24. Aduan Perilaku

63 8 0
                                    

Aduan Perilaku


▫▫▫▫


Juanda membuang nafas beratnya untuk kesekian kalinya, kepalanya sudah pening akibat pekerjaan kantor juga bisnis milik ibunya dan kini harus ditambah pening ketika mendapat panggilan yang mengaku pihak berwajib.

Ia kira bohong, atau semacam tipu - tipu berkedok tebus uang untuk sanak saudara yang bersangkutan.

Tetapi ketika nama saudaranya disebut satu persatu, pusingnya mendadak hilang. Ia langsung meluncur kesana tanpa izin dari atasan.

Lalu ketika ia melihat kelima saudaranya duduk berjejer di ruang investigasi, kepalanya serasa akan terpecah begitu saja.

"Dibadan ada yang lebam nggak?"

Bukan Juanda yang bertanya, tetapi Mahen yang sempat diseret Juanda agar mendampinginya sebagai pengacara juga teman menghadapi tingkah adik - adiknya. Sesungguhnya Mahen lebih dari sekedar tetangga untuk mereka semua.

Januar dan Alden hanya menggeleng dalam bungkaman mereka, padahal salah seorang dari mereka sedang menahan nyeri di dada atasnya.

"Jangan bohong, nanti kalau penangannya telat malah makin di amuk sama Juanda"

Kedua meringis membayangkan bagaimana Juanda akan memunculkam sungut merahnya pada mereka.

"Dada Ale nyeri, Kak" ucap Januar yang langsung dipelototi oleh kembarannya.

"Kok ngadu?!"

"Biarin, nanti kalo lo mati gimana?"

"Ya nggak bakal lah"

"Lo Tuhan?"

"Aduh, berhenti dulu, jangan ribut ya. Ale kalau sakit jangan ditahan"

"Dikompres juga sembuh" ucap Alden mengelus dadanya pelan.

"Iya kalo dikompres, kayak nggak tau kakak - kakak kalian aja"

"Beginian doang masa digiring ke rumah sakit?" Tanya Januar menatap pantulan dirinya di kaca jendela ruangan.

Cukup memprihatinkan, walaupun tidak separah Alden. Tapi tak perlu dibawa ke rumah sakit.

"Walinya sudah berkumpul semua ya?"

Lelaki paruh baya dengan perut lebih menonjol itu memasuki ruangan yang berisi dua puluh manusia bernyawa yang memiliki aura berbeda - beda.

Mereka yang merasa wali mulai berdiri satu - satu, terlihat sudah berumur, hanya Juanda dan Mahen saja yang masih bujang. Itu pun dijadikan alasan kernyitan salah satu petugas kepolisian.

"Kalian berdua wali siapa?"

"Kami wali dari Januar, Alden, Nanda, Kala dan Askala"

Pria itu mengangguk "Sudah cukup usia?" Tanya beliau kembali sembari menatap wajah Juanda ramah.

Mengerti maksud bapak polisi dihadapannya, Juanda hanya menghela nafas. Lagi dan lagi dia disalahpahami sebagai anak dibawah umur hanya karena tinggi juga wajahnya yang tak seperti laki - laki dewasa.

Kalau kata Askala, lebih cocok jadi
kembarannya Januar dan Alden.

"Saya dua puluh empat tahun, pak" ucap Juanda menyerahkan KTP-nya.

Setelah memindai kartu dan pemiliknya dengan teliti, bapak dengan name tag Bambang Sunaryo itu menyerahkan kembali kartu kependudukan milik Juanda.

"Kita buat santai saja ya, biar tidak panas. Jadi anak bapak - ibu dan adik dari masnya ini-- Loh, walimu belum datang, mas?"

Semua menengok pada lelaki yang duduk sendiri di pojok ruangan, kepalanya yang menunduk langsung mendongak bertatapan langsung dengan berpasang - pasang mata disana.

AbimanyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang