Lumpur hisap. Sepertinya Luvia terlalu meremehkan Shades Forest. Karena terbiasa dengan keadaan seram di hutan terlarang ia sepertinya jadi sedikit angkuh. Diam-diam Luvia merutuki dirinya sendiri dalam hati.
Sambil menarik napas panjang berulang kali ia berjalan dengan langkah biasa. Tidak pelan dan terburu-buru. Bagaimana pun saran Elinus yang menyuruhnya untuk terus memperhatikan lingkungan sekitar telah membuat Luvia menjadi orang yang penuh kewaspadaan. Bahkan telah membuat ingatannya menajam.
Selama lima belas menit berjalan, Luvia telah mengingat hampir semua hal yang ia lewati. Dimulai dari hal yang berbahaya, biasa, bahkan sampai hal yang sangat sepele.
Sekali lagi, kata-kata Elinus terngiang di dalam kepalanya. "Yokai itu makhluk spiritual. Mereka memiliki kesadaran dan pemikirannya sendiri. Jadi kita tidak tahu kapan mereka akan muncul, atau apa yang mereka rencanakan. Kau harus berhati-hati, tetap perhatikan detail sekecil apapun."
Luvia mengingatnya, kata-kata Elinus kini terdengar seperti bisikan mantra. Mata safirnya bergerak sendiri mengelilingi setiap area yang bisa terlihat, hal-hal kecil tak luput dari penglihatannya.
"Waspada. Mereka bisa saja tiba-tiba muncul di hadapanmu. Saat itu terjadi, jangan panik. Rileks dan ingat-ingat lagi hal-hal yang sudah kau lewati."
Srarak...
Mata Luvia sedikit melebar kala menemukan pergerakan kecil di celah pepohonan. Jaraknya agak jauh sehingga ia tidak bisa melihat dengan jelas gara-gara kabut yang tebal. Namun, samar-samar Luvia melihat siluet besar dengan mata kuning yang menyala. Tajam, dingin, dan dipenuhi aura gelap.
Kewaspadaannya meningkat. Luvia gugup, tetapi tidak menurunkan atau meningkatkan kecepatan langkahnya supaya tidak menimbulkan gerakan yang mencurigakan. Ia tetap dalam langkah normal, berjalan lurus seperti sebelumnya. Hanya matanya saja yang terus mengikuti gerakan siluet besar itu.
"Jangan panik, Luvia. Senior bilang kau harus mengingat kembali semua hal yang sudah kau temui di perjalanan. Tetap fokus, hati-hati, dan―"
"Groooaarr!"
Mulut besar yang menganga dan dihiasi gigi-gigi yang tajam mendadak muncul tepat di depan mata Luvia. Mengembuskan angin yang menerbangkan seluruh rambut biru panjang gadis itu. Menggeram beringas layaknya binatang buas.
Sekujur tubuh Luvia membeku, kedua kakinya terpaku pada tanah yang ia pijak. Sedangkan paru-parunya mendadak lupa caranya bernapas.
Tepat di hadapannya, sosok seram itu menjulang tinggi. Tubuhnya yang berbulu hitam bercorak merah diselimuti aura gelap pekat, mata kuningnya berkilat buas, cakarnya yang tajam mencengkeram tanah hingga berlubang. Kedua ekornya yang panjang mengayun-ayun di udara seolah ingin menebas apapun yang berada di sekitarnya.
Pikiran Luvia terasa kosong untuk beberapa detik. Tetapi setelahnya ia menyadari makhluk apa yang sedang menggeram di depannya ini. Bentuk yang menyerupai kucing raksasa ini tentu tidak salah lagi, itu adalah yokai Nekomata.
Luvia mencoba untuk tenang, tapi―brengsek! Siapa yang bisa tenang saat dihadapkan pada jurang maut seperti ini?! Itu sama saja dengan bunuh diri!
Refleks kedua kakinya melangkah mundur. Dihadapkan pada ketakutan sebesar ini membuat pikiran Luvia kacau. Yang ada di otaknya sekarang hanyalah... Kabur, kabur, kabur. LARI, LUVIA, LARI!
Secepat itu Luvia berbalik, menggerakkan kedua kakinya secepat yang ia bisa. Lari tunggang-langgang menghindari makhluk pembunuh yang berada di belakangnya, mengejarnya layaknya hewan buas mengejar mangsa.
Ini tepat seperti kejadian tahun lalu saat tiba-tiba Noppera-bo muncul di hadapannya. Bedanya kali ini Luvia masih bisa mempertahankan kesadaran dan lari menjauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mystika Nyctophilia
FantasiSetiap orang pasti memiliki hal misterius yang berbeda-beda. Dan bagi Luvia, hal termisterius dalam hidupnya adalah Elinus Corner. Kakak senior tingkat tiga yang lebih sering muncul saat malam hari. Kebetulannya lagi malam itu ketika Luvia mengendap...