(20) Eikostós; His Task and Her Sick

339 85 51
                                    

Seorang gadis berambut biru tampak lari terbirit-birit di koridor gedung Pre Class. Gara-gara tertidur di ruang musik ia jadi tidak mendengar suara bel. Dan parahnya ia baru bangun setelah jam pelajaran sore berlalu selama satu jam.

Luvia merutuki dirinya berulang kali, menyumpah serapahi kecerobohannya itu. Meski pun mengantuk karena semalaman membantu Elinus keluar dari kejaran para Organisasi Kesiswaan, Luvia tidak seharusnya mengecewakan mentornya dengan membolos seperti ini.

Eh, tapi tunggu.

Elinus 'kan Raja pembolos. Jadi seharusnya tidak apa-apa kalau Luvia membolos. Lagipula ia hanya membolos satu jam saja. Itu masih lebih baik daripada yang dilakukan mentornya itu.

Karena pemikiran yang seperti itu Luvia menghentikan larinya. Lalu mengusap peluh di dahi yang hampir menetes ke mata. "Yeah, ini masih bukan apa-apa dibandingkan kasus yang dibuat Senior Elinus," gumamnya. "Kalau begitu aku akan ke kelas dengan langkah santai saja."

Akhirnya Luvia melanjutkan perjalanannya dengan berjalan santai. Melangkah seorang diri di koridor yang sepi. Sesekali ia melihat sekitar untuk memastikan tidak ada anggota Organisasi Kesiswaan yang berjaga.

Begitu sampai di kelas, Luvia mengetuk pintu tiga kali sebelum masuk ke dalam.

"Selamat sore. Mohon maafkan keterlambatan―"

Bola mata biru Luvia melebar saat menemukan sosok Mr. Lloyd di hadapannya. Pria dengan rambut cepak warna hijau itu sedang menatap tajam dirinya sambil memukul-mukul penggaris pada telapak tangan.

Sontak Luvia meneguk ludah susah payah. Ia lupa kalau pelajaran di kelas sore hari itu adalah pelajaran mantra. Meski tidak se-killer Miss Cara, tetapi Mr. Lloyd sudah termasuk dalam jajaran guru yang harus disegani di sekolah. Ia guru yang tidak mau mentolerir murid yang terlambat.

"Selamat sore, Luvia. Sepertinya hari ini kau bersemangat sekali ya. Wajahmu sampai kelihatan berseri-seri," ujar Mr. Lloyd sambil tersenyum horor.

Bukan hanya Luvia saja yang merinding, tetapi satu kelas pun ikut dibuat merinding. Aura kemarahan Mr. Lloyd memang lebih menyeramkan ketimbang uji nyali di tempat angker.

Luvia buru-buru menegakkan punggung. Sepertinya keberuntungannya sudah habis. "Ma-maafkan saya, Mr. Saya berjanji tidak akan terlambat lagi," ucapnya dengan nada sungguh-sungguh.

Mr. Lloyd sepertinya meragukan hal itu. Ia malah menyeringai sambil mengintimidasi Luvia yang semakin menciut. "Aku akan memaafkanmu kalau kau bisa melakukan satu mantra yang kusuruh," katanya kemudian.

Semua murid menegang, khususnya Luvia. Siapapun tahu Luvia tidak berbakat dalam menggunakan sihir apapun. Ini sudah jelas eksekusi baginya. Tidak ada jalan keluar. Gadis itu menenguk ludah susah payah. "Ka-kalau saya gagal bagaimana?"

Seringai di wajah Mr. Lloyd semakin lebar. "Silahkan angkat kaki dari kelasku, dan jangan lupa bersihkan seluruh toilet di gedung Pre Class."

Hawa mencekam seketika memenuhi ruang Pre Class 2-E. Kalimat "Membersihkan seluruh toilet di gedung Pre Class," terdengar seperti kutukan. Siapapun, pasti tidak akan mau melakukannya. Khususnya toilet di lantai paling atas yang dikenal angker dan paling kotor itu.

Luvia bergidik ngeri. Ini adalah akhir baginya. Tamat sudah riwayat Luvia Everliza hari ini.

"Nah, coba lakukan mantra perubahan pada penggaris yang kupegang," pinta Mr. Lloyd sambil tersenyum iblis.

Mystika NyctophiliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang