29. Berharap

136 13 4
                                    

Berharap





---





Semuanya sudah jelas, sesuai perintah Mahen padanya malam lalu, Kala telah mengantungi fakta menarik tentang salah satu adiknya. Tapi kali ini ia tak berniat membaginya pada siapapun termasuk Mahen.

Urusan ini, akan ia selesaikan sendiri tanpa campur tangan siapapun.

Sore ini seperti biasa, adik - adiknya tengah berkumpul di rumah bersama kegiatannya masing - masing. Juanda dan Januar sudah pulang dari rumah sakit setelah menemani Ibu disana. Juga dengan Askala yang sedang duduk menunggu waktu keberangkatannya menemani Ibu malam ini.

Sedari tadi pula Kala memerhatikan lelaki perawakan atletik yang tengah duduk di ujung tangga dengan ponselnya dalam diam. Tangannya sibuk bekerja tetapi matanya sering kali mencuri pandang Askala membuat Nanda gemas sendiri.

"Kenapa sih liatin Mas Askala mulu" cibir Nanda yang sedang menata buah potongannya di kotak transparan untuk Askala bawa ke rumah sakit.

"Askala sering nggak sih curhat ke kamu?"

"Curhat apa?"

"Ya mana Kakak tau, kan kamu yang dicurhatin"

Nanda menghentikan pergerakan sebentar lalu kembali melanjutkan pekerjaannya, matanya menatap atap mencoba mengingat sesuatu.

"Curhat masalah kampus aja paling. Atau masalah band"

"Curhat gimana?" Tanya Kala antusias, ini waktunya ia mengorek informasi mengenai Askala sedetail mungkin.

"Ya paling Mas Askala bilang mau cepetan skripsi biar bisa bebas manggung. Atau kadang suka ada konflik sama member band aja sih"

Kala mengangguk - angguk menanggapi cerita Nanda, tak ada yang spesial tapi mungkin menjadi poin penting nantinya.

"Ada cerita nggak soal keluarga? Dia ngeluh gitu?"

Nanda menggeleng tegas "Mas Askala bukan tipe yang suka sambat nggak tau tempat kayak Mas Haikal sama Januar atau bisa nyeletuk tanpa beban kayak Alden. Mas Askala itu sebelas dua belas sama Abang juga Kakak"

Kala mengernyit bingung mendapati namanya disinggung terang - terangan oleh Nanda "Loh kok?"

"Semuanya dipedam sendiri. Bedanya kalau Kakak sama Abang bisa direveal sambil debat kusir, tapi Mas Askala nggak. Dia lebih suka diem. Ibu kadang suka bilang ke Nanda kalau beliau khawatir sama Askala yang tertutup banget"

"Nanda udah selesai Kak, mau nyamperin Ale di taman samping dulu ya" pamit Nanda setelah meletakkan sekotak buah - buahan di kulkas.

"Eh bentar!" Sahut Kala tergesa membuat Nanda menghentikan langkahnya.

"Kenapa?"

"Satu lagi deh, habis itu baru samperin Ale" pinta Kala dengan cengiran khasnya. Ia tak boleh menyia - nyiakan kesempatan, semakin cepat semuanya menemukan titik terang, semakin cepat pula ia menyelesaikan persoalan. Walaupun sepertinya dia mungkin tidak mendapat apapun hal penting dari mulut Nanda.

"Yaudah, apa?"

"Kamu pernah lihat Askala melampiaskan sesuatu nggak?"

Nanda nampak berpikir, setelah menemukan jawabannya lelaki itu menatap Kakaknya terkejut.

"Kenapa mukanya gitu?"

"Nanda baru sadar" ucapnya dramatis.

Kala menatap Nanda gemas campur tak sabar "Apaan?"

AbimanyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang