28. His Poin of View (1)

14 1 0
                                    



Suga POV

Sudah lama aku tidak merasakan perasaan semacam ini. Rasa ingin memiliki dan tidak ingin kehilangan, rasa sakit dan kosong yang teramat dalam, rasa rindu yang mencuat naik bagaikan adrenalin saat aku melihatnya setelah sekian lama.

Freya.

Nama itu begitu keramat untuk ku ingat bahkan disebut. Bukanya aku tidak mencarinya, sudah jelas aku mengamatinya sejak lama. Perkembanganya hingga akhirnya kami bertemu. Sebenarnya aku tidak terlalu terkejut ketika diperkenalkan dengan calon istri dari adik sepupuku satu-satunya, Arkana Dawala. Aku sudah tau jika gadis itu adalah Freya, karena akulah yang mendorongnya hingga sampe pada posisi itu.

Sepanjang perjamuan makan malam aku kerap kali meliriknya. Freya tidak banyak berubah. Hanya nampak lebih bahagia dari kali terakhir kami bertemu. Arka juga terlihat sangat mencintainya. Aku tau itu sejak awal, maka dari itu aku melepasnya untuk Arka.

Hatiku sempat goyah, ingin kembali mengejar dan menjadikanya milikku ketika kalung pemberianku masih melingkar kuat dilehernya. Namun semuanya terpatahkan ketika Freya mengijinkan Arka melepas kalung pemberianku untuk disimpan adikku itu.

Orang-orang tengah sibuk berbincang yang sudah jelas membicarakan bagaimana hubungan kedua keluarga kedepanya. Sementara aku hanya diam mengamati kemesraan sejoli yang dalam beberapa minggu lagi akan segera bertunangan. Aku baru saja akan menyesap gelas wine ku ketika seseorang merebutnya.

"Aku tau kau memiliki toleransi alkohol yang tinggi, tapi bisa kau hentikan? Ini sudah gelas ke sebelas."

Juno dengan hitungan akuratnya, aku saja tidak menyadari sudah minum sebanyak itu.

"Ini hanya wine." Sahutku kembali menenggak habis isi gelasku. Juno hanya menggeleng pasrah.

Kini Juno sudah berdiri disampingku, menyerahkan segelas air putih yang sudah dari tadi ia pegang. Juno memang seperti itu. Dia marah padaku, bahkan sempat menghajarku sepulang mengantar si kembar ke bandara waktu itu. Tapi dia tetap sahabatku yang tak enggan untuk menunjukan perhatianya padaku.

"Aku baru mengetahuinya. Maksudku identitasmu dan... alasanmu mencampakan adikku." Ujarnya. Aku hanya diam.

"Aku kenal Arka, tau bagaimana hubungan mereka. Yang aku tidak mengerti, kenapa kau mengambil langkah sejauh ini tanpa menanyakan pendapat adikku terlebih dahulu."

"Dia baik-baik saja, bahagia dan bisa tertawa. Apalagi yang kau harapkan?"

Juno menatapku tajam seolah ingin melayangkan satu pukulan. Lalu sahabatku itu menghela nafas, meredam emosinya sendiri.

"Padahal kau tau kau menyakitinya—"

"Aku sengaja menyakitinya."

"Brengsek!"

"Sama-sama."

Juno kembali menghela nafas. Sudah mulai jengkel dia. Aku menyodorkan segelas air putih yang sempat ia berikan padaku tadi. Tanpa banyak berkomentar, Juno menghabiskanya dalam sekali tenggak. Lelaki ini benar-benar jengkel padaku.

"Arka mencintainya sejak lama. Dari segi manapun, Arka lebih layak untuk adikmu."

Kali ini tidak hanya melotot, tangan Juno juga sukses mendarat dibelakang kepalaku hingga aku hampir terjungkal.

"Adikku lebih suka pewaris kaya raya yang sudah pasti memiliki aset lebih banyak!!" Geram Juno, sementara aku sama sekali tidak meringis meski ku raba belakang kepalaku, memastikan otakku tidak bergeser.

"Arka juga pewaris, punya banyak aset."

"Punyamu lebih banyak!!"

"Freya sudah bersama Arka. Haruskah aku tikung Frei?"

INFATUATIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang