"Jamal sialan! Kau! Apa yang kau lakukan disini, bukanya kau sudah menikah, mana istrimu?"Pria itu tersenyum menyebalkan sambil merangkul seorang wanita.
"Kenalkan ini Rhea, istriku."
Lelaki kurang ajar! Tidak pernah berubah. Dia sengaja menekan kata 'istriku' agar bisa pamer padaku.
"Biasa dong, penekanan kata 'istriku' terdengar menyebalkan, dasar kuda!"
Aku beralih mengulurkan tangan pada sosok wanita cantik disebelah si Jamal. "Hai, aku Freya, teman SMA si Jamal kurang amal."
"Sembarangan! Dasar tidak tau adab!" Umpat si Jamal namun sukses mendapat pukulan dilenganya. Bukan! Bukan aku pelaku pemukulan Jamal, melainkan istrinya, jangan salah paham.
Wanita bernama Rhea tersebut menjabat tanganku lalu tersenyum ramah. "Aku Rhea. Benar kau teman sekelas si Udin ini?"
"Mantan lebih tepatnya." Si Jamal menyela seenaknya dan berhasil membuatku kembali mingkem. Lalu ia mengalihkan tatapanya pada Suga yang masih anteng dihadapanku. "Dia pacarmu?"
Suga mengangguk ringan dan menerima jabatan tangan si Jamal.
"Semoga betah dengan perempuan setengah preman seperti Freya, dia keras kepala." Bisik si Jamal cukup keras.
"Udin..! Maafkan dia, hari ini aku lupa menyuntikan obat penenang padanya jadi dia sedikit liar. Kami permisi dulu. Freya, senang bertemu denganmu dan pacarmu."
Rhea menjewer telinga si Jamal lalu menariknya keluar. Suga menatapku tajam sesaat setelah kedua pasangan itu keluar dari resto. Untuk menghindari kesalah pahaman lebih lanjut aku mengajaknya pulang. Sepanjang perjalanan pulang aku tidak berhenti menjelaskan hubunganku dengan Jamal sewaktu SMA. Suga hanya merespon sekenanya tanpa banyak berkomentar. Entah ini hanya perasaanku atau Suga memang nampak bosan bahkan terkesan acuh. Sesampainya di depan rumahku, aku kembali mencoba membuka obrolan untuk meminta maaf karena telah membohonginya beberapa waktu ini.
"Tentang waktu itu...aku minta maaf. Seharusnya aku jujur padamu. Au sendiri juga tidak tau kenapa aku berbohong. Mungkin aku takut kau salah paham, tapi kebohonganku malah memperumit keadaan."
Suga tidak menjawab dan hanya memandangku sambil membelai kepalaku. Aku tidak tahu apakah dia sedang marah atau telah memaafkanku. Aku menahan tanganya ketika tanganya mulai membelai pipiku. Membiarkanya bertengger disana hanya untuk dapat kurasakan hangat yang keluar dari telapak besarnya.
Beberapa saat kemudian Suga memajukan wajahnya, aku tau ia mencoba menciumku, maka kubiarkan dia melakukanya karena melalui ciumanya inilah aku yakin bahwa dia telah memaafkanku. Suga menciumku pelan dan mendayu, akupun terbuai dibuatnya. Akan tetapi terasa ada yang salah. Rasanya kian berbeda, ciumanya semakin tak terkendali, ini lebih menuntut dan...liar.
Jujur saja aku kualahan. Entah harus dengan cara apa aku mengimbanginya. Aku meringis ketika kurasakan sebuah gigitan ringan dibibirku. Sepertinya Suga menyadarinya, buktinya dia tidak lagi mencium bibirku dengan brutal lagi tapi...oh Suga! bisakah bibirmu diam sesaat, setelah melepaskan bibirku dan sekarang sepanjang garis leherku juga kau serang!? Dan aku hanya bisa diam, tubuhku susah digerakan, hanya napasku yang mulai memberat. Sial! Aku menikmatinya.
Bibir sialanya masih terus bergerilya disepanjang leher hingga tulang selangka milikku. Hanya sampai situ, tidak lebih. Hanya saja aku mulai merasakan rabaan ringan disepanjang pahaku. Dari hangatnya aku tau itu berasal dari tangan Suga. Siapa lagi? Mana mungkin itu tanganku jika keduanya masih sibuk kugunakan untuk meremasi rambut halus milik lelakiku ini.
Bukan dengan sengaja aku membiarkan tangan nakal Suga meraba kesana-kemari sepanjang paha dan pinggangku. Aku tekankan sekali lagi, bahwa tubuh dan akal sehatku sedang berperang saat ini. Akalku menolak keras, namun tubuhku menikmatinya. Bahkan hingga tangan nakal itu mulai menyusup masuk kedalam kausku agar dapat meraba langsung kulitku pun aku hanya bisa terdiam.
Hingga kurasakan tangan nakal itu semakin kurang ajar. Jemarinya mulai menyelinap pelan semakin dalam menyentuh permukaan bra milikku. Saat inilah pada akhirnya akal dan tubuhku kembali berdamai. Kutarik keluar tanganya dengan pelan. Suga menghentikan gerak bibirnya yang entah sudah menjelajah kemana saja. Lelaki itu menatapku dalam.
"Sudah malam, masuklah." Titahnya sebelum kembali menarik tubuhnya kebelakang kemudi.
Aku ikut duduk tegak lalu dengan tergesa berusaha membuka pintu mobil yang ternyata susah terbuka ini. Apa pintu mobil Suga sudah rusak? Kenapa dibiarkan saja, aku jadi tidak bisa membukanya.
"Pintunya tidak akan pernah terbuka jika kau menariknya bukan mendorongnya."
Aku memejamkan mata, mengumpat dalam diam karena kebodohanku. Benar kata Suga, sedari tadi aku menariknya dan bukan mendorong pintunya. Pintar sekali kau Freya!
Aku berlari masuk ke dalam rumah bahkan tanpa mengucapkan goodbye atau see you pada Suga. Aku malu sekali. Juno yang menyapaku dari balik dapur juga aku abaikan. Buru-buru aku masuk ke dalam kamarku, menutup pintunya lalu mengintip mobil Suga yang rupanya sudah melaju menjauhi pekarangan rumah. Aku menarik napas panjang namun tercekat sesaat menyadari satu hal. Aku meraba tubuhku lalu mengernyit.
"Sejak kapan pengait bra-ku lepas?"
TBC
.
.
.Copyright©010922 By_Vee
KAMU SEDANG MEMBACA
INFATUATION
Ficción GeneralDia adalah anomali di dalam kehidupan percintaanku. Begitupula dengan aku yang juga pasti bagaikan anomali dalam kehidupnya. "Freya, apa yang kau lakukan padaku? Sihir apa yang kau gunakan?" -Suga. "Sedikit saran dariku. Jangan terlalu dalam menyuka...