'BAB 15'

65 32 18
                                    

"Jika persahabatan mengajarkan tentang indahnya berbagi. Bukan berarti aku mengajarkanmu membagi milikku denganmu."

Ramona Yenisya, itu nama lengkap milik gadis berambut sepinggul yang tengah berkacak pinggang, mengamati empat sekawan yang asyik bermain dengan anak-anak panti. Mereka semua terlihat bahagia sekali, Ramona menghela napas kasar.

Mau tahu bagaimana dia bisa terdampar di sini? Karena keingintahuannya yang tinggi mendorongnya untuk membuntuti mobil mereka menggunakan sopir pribadinya. Kebetulan, saat itu Ramona sudah selesai membeli beberapa keperluan sesuai perintah mamanya, lalu melihat angka pada plat mobil yang dihapal luar kepala melaju dan terparkir di Panti Asuhan Larimar ini.

"Apa, sih, serunya main ama anak-anak panti yang rata-rata ditinggal mati sama ortunya?"

"Apa Varden sama cewek 'jalang' itu secara nggak langsung lagi kencan, kan? Cih, bullshit! Nggak sadar sama posisi dia! Ngelunjak bener!"

Ramona menggertakkan giginya kuat. Hatinya seakan tercubit melihat senyum hangat Varden yang tak pernah dia tunjukkan padanya, tetapi tertuju untuk Ruby seorang. Ramona benar-benar membenci gadis mungil bernama Ruby itu. Meski tampangnya polos, tetapi siapa yang tahu? Bisa jadi dia menyimpan segala kelicikan di balik paras manisnya, kan?

Hati Ramona terasa panas, emosinya menjalar sampai ke ubun-ubun saat tangan kekar Varden mengelus lembut jambul kecil Ruby. Keduanya saling melempar senyum. Dih, nampak mesra sekali, ya, Bund!

"Nggak, nggak bisa dibiarin. Gue mau, ralat, gue harus hancurin hubungan mereka. Gimanapun caranya. Gue wajib, kalo perlu ... gue bikin Varden lari ke pelukan gue." Ramona tersenyum mengerikan. Ide bagus, Mona!

Kalau begitu, saatnya pulang untuk menyusun strategi yang tepat dan cepat. Ramona rasanya tak sabar melihat Ruby menderita dan bisa mengurung Varden dalam kendalinya. Gadis itu memang pandai mengatur tanggal main, jangan meremehkan kemampuannya!

"Eh, tapi kayaknya kurang pas kalo gue pergi gitu aja. Gue ganggu dikit kali, ya, biar seru. Wah, Ramona! Otak lo cemerlang kayak omongan mama!" ucap Ramona seraya berjalan menghampiri mereka. Setelah sedikit bernegosiasi dengan Naomi, akhirnya dia bisa mengakses jalan masuk.

"Apa kabar kalian semua?" Ramona menyapa Caesar, Dilan, Ruby, dan Varden yang sedang bernyanyi bersama anak-anak panti. Senyuman yang mereka tampilkan sempurna langsung memudar tatkala Ramona hadir detik itu.

"Ngapain lon** datang ke panti? Perasaan gue, cocoknya di diskotik. Ngelayanin om-om terus dapat uang, kan," kata Caesar sok polos.

"Apa lo bilang? Kalo lo enggak suka gue di sini, ya, bilang. Jangan hujat tanpa bukti yang jelas!" sinis Ramona bersedekap.

"Kalo gue bilang, mau suka atau nggak. Lo bakal tetap kebal, sekalipun gue sama Dilan main fisik!" tandas Caesar membungkam mulut Ramona.

Dilan tertawa seraya menyeka air matanya yang keluar. Varden masih tenang, sedangkan Ruby menutupi dua pasang mata milik Rion dan Arabella dengan satu tangannya. "Kak, kenapa mata aku sama Rion ditutup? Yang lain, kok, enggak ditutup?"

"K-karena nggak baik buat perkembangan dan pertumbuhan kalian. Terus tangan Ruby cuman dua, nggak bisa digandakan jadi banyak." Ruby cengengesan, kedua anak kecil itu manggut-manggut. Tangan Arabella menunjuk ke sembarang arah.

"T-tapi, Kak Ruby. Omong-omong, Ara ngerasain ada aura negatif yang tiba-tiba. Apa ada orang jahat?" Ruby dibuat kelabakan oleh pertanyaan tersebut. Bingung bagaimana menjabarkannya.

"M-mungkin cuman firasat Arabella aja. Kan, belum tentu. Soal orang jahat, kita nggak tau, kan?" papar Ruby berdusta, dia takut salah menyeletuk. Arabella ber'oh ria.

Akan tetapi, justru menyulut kekesalan Ramona yang terlibat dalam percakapan kedua orang di situ, mati-matian menahan diri untuk tak menjambak rambut Ruby secara ganas.

"Varden aja nggak ngelarang gue ke sini, kenapa kalian yang sewot?!" Ramona mendekati Varden, berdiri di samping laki-laki itu.

"Dia cuma nggak mau nanggepin orang yang nggak penting kayak lo!" Caesar menunjuk wajah Ramona dengan jari telunjuknya, ia benar-benar kesal setiap kali melihat wajah Ramona.

"Udah-udah, kalian buat anak-anak panti takut," lerai Ruby lalu mengajak Rion dan Ara duduk di karpet yang sudah tersedia di sana.

Caesar dan Dilan berbalik dengan angkuhnya, mereka berdua memilih untuk bermain bola bersama anak panti yang lain, sedangkan Varden menatap Ramona datar. Tidak ada niat untuk menanggapi gadis itu.

"Varden, mau ke mana?" tanya Ramona saat melihat Varden beranjak. Varden tak menjawab, cowok itu mendekati Ruby yang tengah asik bersenda gurau dengan Rion dan Arabella.

"Kak, liat deh, gambar Ara bagus, gak?" Arabella memperlihatkan gambarannya kepada Varden.

Ramona memutar bola matanya malas. "Jelek banget, dasar nggak punya kreativitas!"

Arabella mencebik kecewa. Varden segera melayangkan tatapan tajamnya ke arah Ramona.

"Bagus, kok," sela Ruby sebelum Arabella menumpahkan air matanya.

"Nah, coba tunjukin ke Kakak, apa yang Ara gambar?" Ruby mengambil alih gambar Arabella dari tangan Varden, membuat cowok itu tersenyum tipis.

Arabella kembali mengembangkan senyumnya, dengan semangat gadis kecil itu menjelaskan apa yang ia gambar.

"Ini Kakak Varden." Arabella menunjuk gambaran manusia lidi yang didesain seperti perempuan itu. "Ini Kak Ruby, terus yang di tengah itu Ara!"

"Kenapa Rion nggak ada?" Anak laki-laki dengan kaus abu-abu kebesaran itu merenggut.

"Rion mau Ara gambarin juga?" tanya Arabella, Rion mengangguk antusias.

"Kenapa Kak Varden gandengan tangan sama dia?" tanya Varden seraya melirik Ruby terang-terangan. Arabella dan Rion tersenyum bersamaan.

"Kan, kalian pacaran. Kalo bunda ada di sini, pasti bunda bilang Kak Varden orang gak peka!" kekeh Arabella dan Rion. Bunda yang mereka maksud adalah pemiliki Panti Asuhan Larimar ini.

Varden terkekeh, cowok itu mengelus surai Rion dan Arabella. "Apa itu peka?"

Dengan polosnya, dua anak kecil itu menggeleng. Lagi-lagi Varden dibuat tertawa.

"Anak kecil mana tau cinta-cintaan!" cerca Ramona sebal.

"Diam! Kalo nggak bisa berinteraksi sama anak kecil, setidaknya lo jangan ganggu mereka!" bentak Varden menusuk, diakhiri dengan dengkusan keras.

"Ruby, ayo pulang," ucap Varden, Ruby mengangguk.

"Ara, Rion, Kak Ruby pulang dulu, ya! Besok-besok ke sini lagi main sama kalian," pamit Ruby seraya mengelus surai cemani dua anak kecil itu.

"Kak Varden juga pamit, kalian jangan nakal. Ingat, kalian harus rajin belajar supaya bisa sukses." Varden tersenyum tulus, setelah itu menggandeng tangan Rion dan Arabella untuk menemui Ibu Panti Asuhan Larimar, Naomi.

"Caesar, Dilan, cabut. Anak-anak mau tidur siang." Caesar dan Dilan yang tengah asik menjaili anak-anak panti lantas mengangguk lesu, seakan tidak rela untuk segera pulang ke rumah.

"Dah, Cil, besok-besok gue ke sini lagi!" pamit Dilan pada anak laki-laki yang ada di hadapannya.

"Oke, Bang, makasih udah ngasih Bintang nasihat tadi!" seru anak kecil yang bernama Bintang itu.

"Siap, Cil, by the way kalau udah jadian sama gebetan. Kasih gue PJ, ya!" Caesar melambaikan tangannya, diikuti oleh Dilan. Setelahnya mereka berdua berjalan di belakang Varden yang hendak berpamitan kepada Naomi.

"Ajaran sesat lo!" Caesar menyenggol bahu Dilan, lantas mereka tertawa bersamaan.

Di sisi lain, Ramona meremas ujung pakaiannya, darahnya serasa mendidih di kepala. "Sialan! Awas lo, Ruby Jewelicca!"

*****
Wah-wah, si Mona kesel ditinggal minggat ama 4 serangkai😂

Menurut reader, dia mo rencanain apa? Coba komen di sini👇

Ayo dong yg silent reader nongol, Mila sama Yun pengen rame yg support. Soalnya EE juga gak bakal panjang² amat ceritanya, bakal tamat gak sampe 30 chapter😊

Emerald Eyes ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang