16. Sepakat

68 9 3
                                    

Sepakat

▫▫▫

"To the point aja bisa nggak sih, Kak?"

Itu suara Haikal yang sejak tadi geram karena obrolan mereka tak kunjung dimulai karena Kala asik memerhatikan Nanda dan Januar bermain PS.

"Nanti, tunggu--"

"Assalamualaikum"

"Nah udah dateng" celetuk Kala dengan senyum lima jarinya. Menyambut Juanda yang mendudukan diri di sisi kosong sofa.

Ini bukan Kala yang biasanya tapi ini Kala yang sebenarnya. Perangai dingin yang ia junjung tinggi hanyalah bualan semata karena efek hidup bersama ayahnya tiga tahun lamanya. Kala yang ceria nyaris menyerupai Haikal harus lenyap tertelan sakit hati dan parahnya hal buruk itu terbawa hingga ia mendapat kehangatan dari ibunya.

Ibu memaklumi, membimbingnya dengan sabar agar kembali seperti semula. Tetapi tetap saja, jika kalian tau Juanda itu gengsi, maka Kala tak jauh juga dari definisi gengsi.

Tetapi semua berubah ketika ia mendapat wejangan dari ibunya melalui pesan online seusai adzan subuh berkumandang di rumah mereka beberapa hari lalu.

Ia rasa gengsinya harus ia buang jauh - jauh mulai saat ini. Tak ayal niatnya tersebut membuat Nanda dan Januar tak percaya melihat sosok Kala yang baru tetapi familiar. Mereka berdua yang merasakan lebih dulu.

"Cepetan" ucap Haikal ketus yang langsung dihadiahi pukulan kecil oleh Juanda.

"Gini, Kakak mau minta kerja samanya sekaligus kesepakatannya"

"Kakak minta maaf bukan berarti Kakak tidak mengerti kekecewaan kalian. Tau kok kalau kata maaf beribuan kali pun nggak pernah setara dengan sakit hati kalian. Tapi, emangnya kalian mau gini - gini terus? Ibu tau semuanya, mau bikin ibu terus kepikiran sedangkan masih ada yang lebih penting untuk ibu pikirkan selain sikap kita yang masih gini - gini aja?"

"Ibu udah cukup kepikiran sama sakitnya, jangan lagi kita tambah - tambahin sama kondisi kita di rumah. Mau bohong kayak biasanya? Nggak bisa. Di dunia ini ada yang nanya intuisi dan insting, I think kalian ngerti kalau insting ibu nggak pernah salah."

"Kakak disini nggak mau menggantikan siapapun, hanya mengambil alih sebentar tugas ibu. Kalian jangan mempersulit dengan tolakan kalian. Nolak makan, nolak kumpul di ruang keluarga, nolak ini-itu, kalian udah besar. Udah tau gimana cara jaga diri agar bisa menjaga orang yang terkasih"

Kala melihat Haikal hendak bersuara, tetapi segera ia sahut dengan ucapannya sendiri.

"Masih belum bisa terima Kakak? Masih belum bisa maafin Kakak? It's okay. Semua butuh proses dan waktu, take your time. Tapi, setidaknya kalian melakukan daily activities kalian seperti biasanya, tapi bedanya sama Kakak bukan sama ibu. Anggap aja kalian melakukan itu demi ibu"

"Gimana? Sepakat nggak?" Tanya Kala setelah menyelesaikan ucapannya.

"Lucu" komentar Haikal malas - malasan, ia mendengarkan apa yang dibicarakan kakaknya itu, sedang ia cerna tetapi sepertinya egonya masih cukup tinggi.

"Gue nggak lagi ngelucu" sahut Kala tak mau kalah.

"Buat kalian yang merasa belum bisa berdamai, bisa dipikir lagi"

AbimanyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang