Freya POVAku sedang bersantai di depan tv bersama saudari kembarku. Tentu saja ada Damar yang rela dadanya menjadi tempat sandaran Frei, dan Suga yang juga turut serta merebahkan kepalanya dengan nyaman dipangkuanku. Perlu diketahui bahwa aku dan Suga sudah berbaikan, bahkan dia mau membantuku dalam masalah Juno dan Kia. Bisa dibilang tugasnya adalah sebagai pemantik agar Juno mau maju untuk mendekati Kia. Hari ini adalah waktunya, dan jika perhitungan kami tidak salah, Juno akan mengungkapkan perasaanya kepada Kia.
Saat kami berempat sedang asik dengan kegiatan masing-masing, tiba-tiba ponselku berbunyi. Satu notifikasi pesan dari Kia muncul dilayar ponsel pintarku. Gadis itu mengirimkan sebuah foto rupanya. Aku memperhatikan foto Kia yang nampak sedang memeluk seorang pria. Punggung lebar itu mendominasi foto yang gadis itu ambil di dalam sebuah lift. Tapi tunggu sebentar. Sepertinya aku kenal topi itu, punggung itu juga. Oh ya Tuhan!
Aku memekik histeris dan spontan berdiri melupakan bahwa terpadat seseorang yang tadinya rebahan dengan damai dipangkuanku. Suga mengumpat sejadinya karena tubuhnya terjatuh mengenaskan. Aku nyengir kearah Suga, buru-buru menunjukan foto kiriman Kia kepada yang lainnya. Frei nampak girang dan Suga tersenyum miring. Hanya Damar yang bersikap lain. Dia justru menunjukan sebuah pesan yang dikirimkan Juno beberapa saat sebelumnya.
Untuk pertama kali aku berharap agar Juno tidak pulang dan memilih menghabiskan malam di rumah Kia atau dimanapun selain pulang malam ini. Juno sangat menakutkan saat marah. Dia memang tidak pernah membentakku ataupun Frei, namun suara tegas mengintimidasi yang dia keluarkan sudah cukup membuat kami tidak bisa melawan balik. Bahkan satu deheman dari Juno saja sudah cukup membuatku ataupun Suga diam.
Tidak lama setelahnya kami mendengar suara mobil Juno berhenti di garasi rumah. Ini berarti saat penghakiman bagi kami telah tiba. Juno melangkah masuk dengan raut wajah setenang biasanya namun aura mengintimidasi menguar sampai terasa menyesakan. Kami berempat tidak ada yang berani bersuara. Aku dan Frei malah tidak berani bernapas dengan bebas.
Saking sesak dan heningnya, satu suara yang ditimbulkan Juno ketika membuka lalu menutup kulkas sudah membuat kami terlonjak kaget. Juno berjalan dari dapur menuju tempat kami sedang duduk berjajar dan menunduk. Dia menyandarkan tubuhnya ditembok dengan menyilangkan tangan.
"Jadi.. apa yang harus aku lakukan kepada kalian? Ada masukan?" Tegurnya tenang.
Kami berempat sama-sama menelan ludah dengan alot. Aku memberanikan diri mengangkat tangan, hendak membuka suara agar Juno membiarkan kami pergi. Akan tetapi tiba-tiba Kia muncul dari balik pintu dengan senyum lebar menampakan deretan gigi putihnya. Seketika aku langsung berdiri menghampirinya
"Halooo.. calon kakak ipar.. malam ini menginap disini ya. Tempat tidurku cukup luas untuk tiga orang." Aku mengamit lengan Kia disusul oleh Frei kemudian.
"Aaah.. benar kata Freya. Aku juga akan menunjukkan kamar kami dan nanti mampir sebentar ke kamar Joonie. Ayok!"
Kami berdua sukses menyeret Kia yang sedang kebingungan dengan tingkah kami. Sementara Damar dan Suga melotot kearahku juga Frei.
Di kamarku, Kia sibuk menceritakan kronologi kejadian hari ini kepadaku dan juga Frei. Mau bagaimanapun aku adalah perempuan jadi sangat wajar jika aku sama berisiknya dengan mereka berdua ketika kami bersama. Tiba-tiba pintu kamarku terbuka kepala Juno melongok dari balik pintu.
"Kembar, pakai baju yang sama atau apapun semirip mungkin. Kita akan bermain sedikit dengan pacar-pacar kalian. Aku tunggu sepuluh menit."
Juno keluar begitu saja. Aku dan Frei saling pandang sebelum mulai bersiap untuk membuat diri kami semirip mungkin. Setelah sepuluh menit kami turun melalui tangga. Bagaikan dua orang putri sebuah kerajaan besar, kami turun dengan anggunya sementara Damar dan Suga duduk di depan sebuah meja panjang yang terletak tepat diarea dapur rumah kami.
Pada awalnya mereka sama-sama bersendekap, memincingkan mata mereka yang memang sudah sipit itu, mengamati kami dari atas kebawah lalu kembali lagi keatas dengan seksama. Hingga akhirnya aku hampir terjatuh karena tersandung kakiku sendiri. Suga tersenyum miring dan Damar nampak sedang mengulum senyum. Keduanya langsung tahu bahwa aku yang tersandung.
"Itu Freya." Seru Damar dan Suga bersamaan. Telunjuk mereka sama-sama terarah kepadaku.
Juno mendesah kecewa. Sedikit banyak aku mulai paham hukuman yang sedang Juno berikan untuk keisengan kedua sahabatnya itu. Aku yakin pasti Juno meminta Damar dan Suga membedakan antara aku dan Frei dengan akurat. Tapi jika mereka salah maka konsekuensi yang didapat hanya ketiga pria itu yang tahu.
Karena aku telah ketahuan maka Juno menutup mata kedua sahabatnya tersebut. Kemudian memerintahkanku dan Frei untuk berganti posisi seperti gelas yang menutupi bola dipermainan mengasah konsentrasi. Setelah kami berdiri tegap dihadapan mereka, Juno melepaskan kain yang menutupi mata Suga dan Damar. Untuk beberapa saat mereka mengamati kami kemudian saling memandang satu sama lain.
Tidak lama setelahnya Suga mulai berdiri untuk mendekati kami. Dia menatap kami secara bergiliran kemudian berhenti tepat didepan Frei. Secara perlahan Suga semakin mendekatkan wajahnya memberikan gestur seolah coba mencium saudari kembarku itu. Oh tidak akan aku biarkan itu tejadi. Cepat saja aku menampar pipinya pelan lalu mencubit pinggangnya gemas. Suga mengumpat sambil mengelus-elus bekas cubitanku dipinggangnya. Dia berjalan kesisiku, merangkul pundaku kemudian mendaratkan kecupan ringan dipipiku. Sementara Damar menuju sisi Frei untuk memeluknya.
"Yang ini adalah Frei, cintaku." Ujar Damar yakin sambil mengecup lama kelapa Frei.
Juno menghela nafas panjang, mendorong kedua sahabatnya menuju pintu depan berniat mengusir mereka.
"Baiklah kalian menang. Pulang kalian!" Usir Juno sadis.
"Juno! Herjuno! Heh! Respect your elder! Kia boleh menginap, kenapa aku dan Suga tidak." Protes Damar.
"Membiarkan kalian bermalam di rumahku sama dengan mempersilahkan kalian menyelinap ke kamar adik-adikku tanpa permisi."
"Itu kebiasaan Suga bukan aku!" Teriak Damar tidak terima.
Suga yang hanya diam akhirnya menatap Damar dengan tajam, tidak terima dengan tuduhan sahabatnya itu.
"Kalian tidak lihat tadi aku mendapat cubitan pedas bahkan sebelum melakukan apa-apa." Gerutu Suga dengan wajah datarnya.
"Besok akhir pekan, bagaimana kalau kita berlibur? Ke pantai mungkin." Kia jadi ikut memberi solusi untuk menghentikan perdebatan ketiga pria yang sedang saling tarik dan dorong diambang pintu keluar itu.
Ketiga sahabat langsung diam, mulai melihat keawang-awang seakan sedang membayangkan sesuatu. Suga menopang dagunya dengan tanganya dan terlihat masih berpikir. Damar menutup mulutnya sendiri menggunakan kedua tanganya dengan pipi yang mulai memerah. Dan Juno cengar-cengir tidak karuan.
"SETUJU!" Seru ketiganya semangat.
"Damar dan Suga, kalian boleh bermalam disini. Tapi ingat! Aku mengawasi kalian."
Juno menatap tajam penuh peringatan pada kedua sahabatnya itu. Dia mengarahkan jari tengah dan telunjuknya kematanya lalu kearah kedua Damar juga Suga sebagai gestur bahwa mata Juno akan setia mengawasi sahabat-sahabatnya itu.
TBC
.
.
.Copyright©060822 By_Vee
KAMU SEDANG MEMBACA
INFATUATION
Ficção GeralDia adalah anomali di dalam kehidupan percintaanku. Begitupula dengan aku yang juga pasti bagaikan anomali dalam kehidupnya. "Freya, apa yang kau lakukan padaku? Sihir apa yang kau gunakan?" -Suga. "Sedikit saran dariku. Jangan terlalu dalam menyuka...