(41) Saránta Éna; Sacrificial Lament

142 36 9
                                    

Luvia telah menghabiskan sebagian besar waktunya dengan home schooling, dan teman yang ia punya hanya sebatas teman masa kecil―Celessa dan Nellson, atau teman sekelasnya sekarang―Amy, serta adiknya―Aveo. Ia tak pernah main jauh-jauh, sebab itu ia tidak pandai bersosialisasi dengan orang lain. Itu menjadi alasan mengapa ia tidak pandai menebak sifat orang lain atau menebak apa yang orang lain pikirkan hanya melalui ekspresi wajah. Jadi saat ini pun Luvia tidak mengerti kenapa Elinus menyuruhnya pergi dan menjauh dengan raut wajah sedih yang tampak begitu tersiksa.

"Aku minta tolong padamu. Satu-satunya hal yang bisa kau lakukan untuk membantuku hanyalah dengan pergi dari sini."

Kalimat yang baru saja Elinus katakan terngiang di kepalanya seperti sebuah film dokumenter kuno. Dengan otomatis kepalanya terus saja mengulangi adegan yang sama, berulang-ulang seolah sengaja mengingatkan Luvia. Meski begitu Luvia sama sekali tidak tahu harus menjawab apa.

Ia sudah susah payah datang ke sana untuk mencari tahu kebenaran yang sebenarnya. Tetapi begitu sampai di sini Elinus malah menyuruhnya untuk pergi? Haruskah Luvia menurut dan mengucapkan selamat tinggal begitu saja?

Hei, jangan bercanda!

Luvia memijat pelipisnya yang terasa berdenyut sebelum kembali menatap Elinus dengan wajah serius. "Senior, kenapa kau sangat bersikeras menyuruhku untuk menjauh? Apa aku―setidaknya beritahu aku alasannya."

Mata onyx di depannya tampak meredup. Elinus memejamkan mata cukup lama seakan enggan untuk menjawab. Detik berikutnya ia memegang kedua tangan Luvia yang berkeringat dingin, memohon, "Sudah kukatakan, Luvia. Kau tidak aman di sini. Aku bukanlah orang baik yang pantas kau ikuti."

Tanpa sadar Luvia mendecakkan lidahnya saat tidak mendapatkan jawaban yang ia inginkan. Bukan itu yang ingin ia dengar. Luvia hanya ingin tahu kenapa semuanya terjadi begitu mendadak? Jika Elinus merasa bukan orang yang baik, lalu kenapa ia menerima perjanjian mereka? Dan lagi jika memang tempat ini berbahaya, kenapa sebelumnya ia baik-baik saja meskipun sudah berulang kali masuk ke hutan terlarang? Sebenarnya kenapa? Kenapa mendadak berbahaya? Dan kenapa mendadak menciptakan jarak yang begitu lebar dengannya?

Melepaskan kedua tangannya dari genggaman Elinus, Luvia menjambak rambutnya sendiri. Ia mengerang frustasi, bingung pada situasi yang belum pernah ia hadapi ini. "Aku tahu! Aku tahu Euphoria Forest memang tempat yang berbahaya. Tapi lalu kenapa? Sebelumnya aku sudah pernah ke sini beberapa kali. Kenapa kau sangat tidak masuk akal, Senior? Menjauhiku seperti ini... apa kau sedang mempermainkanku?!" tenggelam dalam emosi, Luvia tanpa sadar berteriak, meluapkan semua kekesalan yang selama ini ia tahan.

"Katakan saja yang sebenarnya, untuk apa semua benda yang kau kumpulkan selama ini? Apa rencanamu, Elinus Corner?!"

Bukan hanya Elinus yang terkejut mendengar semua itu, tetapi Luvia juga ikut terkejut mendengar ucapannya sendiri. Itu benar-benar di luar kendali, tanpa sadar Luvia sudah meneriakan pertanyaan yang sudah sejak lama ia pendam sendirian. Pertanyaan yang membuatnya sangat pensaran dan juga gelisah di saat yang sama.

Sebelum ada satu patah kata yang keluar dari mulut Elinus, sebuah bayangan putih melesat cepat ke arah mereka. Embusan angin bertiup kencang begitu bayangan tersebut menggumpal di tempat mereka berpijak, diikuti ledakan asap yang membuat dada sesak seketika.

Di tengah-tengah itu Luvia mendadak merasakan tubuhnya melayang menjauhi tanah. Begitu melihat sekeliling Luvia tahu-tahu mendapati dirinya sudah dibawa terbang oleh bayangan putih, pergi dari ruang bawah tanah dan meninggalkan Elinus yang terkejut karena gadis berambut biru yang tadi bersamanya sudah tidak ada.

"Apa yang kau lakukan? Aku mau dibawa ke mana?" tanya Luvia pada bayangan putih yang menyerupai gadis muda itu. Mereka melayang dengan kecepatan tinggi hingga terasa mustahil bagi Elinus untuk menyusul mereka.

Mystika NyctophiliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang