(16) Dékatos Éktos; Greatest Wish

439 101 95
                                    

Karena kepergok seorang penjaga saat keluar mencari Elinus, Luvia jadi harus bermalam di ruang isolasi yang pengap dan sempit. Akibat dari kejadian ini, sebuah hal menggemparkan terjadi pada pagi itu. Begitu seorang pengurus asrama pergi untuk membukakan pintu bagi Luvia, gadis itu ditemukan sudah terbaring tak sadarkan diri. Wajahnya sangat pucat dan napasnya tidak beraturan, bahkan keringat dingin sampai membasahi pakaian yang ia kenakan.

Sontak saja hal ini menjadi begitu heboh. Terutama saat Aveo mengamuk dan hendak memukul penjaga yang sudah memasukkan Luvia ke dalam ruang isolasi. Jika saja Nellson tidak menahannya, pemuda itu pasti sudah membuat si penjaga di rawat bersama Luvia.

Sungguh pagi yang berisik, Amy sendiri awalnya begitu bingung kenapa semua orang sibuk membicarakan teman satu kelasnya itu. Ia sampai merasa menjadi orang bodoh karena tidak tahu apa-apa mengenai peristiwa yang terjadi di sekolahnya.

Namun, setelah melihat Celessa yang menangis sesenggukan di taman, Amy pun sedikitnya mengerti dengan apa yang terjadi. Penyakit Luvia yang kambuh seolah sudah menjadi rahasia umum yang tidak asing lagi.

Sedangkan Luvia, dia harus menjalani perawatan intensif di ruang kesehatan. Pihak sekolah bahkan sampai harus memanggil dokter pribadi kepercayaan keluarga Everhart yang disarankan oleh Miss Shafira.

Usai menjalani perawatan, Luvia beristirahat cukup lama, dan baru tersadar kala senja menyambut tidur panjangnya. Suara tangis Celessa adalah hal yang pertama kali Luvia jumpai begitu membuka mata.

"Huwaa... Luvia! Kenapa kau melakukan hal ini lagi padaku?" teriak Celessa di tengah tangisnya, ia memeluk Luvia teramat erat hingga membuat gadis berambut biru itu kesulitan bergerak.

Di sebelahnya, Nellson segera memperingati bahwa sebaiknya Celessa bersikap tenang. Karena bagaimana pun juga, Luvia baru saja tersadar dan masih harus banyak beristirahat. "Tenanglah, jangan membuat Luvia tidak nyaman."

Akan tetapi Celessa tidak mengindahkannya, ia tetap memeluk Luvia sambil menangis. Tidak peduli walaupun Nellson berusaha menjauhkannya dari Luvia agar sahabatnya bisa beristirahat dengan tenang.

Melihat tingkah Celessa, Luvia hanya bisa menghela napas panjang. Ini akan menjadi hal yang rumit, Luvia tahu betul Celessa adalah gadis yang keras kepala. Ia jadi merasa kasihan pada Aveo yang hanya memperhatikannya dari belakang Celessa sambil menatap Luvia dengan sendu.

Tentunya Aveo adalah orang yang paling merasa lega melihat Luvia sudah sadar. Juga orang yang paling mengkhawatirkan keadaan Luvia melebihi siapapun. Mungkin sebenarnya ia juga ingin menangis seperti yang dilakukan Celessa saat melihat Luvia membuka mata. Hanya saja Aveo tidak bisa melakukan hal yang kekanakan seperti itu di depan banyak orang.

Padahal Luvia tahu betul adiknya itu sedang menahan tangis.

"Jangan khawatir, Aveo. Aku baik-baik saja," ucap Luvia sembari berusaha mengusap kepala Aveo yang cukup jauh dari jangkauannya. Belum lagi Celessa yang tidak mau melepaskan pelukannya pada Luvia.

Untunglah Aveo paham sehingga ia bergerak lebih dekat. "Apa Kakak yakin? Kakak sebaiknya jangan berbohong padaku."

Sebenarnya mempunyai adik yang perhatian seperti Aveo merupakan anugerah luar biasa bagi Luvia. Namun, terkadang Luvia merasa pesimis karena dirinya tidak sehebat itu sampai harus dianugerahi seseorang yang special seperti Aveo.

"Kau tidak percaya padaku?" tanya Luvia, berpura-pura memasang wajah kecewa.

Seketika Aveo panik, wajah sedih dan kecewa Luvia adalah hal yang paling tidak Aveo sukai. "Bu-bukan begitu maksudku. Tentu saja aku percaya pada Kakak. Hanya saja ...," sahut Aveo seraya mengalihkan pandangan ke arah lain, merasa ragu akan ucapannya sendiri.

Mystika NyctophiliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang