19. Demi Mereka Yang Disayang

73 9 0
                                    

Demi Mereka Yang Disayang

▫▫▫


Sore itu Kala dan Nanda dapat bernafas lega karena izin yang diberi oleh dokter yang menangani Ibu sudah ada ditangan mereka setelah negosiasi alot hampir satu jam lamanya.

Mereka dapat membawa Ibu dengan syarat tidak boleh kelelahan, harus mengenakan kursi roda, harus kembali sebelum matahari terbenam dan dalam pengawasan pihak berwenang. Maka dari itu Kala sedang mengobrol dengan adik dari Ibu yang kebetulan menjadi dokter organ dalam di rumah sakit tempat ibunya di rawat.

"Om nggak ada jadwal visit emangnya?"

"Kalo ada juga om bakal tetep nemenin ibu kamu"

"Lah, jadi ngajuin berarti om?"

"Ini kalo nggak jadi, nggak bakal bisa ikut kamu ke wisudaannya Juan"

Kala mengangguk, mereka berdua melangkah santai melewati jembatan indoor milik rumah sakit yang menghubungkan departemen organ dalam dan gedung utama.

"Ibu bakal baik - baik aja kan, Om?"

Om Adhi menengok pada Nanda yang sedang menenteng tas berisi kotak kramat milik ibunya. Hari ini jadwal Nanda menemani ibunya. Lalu merangkul keponakannya itu akrab.

"Sebagai dokter Om bakal bilang akan melakukan yang terbaik"

"Jujur ya Om, Nanda itu males banget kalo pertanyaan Nanda dijawab begitu. Sumpah males banget"

"Coba ngomong begitu di depan dokter - dokter yang lainnya"

Nanda melirik Adhi penasaran "Kenapa?"

"Sakit hati lah! Dasar dodol garut gitu aja nggak tau"

"Om sakit hati juga?" Tanya Kala tiba - tiba.

Adhi menggeleng "Nggak"

"Aku jadi ragu kalo Om beneran dokter"

Adhi memukul sisi kiri kepala Nanda dengan tangan yang masih bertengger di bahu laki - laki muda itu.

"Beneran dokter ini, bentar lagi kelar spesialis"

"Cih, sombong" decih Kala yang ikut diangguki oleh Nanda.

Mendengar hal tersebut, Adhi hanya bisa merangkul keduanya seiring mereka berjalan, menghiraukan pandangan aneh dari para suster yang hanya ia lempari senyum sapa.

Adhi cukup terkenal mengingat tampangnya juga rumayan, mana masih sendiri di usia matangnya lagi.

"Om rasa, sebagai dokter itu jawaban paling baik yang bisa kami kasih. Tapi di lain sisi, buat beberapa keluarga pasien, Om juga merasa kalau pernyataan dokter justru semakim bikin kita runyam, sedih dan segala macam. Semacam di gantung gitu. Iya nggak?"

Nanda dan Kala mengangguk, ada betulnya untuk Kala dan Nanda sendiri. Keduanya beranggapan kalimat 'kami akan melakukan yang terbaik' sedikit tak mengenakkan untuk keduanya. Tetapi jika dilihat di lain sisi, itu adalah bentuk kesungguhan dokter dalam menangani pasiennya. Lalu keluarga pasien akan menggantungkan asa mereka pada sang dokter. Dalam artian, tugas dokter itu berat.

Kurang lebih begitu.

Namanya juga manusia, lain kepala lain pikiran itu hal yang wajar.

Nanda dan Kala mengerti betul jika Om Adhi tak sepenuhnya memiliki pemikiran seperti mereka, beliau hanya ingin membuat kedua keponakannya tenang dan baik - baik saja. Dan mereka menghargai itu.

"Yaudah sana masuk, Om mau visit dulu. Sisain makan siangnya, nanti Om kesini. Awas jangan dihabisin!"

Nanda memutar bola matanya malas "Habisin aja yuk Kak"

AbimanyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang