Bel istirahat sudah berdering, tapi masih ada banyak sekali huruf yang harus Luvia salin di papan tulis. Semua ini karena ia ketiduran di tengah pelajaran sejarah tadi. Untungnya ia tidak ketahuan dan berhasil menghindari hukuman. Namun sebagai gantinya Luvia jadi tertinggal mencatat tulisan Mr. Ferdickson yang super kecil dan banyak itu.
Sambil menguap lebar, Luvia berusaha fokus membaca tulisan semut yang ada di papan tulis sebelum kembali menuliskannya di buku catatan miliknya. Padahal tadinya Luvia berniat meminjam catatan punya Amy, tapi gadis tampan satu itu bahkan belum mencatat satu huruf pun. Parah sekali.
Alhasil Luvia harus ngebut mencatat semuanya sebelum tulisan tersebut keburu dihapus oleh Ellise, agar di pelajaran selanjutnya papan tulis bisa langsung digunakan.
"Di mana pun, tulisan Mr. Ferdickson selalu sekecil itu ya. Seharusnya dia menyediakan teropong untuk murid yang duduk di belakang," gumam Celessa yang entah sejak kapan sudah duduk di kursi depan Luvia. Memperhatikannya sambil menopang dagu.
Luvia dengan enteng mengangguk setuju. "Atau dia buat saja kaca pembesar berukuran jumbo supaya tulisannya kelihatan, haha."
"Atau kita tukar saja kapurnya dengan yang besar supaya tulisannya jadi ikut besar, wahahaha..." Celessa tertawa. Merasa konyol dengan hasil imajinasinya sendiri.
Bodohnya Luvia jadi ikut membayangkan. "Wakakaka, jangan. Nanti papan tulisnya tidak muat."
Selama beberapa saat kedua gadis itu menertawakan imajinasi konyol mereka, dan melupakan tulisan Luvia yang belum selesai. Entah kenapa rasanya mereka sudah lama sekali tidak membicarakan hal-hal ringan seperti ini karena kesibukan masing-masing.
Yah, sebenarnya Luvia bukan orang yang sepenting itu sampai punya banyak kesibukan. Hanya saja belakangan ini ia punya kesibukan stalking Elinus, makanya ia tidak punya waktu berbicara santai bersama Celessa.
"Jadi, kali ini ada urusan apa?" tanya Luvia blak-blakan sambil kembali menyalin tulisan di papan tulis yang panjangnya minta ampun.
Seolah tersadar dengan tujuannya datang ke kelas Luvia, kedua bola mata aquamarine Celessa seketika melebar. "Wuuakh! Benar juga! Aku lupa!" serunya heboh, bahkan sampai menutup paksa buku catatan Luvia, membuat tangan Luvia yang sedang menulis tergelincir sehingga menciptakan coretan yang panjang di bukunya.
Luvia dengan sabar hanya menarik napas panjang seraya menatap Celessa tanpa ekspresi. Menunggu sahabat merah mudanya itu kembali meneruskan kalimatnya.
Sedangkan Celessa, ia sekarang sedang menggebrak-gebrak meja Luvia dengan kencang. Membuat semua perhatian tertuju ke arah mereka. Wajahnya memerah seperti kepiting rebus dan hidungnya kembang-kempis seperti banteng. Belum lagi bola matanya yang tampak berbinar seolah ada kumpulan bintang di sana.
Melihatnya yang seperti itu, Luvia jadi bingung. Sebenarnya Celessa ini sedang gembira, marah, terkejut, malu atau gelisah?
"Luvia... ini... ini... ini sangat gawat," katanya terputus-putus. Mungkin lelah karena terlalu bersemangat memukuli meja.
"Ya? kenapa?"
Sekarang Celessa terlihat kalut, ia mengipas-ngipas wajahnya yang berkeringat. Lalu merebut botol air milik Rail yang kebetulan lewat di samping mereka, lekas meneguknya dengan rakus hingga tandas.
Rail yang melihat air minumnya dihabiskan Celessa hanya bisa bengong, kemudian lari entah ke mana dengan mata berkaca-kaca. Sungguh tragis. Kejadian itu membuat Luvia mendadak berpikir, Siapa aku? Di mana aku? Apa yang sedang terjadi?
Namun Celessa tidak memberi Luvia jeda waktu untuk berpikir sedikit pun. "Luvia, dia... dia... DIA MEMINTAKU UNTUK MENEMUINYA DI HALAMAN DEPAN ASRAMA! WUUAAH! BAGAIMANA INI?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mystika Nyctophilia
FantasySetiap orang pasti memiliki hal misterius yang berbeda-beda. Dan bagi Luvia, hal termisterius dalam hidupnya adalah Elinus Corner. Kakak senior tingkat tiga yang lebih sering muncul saat malam hari. Kebetulannya lagi malam itu ketika Luvia mengendap...