(3) Trítos; Grey Daily

1.1K 158 47
                                    

Di lapangan outdoor yang begitu luas murid-murid Pre Class 2―E terlihat sedang sibuk berlatih bela diri. Beberapa di antaranya sedang mengikuti gerakan yang dipraktekkan sang guru. Dan beberapa lainnya sedang memperhatikan dengan seksama.

Sedangkan di tempatnya Luvia sedang menahan diri. Padahal pelajaran bela diri baru berlangsung selama tiga puluh menit, tapi Luvia sudah merasa pusing dan lemas. Belum lagi sinar matahari yang begitu menyengat membuat semuanya tampak memburam di mata Luvia.

"Hei! Luvia, kau baik-baik saja?"

Samar-samar Luvia bisa mendengar suara seseorang bertanya padanya. Sayangnya Luvia sama sekali tidak bisa mengenali suara tersebut karena kepalanya terasa beputar sangat hebat. Dan Luvia tidak bisa menahannya lagi tatkala semua hal di sekitarnya menjadi gelap. Selanjutnya Luvia merasa melayang.

"Luvia!"

Satu kelas pun menjadi heboh. Semua orang berhenti dari kegiatannya dan berusaha mencari tahu apa yang terjadi karena tubuh Luvia sudah tak terlihat akibat banyak orang yang berkerumun di dekatnya.

Pria berambut putih panjang yang diketahui sebagai guru bela diri sontak langsung bertindak. Dia dengan sabar membubarkan kerumunan tersebut, memberitahu kepada semua murid Pre Class 2―E untuk tidak ribut.

Setelah membubarkan murid-muridnya untuk kembali berlatih, pria tersebut segera menghampiri Luvia yang terkapar tak berdaya di atas pangkuan seorang gadis berwajah tampan?

"Mr. Everado, Luvia pingsan lagi," beritahu gadis tersebut.

"Aku akan membawanya ke ruang kesehatan," ujar Mr. Everado seraya meraih tubuh kurus Luvia dan menggendongnya. "Amy Taylor kau kembali berlatih saja. Terima kasih karena tidak membiarkan Luvia terjatuh."

Gadis tersebut mengangguk mengerti. Dia hanya bisa mengembuskan napas kasar saat melihat Mr. Everado membawa Luvia pergi dari lapangan outdoor. "Kuharap Luvia baik-baik saja," gumamnya sebelum kembali bergabung bersama murid Pre Class 2―E yang lain.

Sedangkan tak jauh dari keberadaannya, Ellise Vernon―si ketua kelas, menyaksikan kejadian tadi dengan tatapan tajam.

.

.

.

Flashback eleven years ago

Dalam ruangan serba putih yang terasa suram, seorang gadis kecil terlelap dengan banyak perban dan selang yang memenuhi sekujur tubuh mungilnya. Di samping gadis tersebut, ada anak laki-laki berambut cokelat yang tertidur sambil terduduk. Mungkin kelelahan karena menunggui kakaknya yang tak kunjung membuka mata.

Sedangkan dari luar ruangan, seorang perempuan muda menyaksikan semua itu dengan sorot sendu. Wajahnya mendung, persis seperti langit di sore itu. Ia hanya tidak menyangka anak gadisnya harus mengalami ini semua. Rasanya ia telah gagal menjaga anaknya sendiri. Ia jadi ragu menyebut dirinya seorang ibu.

Di sebelahnya, laki-laki muda berambut biru tua tampak memperhatikan wajah istrinya dengan khawatir. Karena sejujurnya saat ini ia pun merasa buruk pada dirinya sendiri.

"Ini kacau."

Gumaman seseorang memaksa perempuan muda tadi untuk berbalik, sehingga kini ia langsung berhadapan dengan wanita paruh baya yang ia kenal sebagai wali kelas anak gadisnya.

"Ini sudah yang keempat kalinya Luvia masuk rumah sakit dalam sebulan ini," ujar si wanita paruh baya seolah sedang mengingatkan. Dan perempuan muda berambut cokelat tersebut hanya bisa menundukkan kepala atas kenyataan itu. Tak mampu mengelak.

"Nyonya dan Tuan Muda Everhart, jika terus seperti ini dia tidak akan bisa mengejar ketertinggalannya. Bisa-bisa Luvia tidak naik kelas."

Seketika Tuan Muda Everhart melebarkan matanya. "Bagaimana mungkin?"

Mystika NyctophiliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang