"DELLA!"
Radella terjatuh, lutut bagian belakang yang masih tegang ditendang kencang oleh Elisha dari belakang. Alhasil Radella terjerembab, wajahnya menyentuh lantai, bahkan hidung mancungnya kini mengeluarkan darah segar karena manghantam lantai. Gadis itu setengah sadar setengah tidak sadar, pandangannya mulai mengabur, telinganya berdengung sebelum matanya tertutup sempurna.
"Della!" teriak Satria terkejut.
Satria segera menggendong Radella ala bridal style, membawa gadis itu ke dalam kelas. Teman-temannya yang berada di dalam kelas langsung mengerubungi Satria dengan penasaran.
Satria merebahkan Radella di lantai depan papan tulis dengan kepala yang berada di pangkuannya.
"CEPET AMBIL KOTAK P3K!" suruh Satria pada siapapun yang ada di situ. Namun setelah beberapa saat dari sekian banyaknya orang tidak ada yang bertindak.
"CEPETAN BEGO!" umpat Satria.
Dito dan Faza langsung berlari keluar kelas guna mengambil kotak P3K.
"Del, bangun, Del!" panik Felicia, ia tidak tega melihat sahabatnya pingsan dengan keadaan darah mengalir deras dari hidungnya.
"Ambilin air, cepetan!" perintah Satria lagi, Nanta mengangguk, cowok berbadan gempal itu berlari keluar kelas guna mengambilkan air.
"Ron, tolong cariin es batu, cepet!" pinta Satria pada Ronald, laki-laki itu mengangguk dan bergegas pergi keluar kelas.
Satria yang tidak sabar menunggu teman-temannya mengambil kotak P3K kembali, jadilah ia mengelap darah di hidung Radella menggunakan baju seragamnya dengan lembut. Baju yang awalnya berwarna putih kini menjadi merah darah.
Melihat Radella yang seperti ini membuat pikiran Satria kacau. Ia menyingkirkan rambut Radella yang sedikit menutupi dahi gadis cantik itu. Pipinya kini terlihat jelas terdapat bekas tamparan di sana.
"Ini, Sat." Dito menyerahkan kotak P3K dengan napas yang memburu karena tadi berlari.
Nanta datang dengan satu gayung air, ia menyerahkan pada Satria. Nanta bingung harus menggunakan apa, jadilah ia meminjam sebentar gayung di dalam toilet. Itu pun harus berdebat dahulu dengan seorang gadis yang sudah kebelet.
Satria mencelupkan kapas ke dalam air, kemudian ia bersihkan ke hidung Radella yang masih terdapat sisa-sisa darah, cowok itu mengelapnya sampai bersih. Setelah itu Satria mengambil minyak kayu putih, mengoleskan pada kening dan ia hadapkan di hidung Radella, berharap agar gadis itu cepat bangun.
"Segini cukup?" Ronald datang membawa es batu satu gelas, Satria hanya mengangguk.
Cowok absurd yang kini menjelma menjadi cowok paling peduli itu menaruh es batu ke dalam kain yang ada di dalam kotak P3K, lalu ia tempelkan ke pipi Radella yang memar.
Gadis itu tampak buruk, kaki yang dibalut perban, hidung mengeluarkan darah, pipi memar, rambutnya yang berantakan, sangat berbanding terbalik dengan keadaan Radella sehari-harinya.
"ARGH! SIALAN!" teriak Satria tiba-tiba.
Teman-teman di kelasnya bingung sekaligus terkejut, mereka baru pertama kali ini melihat Satria sekacau dan semarah sekarang.
"Tuhan, tolong bangunin dia," batin Satria memohon.
"Sat, kayanya kita harus bawa ke rumah sakit aja," ujar Kesya panik.
Dari ketiga sahabat Radella, yang paling kacau adalah Felicia, gadis itu terlihat paling panik. Karena kata Felicia dari ketiganya yang paling dekat dengannya itu Radella, gadis itu selalu ada disaat Felicia dalam kesusahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tears Of Sincerity [END] ✓
Ficção Adolescente|| FOLLOW SEBELUM MEMBACA || ⚠️ MOODY-AN ganti judul jadi TEARS OF SINCERITY ⚠️ "Setelah baca Tears Of Sincerity lanjut baca Happier or Sadder untuk sekuelnya" SIAPKAN TISU SEBANYAK MUNGKIN SEBELUM MEMBACA! *** Kaya raya? Menjadi gadis cantik? Famou...