typo-typo bertebaran...
Juno POVAku sedang sibuk di kantor organisasi ketika Frei masuk dengan nafas tersengal.
"Joonie! Suga membuat keributan di kafetaria karena Freya!"
Mendengar perkataan Frei membuatku dan Damar berlari meninggalkan seluruh dokumen yang seharusnya kami selesaikan. Kami berdua tahu dengan pasti bahwa Suga mampu melakukan apapun ketika sedang marah. Ketika sampai di kafetaria, aku tidak melihat Freya dan Suga kecuali Kia yang sedang membantu kekasih barunya berdiri dengan tegak. Kedekatan mereka sangat menggangguku. Kia menghampiri kami dan menceritakan masalah yang baru saja terjadi. Aku mulai khawatir mengetahui adikku dibawa pergi dengan paksa oleh Suga. Amarahku yang sedari pagi telah berhasil ku tahan akhirnya hampir menemui puncaknya. Hanya butuh satu pemicu lagi dan aku siap menghajar habis siapapun yang ada dihadapanku. Aku dan yang lainnya mengantar kekasih Kia ke ruang kesehatan, namun tiba-tiba Frei menggenggam tanganku dengan erat dan mulai memukul-mukul dadanya.
"Kau baik-baik saja? Ada apa denganmu?"
Frei hanya diam berusaha mengatur nafasnya namun masih menggenggam tanganku semakin erat.
"Joonie.. Freya.. Hubungi dia.. Dadaku sakit, ada yang tidak beres denganya." Adu adikku itu terengah.
Seseorang berlari kearahku lalu memberitahukan bahwa Suga telah menggotong Freya secara paksa menuju parkiran. Aku berpikir sejenak sebelum akhirnya sadar bahwa Suga selalu menaiki motor kemanapun dia pergi. Aku mencoba menghubungi Suga berkali-kali namun tidak ada respon darinya yang membuatku semakin marah. Hingga dering kesepuluh barulah Suga merespon panggilanku.
"KEMANA KAU MEMBAWA ADIKKU?!" Geramku melalui telpon.
"Aku hanya sedikit menakutinya dengan membawanya jalan-jalan."
"Freya trauma dengan motor!! Hanya melihat benda itu saja sudah membuatnya tidak nyaman dan kau membuatnya menaikinya!! Aku bersumpah akan membunuhnu jika kau menyakiti adikku!! DIMANA KAU SEKARANG?!"
Suga mengakhiri panggilan kami kemudian mengirimkan lokasinya berada. Damar sepertinya paham amarahku sedang memuncak. Dia memegang pundakku mencoba membuatku tenang. Aku hendak beranjak pergi ketika Frei menahan tanganku lagi dan memintaku mengajaknya kemanapun aku akan pergi. Sesampainya di lokasi sesuai yang Suga kirimkan, aku melihat Suga memeluk Freya di pinggir jalan. Adikku itu terlihat berantakan. Pucat dan menangis. Tanpa membuang waktu aku meluapkan seluruh amarahku kepada Suga. Menarik tubuhnya menjauh dari Freya lalu mulai menghujaninya dengan pukulan-pukulan kuat. Tidak sekalipun dia membalas pukulanku yang kulayangkan bertubi-tubi padanya, aku berhenti ketika Frei berteriak memanggilku.
"Jooniiee..! Freya pingsan..!"
Aku berlari menghampirinya dan mengangkat tubuh lemah Freya menuju mobilku. Suga berusaha membantu namun amarahku tidak mengijinkanya menyentuh adikku.
"Kuperingatkan kau!! Jangan pernah dekati adikku lagi!!"
Tanpa memperdulikan Suga yang babak belur karena ulahku, aku pergi meninggalkanya untuk membawa Freya menuju rumah sakit terdekat. Disana, dokter mengatakan bahwa Freya akan segera sadar namun aku masih merasa sangat bersalah dan bertanggung jawab atas kejadian yang menimpanya. Aku dan Frei tidak sedetikpun meninggalkan Freya, hingga ia akhirnya membuka matanya setelah beberapa jam kemudian. Tidak lama berselang, Damar datang bersama Suga namun sebelum Suga sempat menginjakan kaki diruang rawat Freya, aku menariknya keluar diam-diam tanpa sepengetahuan Freya.
"Sudah aku peringatkan!! Jangan dekati adikku lagi!!" Desisku sambil memojokanya didinding.
"Aku hanya ingin tau keadaanya."
"Apa pedulimu!? Pergi dari sini!!" Geramku pada Suga.
"Bawa Suga pergi dari sini sebelum aku meremukan tulang-tulangnya!!"
Damar yang tanggap, meminta Suga untuk pergi. Suga melangkah gontai meninggalkan aku juga Damar. Kali ini Damar menatapku tajam seolah aku yang bersalah. Memangnya apa salahku? Wajar kalau seorang kakak menjadi marah ketika adiknya dicelakai seperti itu.
"Ada apa denganmu Herjuno? Dia hanya tidak mengetahui faktanya. Kenapa kau semarah ini?"
"Kau akan mengerti jika hal ini terjadi pada keluargamu."
"Kau yakin bukan karena masalah lain dan secara kebetulan masalah Freya memperburuk amarahmu?"
Aku hanya menatap tajam kearah Damar. Aku mulai berpikir bahwa apa yang dikatakan Damar tidak sepenuhnya salah. Amarahku dipicu oleh Kia dan kekasih barunya, kemudian masalah Freya semakin memperburuk keadaan. Aku menyandarkan tubuhku pada dinding dingin rumah sakit, menundukan kepala, berharap semua ini akan cepat berakhir. Damar menepuk pundaku kemudian mengajaku keluar mencari udara segar selama beberapa waktu.
Sekembalinya kami, Frei telah berada diluar ruangan. Aku dan Damar menghampirinya, menanyakan kenapa dia meninggalkan kembaranya sendirian di dalam ruang inap. Bukanya menjawab, adikku itu malah menunduk dalam. Oh, aku tahu kelakuan adikku yang satu ini. Aku menatapnya tajam mencoba mengintimidasi, tapi dia malah bersembunyi dibalik punggung Damar. Oke, sepertinya aku tahu siapa yang ada di dalam kamar inap Freya.
Aku mengintip melalui sela-sela pintu yang terbuka, Damar dan Frei turut serta. Kami melihat Suga mencium tangan Freya dan menangis. Sementara tangan Freya yang lain sibuk menyeka air mata Suga lalu membelai pipinya. Setelah beberapa lama aku mengenal Suga, ini kali pertama aku melihatnya menangis.
"Terakhir aku melihat Suga menangis adalah saat kematian Yuzu, dan sejak itu air matanya seakan mengering. Tapi hari ini dia menangis demi adikmu." Damar tersenyum menatap sahabatnya itu.
"Freya juga bukan tipe gadis yang akan memberikan perhatian seperti itu. Terutama kepada lelaki yang telah menyakitinya dan hampir membuatnya mati." Frei yang dari tadi diam akhirnya berbicara.
"Sebelum Freya pingsan, ekspresinya sangat tersiksa dan kecewa ketika melihat kau memukuli Suga. Joonie, aku tau kau menyayangi kami lebih dari apapun. Tapi coba kau pikir, Suga tidak sepenuhnya salah, dia tidak akan memaksa Freya menaiki motornya jika tau tentang traumanya."
Setelah menarik nafas panjang, Frei benar, Damar juga, aku hanya terbawa emosi tanpa bisa berpikir jernih. Aku memasuki ruang rawat. Freya menggenggam tangan Suga semakin erat, menatapku waspada. Mungkin dia takut aku akan membunuh kekasihnya.
"Suga, bisa kita bicara sebentar. Dilu—"
"Kakak tidak akan membawanya kemana-mana!" Tegas Freya padaku.
"Haruskah aku meminta maaf kepadanya dihadapanmu agar kau mempercayaiku?"
Freya nampak menatapku dan Suga bergantian. Satu anggukan ringan dari Suga akhirnya mampu meyakinkan Freya. Setelah dia melepaskan Suga untuk kubawa keluar, Suga mengikutiku dan kuarahkan keruang UGD untuk mendapatkan perawatan atas luka bekas perkelahian kami. Seperti biasa, Suga hanya diam menungguku untuk bicara. Hingga akhirnya dia sendiri yang memulai topik pembicaraan diantara kami.
"Juno, aku benar-benar minta maaf. Jika aku ta—"
"Trauma Freya disebabkan olehku." Potongku cepat. Suga menatapku cepat, mungkin terkejut, namun akhirnya wajahnya kembali datar.
TBC
.
.
.Copyright©290722 By_Vee
KAMU SEDANG MEMBACA
INFATUATION
General FictionDia adalah anomali di dalam kehidupan percintaanku. Begitupula dengan aku yang juga pasti bagaikan anomali dalam kehidupnya. "Freya, apa yang kau lakukan padaku? Sihir apa yang kau gunakan?" -Suga. "Sedikit saran dariku. Jangan terlalu dalam menyuka...