Bau khas obat memaksa Beomgyu membuka kelopak matanya yang terasa berat. Mengerjap beberapa kali sebelum ringisan kecil keluar dari mulutnya. Tubuhnya terasa sakit. Dari atas kepala hingga bawah semua sakit.
"Kau sudah sadar Beomgyu-ya?"
Beomgyu mencari sumber suara itu. Dan dia menemukan Rosé yang sudah beranjak dari duduknya untuk bergegas mendekatinya.
"Apa ada yang sakit?"
Rosé terlihat khawatir melihat wajah Beomgyu yang seolah menahan sakit. Laki-laki itu mengangguk kecil.
"Akan kupanggilkan dokter." Rosé bergegas keluar untuk memanggil dokter, namun tangannya lebih dulu ditahan oleh Beomgyu.
Rosé mengalihkan tatapannya pada Beomgyu. Laki-laki itu menggeleng lemah mengisyaratkan Rosé untuk tetap tinggal dan tidak pergi.
Dengan susah payah Beomgyu mencoba bangun dan duduk. Beomgyu memejamkan matanya saat merasakan dada dan bahunya yang nyeri. Dia menyentuh dada kanan dan merasakan ada perban yang membalut dadanya. Dia baru ingat kejadian yang menimpanya beberapa waktu lalu.
"Tidak usah memaksakan diri. Berbaringlah dulu." Rosé membantu menahan badan Beomgyu. Berniat membantunya untuk kembali berbaring di ranjang.
Beomgyu menggeleng. Dia kemudian menyandarkan punggungnya ke kepala ranjang.
"Aku sangat khawatir padamu. Melihatmu yang tidak sadarkan diri selama dua hari membuatku takut." Rosé duduk di kursi yang berada di tepi ranjang Beomgyu. Tangannya menggenggam erat jemari laki-laki itu.
"Sebenarnya apa yang terjadi denganmu, hm?" Tangan Rosé terangkat untuk merapikan rambut Beomgyu yang berantakan.
Beomgyu menelan salivanya berat. Membasahi bibirnya yang terasa kering sesaat sebelum menjawab pertanyaan Rosé.
"Jimin.. Dia tidak main-main dengan peringatannya." Beomgyu membuka suaranya yang terdengar lemah.
Mata Rosé terbelalak. Dia tidak mengira Jimin akan benar-benar berniat melenyapkan Beomgyu.
"Aku tidak menyangka Jimin benar-benar nekat. Aku takut dia akan mencoba melenyapkanmu lagi." Tangan Beomgyu semakin digenggam erat oleh Rosé.
Ia menempelkan tangan laki-laki itu di pipi tembemnya sambil menatap khawatir wajah Beomgyu yang terlihat banyak luka memar.
Beomgyu menggeleng lemah. "Tidak usah khawatir. Itu tidak akan terjadi." ucap Beomgyu meyakinkan Rosé.
Rosé menghela napas berat. Rasa khawatir itu masih ada. Dia hanya berharap semoga aja Jimin tidak datang kembali dan berusaha untuk melenyapkan Beomgyu.
"Tapi bagaimana Jimin bisa berada disini?" tanya Rosé bingung.
Beomgyu menarik tangannya yang berada di pipi Rosé kemudian menggenggam erat dan mengusap lembut punggung tangan gadis itu.
"Dia dikeluarkan dari sekolah lalu di buang oleh keluarganya ke negara ini." jelas Beomgyu.
Rosé hanya mengangguk-anggukkan kepalanya menanggapi penjelasan Beomgyu. Dia kemudian memutar kepalanya untuk melihat jam dinding yang menempel di dinding ruang rawat bercat putih itu. Jam sudah menunjukkan pukul satu siang.
"Sudah waktunya makan siang. Kau ingin menunggu makanan dari rumah sakit atau mau kubelikan di luar?" tanya Rosé yang sudah menatap Beomgyu lagi.
"Aku tidak suka makanan rumah sakit."
Rosé mengangguk paham. "Aku belikan di kafetaria rumah sakit dulu ya." dia menegakkan badannya lalu beranjak keluar.
Beomgyu menatap punggung Rosé sampai hilang di balik pintu putih itu. Sepeninggal Rosé, dia kembali memejamkan matanya merasakan sakit yang menjalar di sekujur tubuhnya. Punggung serta bahunya terasa remuk. Sedangkan dadanya terasa nyeri yang teramat hebat.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Will Know How Much I Like You (Completed)
AcakCerita tentang Rosé yang tergila-gila pada juniornya di sekolah. Junior yang dingin serta tidak memiliki banyak ekspresi, namun mampu membuat hidup Rosé memiliki banyak warna. Berhenti menjadi penguntitku, sunbae. Itu membuatku risih. - Beomgyu I l...