, Kak. Biasanya habis makan langsung ribut di depan TV aja hari ini lebih milih ke kamar"

Kala meletakkan gelas terakhir di rak cucian basah, lalu beralih ke ibunya yang tengah mengambilkan lauk makan untuknya.

"Tapi ibu lebih capek" ucapnya lirih, ada nyeri di ulu hatinya saat melihat senyuman tipis terbit di wajah wanita hebat panutannya itu.

Ditengah perjuangannya, didalam kelelahannya, beliau masih sanggup tersenyum demi menenangkan buah hatinya. Terkadang Kala merasa hina ketika mengingat dirinya belum bisa membahagiakan ibu. Kerjaannya hanya mengeluh, mengeluh dan mengeluh. Sedangkan ibunya? Berdoa, tersenyum, memeluk.

"Capek apa sih, La. Ibu cuma handle rumah makan, habis itu pulang, masak aja di bantu Mbak Sarti. Lebih capekan anak - anaknya ibu, kita nggak pernah tau apa saja yang sudah mereka lalui di luar sana, apakah menyenangkan atau justru sebaliknya. Dan disini rumah mereka, tempat mereka pulang dari segala hal yang bagi mereka melelahkan"

"Manja ah. Anak laki - laki itu jangan dimanja banget, bu. Nanti melempem gimana?"

"Bukannya manja, La. Coba bayangin, mereka pamit dengan senyum, terus pulang bawa cemberut. Itu wajar, barangkali memang ada yang kurang mengenakkan di luar sana, kita nggak pernah tau. Nah sewaktu mereka pulang itu waktunya mereka untuk healing. Entah sendiri atau dibantu sama ibu atau yang lainnya. Pulang dengan beban lelah itu wajar, La. Tau nggak yang nggak wajar itu apa?"

AbimanyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang