Dengan gemetar Luvia meneguk ludah susah payah, sosok itu masih ada di sana entah sejak kapan. Entah manusia atau bukan, Luvia tidak ingin memastikannya. Karena menyadari ada seseorang yang mengawasinya seperti itu saja sudah membuat Luvia gemetaran sampai ingin pingsan.
Sekilas setelah ia melirik tadi, Luvia hanya bisa menangkap sosok tinggi berambut hitam. Luvia tidak bisa menentukan jenis kelaminnya karena hanya melihatnya sebentar, sangat-sangat sebentar. Yang jelas, auranya yang gelap membuat Luvia ingin cepat-cepat pergi dari sana.
Sayangnya untuk melakukan hal itu, Luvia butuh bergerak, sedangkan sekarang saja seluruh tubuhnya sudah dibuat lemas hingga tidak bisa ia gerakan satu jari pun. Terlebih lagi, Luvia takut diserang jika ia bergerak secara tiba-tiba.
Ba-bagaimana ini? Aku harus keluar sebelum mati ketakutan di sini, Luvia membatin. Telapak tangannya sampai basah saking takutnya. Andai aku bisa melakukan mantra teleportasi, itu pasti akan lebih mudah.
Selama satu menit lamanya Luvia terdiam bersama ketegangan yang teras mencekik itu. Rasanya ia seperti akan berubah jadi butiran debu saking seramnya suasana di ruang musik. Dalam hati Luvia mulai merutuki dirinya yang ingin tetap diam di sana. Padahal jika setelah bangun tidur dia langsung kembali ke asrama, ia tidak akan mengalami hal seperti ini.
Sekali lagi Luvia memberanikan diri untuk melirik sedikit ke pojokan guna melihat sosok tersebut, dan saat itulah dirinya langsung mendapati manik hitam kelam yang seakan ingin menghisapnya. Mendadak, kepala Luvia terasa berputar. Ia pun menjadi sedikit oleng sehingga kepalanya jatuh terhempas ke atas tuts piano.
Kenapa aku? Apa aku baru saja diserang? Kepalaku terasa sangat berat, batin Luvia bertanya-tanya. Sekarang, bukan hanya telapak tangannya saja yang berkeringat dingin, tapi sekujur tubuhnya juga sudah basah oleh keringat ketakutan.
Dengan tangan gemetar Luvia memegangi kepalanya yang semakin berdenyut, ini jelas bukan sakit kepala biasa. Rasanya seperti efek suatu mantra. Duh, siapa pun, tolong aku. Kali ini Luvia memohon. Bagaimana pun, Luvia tidak ingin mati malam ini.
Sayangnya, angin dingin justru malah berembus kuat melewatinya. Membuat Luvia merasa seperti sedang dicekik oleh udara yang mendadak menipis. Ia sampai mengap-mengap seperti ikan kekurangan air, dadanya terasa sesak karena tidak ada udara yang terhirup.
"Ukhh..." Suasana ini akan segera membunuh Luvia. Ia benar-benar tidak bisa bernapas sekarang.
Tok! Tok! Tok!
"Luvia!"
Tepat setelah suara ketukan pintu dan panggilan dari seseorang itu terdengar, suasana mengerikan yang dihadapi Luvia mendadak hilang. Tidak ada angin dingin yang menekannya lagi. Ia juga tidak merasa kesulitan bernapas ataupun merasa pusing lagi.
Dan saat Luvia melihat ke pojok ruangan, sosok itu sudah tidak ada. Sekarang di ruang musik benar-benar hanya ada Luvia seorang. Semuanya telah kembali seperti semula seolah tidak pernah terjadi apapun.
"Luvia, apa kau di dalam?"
Bertepatan dengan itu, seseorang membuka pintu, memperlihatkan wajah Nellson yang tampak begitu gelisah.
"Nell, aku di sini," lirih Luvia yang merasa lega setelah melihat kedatangan Nellson.
•─────✧⚞✪⚟✧─────•
Gara-gara kejadian di ruang musik kemarin malam, Luvia jadi tidak bisa tidur. Alhasil, hari ini ia harus masuk dengan keadaan mata yang mengerikan. Sambil membawa lingkaran hitam di bawah matanya, Luvia berjalan gontai menuju kelas. Langkahnya begitu lesu, belum lagi kulitnya menjadi sangat pucat, hal ini membuat Luvia benar-benar terlihat seperti zombie.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mystika Nyctophilia
FantasíaSetiap orang pasti memiliki hal misterius yang berbeda-beda. Dan bagi Luvia, hal termisterius dalam hidupnya adalah Elinus Corner. Kakak senior tingkat tiga yang lebih sering muncul saat malam hari. Kebetulannya lagi malam itu ketika Luvia mengendap...